Di tengah upaya menegakkan mutu akademik, penawaran jasa pembuatan karya ilmiah, termasuk skripsi, masih ditemukan di seputar kampus perguruan tinggi di wilayah Jakarta. Penyedia jasa mematok tarif bervariasi antara Rp 350.000 hingga Rp 6 juta, bergantung pada jenis dan tingkat kesulitan.
Di dekat sebuah perguruan tinggi swasta di kawasan Grogol, Jakarta Barat, ditemukan biro jasa pembuatan skripsi yang dikelola A (45). Pria ini sudah enam tahun menjalankan usahanya dengan menempati kios semipermanen ukuran sekitar 3 meter x 2 meter. Kiosnya berdempetan dengan usaha fotokopi.
Untuk jasa pengolahan data (statistik) tanpa analisis, A mematok tarif Rp 450.000. Adapun untuk data yang disertai analisis, tarifnya Rp 2,5 juta. A bahkan siap mengerjakan skripsi mahasiswa dari awal sampai disetujui dosen pembimbing dengan tarif Rp 5,5 juta-Rp 6 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
A menyebutkan, pelanggannya berasal dari sejumlah universitas di Jakarta Barat dan sekitarnya. “Sejumlah mahasiswa butuh bantuan mengolah data,” ujar A.
Kecakapan mengolah data dipelajari A secara otodidak. “Kan bisa belajar dari mana pun, termasuk internet,” katanya.
Untuk jasa konsultasi, A tak mesti bertemu dengan pelanggan. Komunikasi bisa dilakukan melalui surat elektronik.
Setali tiga uang, B (45), pemilik usaha jasa pembuatan skripsi di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, sudah menjalankan usahanya selama lima tahun. Berbekal pengalaman kerja di sebuah perusahaan swasta, pria ini mampu mengolah data statistik dengan peranti lunak. Di kios permanen ukuran 3 meter x 2 meter, usaha jasa itu dijalankannya seraya berjualan minuman segar.
Untuk pengolahan data tanpa analisis, B mematok biaya Rp 350.000. Biasanya dia juga memberi konsultasi untuk beberapa metode penelitian. “Kalau pengolahan data bersifat ilmu sosial, saya cukup kompeten,” ujarnya.
Pelanggan B umumnya mahasiswa dari kampus yang berlokasi di kawasan Senayan. Menjelang masa sidang tugas akhir, bisa sampai 10 skripsi yang dia kerjakan.
Pakar pendidikan Doni Koesoema menyayangkan berlanjutnya fenomena ini karena berdampak buruk pada kualitas lulusan perguruan tinggi dan tumbuh suburnya kemunafikan di dunia pendidikan. Ia menekankan pentingnya mekanisme pembimbingan diperketat. Harus komunikasi antara mahasiswa bimbingan dan pembimbing.
“Dari proses komunikasi akan tampak seberapa jauh mahasiswa benar-benar menulis karya ilmiahnya sendiri atau dibuatkan orang lain,” katanya.
Paling tidak bisa dilacak melalui sinkronisasi antara rujukan akademik, teori, penemu teori, kerangka pikir, kepustakaan, dan kesimpulan/temuan.(DNE/DD09/NAR)
Sumber: Kompas, 5 Oktober 2017