Lahan subur lambat laun dapat berubah menjadi miskin hara hingga tandus karena praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan. Salah satunya karena pemberian pestisida kimiawi berlebihan dan terus menerus. Upaya merehabilitasi kesuburan tanah antara lain dapat dilakukan dengan memberikan bioarang atau disebut biochar.
Hal ini disampaikan Neneng Laila Nurida, peneliti biochar dari Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Senin (16/4/2018), di Jakarta. Selama ini untuk memperbaiki atau membenahi tanah yang rendah unsur hara umumnya menggunakan pupuk kandang, kompos, dan biomas tanaman.
“Sumber hayati ini cepat melapuk dan pemafaatannya hanya sementara. Sedangkan biochar sebagai alternatif pembenah tanah yang terdegradasi, dapat bertahan lama di tanah. Karena proses dekomposisi berjalan lambat dan tahan terhadap mikroorganisme,” papar Neneng.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Biochar terutama berfungsi menurunkan kemasaman tanah dan meningkatkan serta mengikat hara supaya tidak mudah hanyut dibawa air. Pemberian bahan ini dapat menaikkan pH dan mengikat air sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
KOMPAS/DAHLIA–Lahan di lumbang, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang mengering pada musim kemarau.
Bioarang ini dapat dibuat dari limbah pertanian yang beragam dan melimpah di Indonesia. Limbah pertanian itu antara lain berupa tempurung kelapa, sekam padi, kulit buah kakao, tempurung kelapa sawit, tongkol jagung, dan batang singkong.
Menurut data dari Balai Penelitian Tanah Balitbangtan ada sekitar 25,4 juta ton limbah pertanian per tahun. Limbah tersebut umumnya dibuang, dibakar atau untuk pakan ternak dan mulsa. Dari limbah tersebut sekitar 30-50 persen atau sekitar 10,7 juta ton dapat diolah untuk menghasilkan 3,1 juta ton biochar per tahun.
Pembuatan biochar
Pembuatan biochar sebenarnya hampir sama dengan arang yang telah lama dikenal masyarakat sebagai sumber energi atau bahan bakar. Perbedaan pada proses pembakarannya. Biochar diproduksi melalui pembakaran tidak sempurna, sedangkan arang dibakar sempurna.
Pembuatannya menggunakan model Kon tiki, yaitu lubang berbentuk kerucut berdiameter 150 sentimeter pada bagian atas dan tinggi 75 sentimeter. Teknik yang mudah dan murah ini dapat diperkenalkan kepada petani.
Dengan membuat biochar sendiri, maka petani tidak perlu membeli bahan mineral untuk meningkatkan pH seperti kapur atau dolomit, juga air yang sedikit di wilayah kering dapat disimpan sehingga cukup untuk satu musim tanam bahkan lebih.
Pembuatan dan aplikasi biochar diperkenalkan Badan Litbang Pertanian melalui bimbingan teknis di beberapa lokasi antara lain di Desa Sukadana Ilir, Lampung Timur. Petani dengan mudah mampu mempraktikkan pembuatan biochar ini. Sekali bakar bisa menampung 300 kilogram tongkol jagung kering dan menghasilkan 100 kilogram biochar atau 30 persen dari bahan bakunya.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Lahan kering di Desa Wunga, Kecamatan Napu Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamis (14/8/14).
Mulyanto, salah satu petani mengatakan, pembuatan biochar mudah dan cepat yaitu hanya dibutuhkan waktu 1,5-2 jam. Kndala bagi petani, katanya, adalah proses pengeringan bahan baku yang hanya bisa dilakukan di musim kemarau. Bahan baku yang dibakar harus dalam keadaan kering agar sedikit asap. Asap yang banyak akan menimbulkan emisi ke udara.
Penggunaan
Pemberian biochar pada lahan pertanian dapat dengan cara disebar, dilarik pada jalur tanaman secara merata, dan dibenam ke lubang tanam.
“Pada cara disebar, biochar dibenamkan bersamaan dengan pengolahan tanah terakhir. Adapun secara larikan di jalur lubang tanam, biochar ditutup dengan tanah sebelum dilakukan penanaman,” jelas Mulyanto.
Aplikasi dengan cara disebar lebih praktis, tetapi risiko terangkut aliran air pada saat hujan lebih tinggi dibandingkan dengan cara larik atau pada lubang tanam. Aplikasi secara larikan atau pada lubang tanam membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.
Pemberian biochar dari sekam padi dan kulit buah kakao sampai 10 ton per hektar pada lahan kering masam di Lampung memberikan hasil yang stabil hingga tiga musim tanam berturut-turut tanpa penambahan biochar.
Sementara itu pada lahan kering di Kupang, Nusa Tenggara Barat yang beriklim kering, pemberian sekitar 5-10 ton biochar per hektar dapat meningkatkan ketersediaan air di tanah sehingga intensitas tanam meningkat dari satu kali menjadi dua kali per tahun. (*)–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 18 April 2018