Bintang Terang di Galaksi Katai Kinman Menghilang Tiba-Tiba

- Editor

Jumat, 3 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebuah bintang terang dengan kecerlangan 2,5 juta kali kecerlangan Matahari tiba-tiba menghilang dari pantauan astronom. Itu menandai ada metode lain kematian sebuah bintang.

KOMPAS/NASA, ESA/HUBBLE, J ANDREWS (UNIV ARIZONA)—Citra galaksi katai Kinman atau disebut juga PHL 293B, yang diambil menggunakan teleskop luar angkasa Hubble milik Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat NASA dan Badan Antariksa Eropa ESA pada 2011. Galaksi ini berjarak 75 juta tahun cahaya dari Bumi hingga sulit diperoleh citra individu bintang-bintang di dalamnya, kecuali bintang yang sangat masif dan terang.

Sebuah bintang terang dengan kecerlangan 2,5 juta kali kecerlangan Matahari tiba-tiba menghilang dari pantauan astronom. Hilangnya sebuah bintang terang secara misterius tanpa meninggalkan jejak itu mengisyaratkan adanya metode lain kematian sebuah bintang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bintang terang itu berada di galaksi katai Kinman yang terletak di aras rasi Aquarius dan berjarak 75 juta tahun cahaya dari Bumi. Bintang ini merupakan bintang variabel biru yang sangat terang (luminous blue variable/LBV). Sebagai bintang variabel, kecerlangan bintang ini bervariasi, bisa sangat terang, meredup, lalu terang kembali. Ketidakstabilan kecerlangan bintang ini bisa diketahui dari spektrum bintang yang diamati.

Bintang yang masif dan tidak stabil itu berada pada masa akhir hidupnya. Karena itu, ia sangat rentan mengalami perubahan kecerlangan yang tidak terduga. Tipe bintang LBV ini sangat jarang, baru sedikit yang sudah dikonfirmasi keberadaannya di alam semesta.

Bintang ini telah dipelajari para astronom dengan baik antara tahun 2001 dan 2011. Namun, saat bintang ini akan dipelajari lebih lanjut pada tahun 2019 oleh tim yang dipimpin Andrew Allan dari Trinity College, Dublin, Irlandia, menggunakan very large telescope (VLT) yang ada di Observatorium Selatan Eropa (ESO) di Chile, ternyata jejak bintang ini sudah hilang. Allan dan tim ingin mempelajari evolusi lebih lanjut dari bintang tipe LBV ini.

”Tim telah mendeteksi salah satu bintang paling masif di semesta yang menghilang dengan tiba-tiba,” kata Jose Groh, salah satu anggota tim dari Trinity College seperti dikutip dari situs ESO, Selasa (30/6/2020).

Biasanya, untuk bintang yang berukuran jauh lebih besar dari Matahari, seperti dikutip dari Livescience, Selasa (30/6/2020), dia akan mengakhiri hidupnya dengan meledak menjadi supernova. Ledakan supernova ini mudah terdeteksi, meski mereka sangat jauh jaraknya dari Bumi karena supernova meninggalkan jejak di sekitarnya.

Jejak yang ditinggalkan dari ledakan bintang itu berupa gas terionisasi yang ada di sekitarnya serta radiasi sangat kuat yang memancar ke segala arah dalam waktu yang sangat lama, hingga beberapa tahun cahaya.

KOMPAS/ESO/L CALCADA—Ilustrasi artis tentang bintang variabel biru yang sangat terang (LBV) di galaksi katai Kinman yang menghilang tiba-tiba. Bintang yang memiliki kecerlangan 2,5 juta kali kecerlangan Matahari itu diduga meredup dan terhalang oleh awan debu tebal di sekitarnya atau bintang itu runtuh hingga menjadi lubang hitam tanpa mengalami ledakan supernova.

Setelah ledakan itu, inti bagian bintang yang padat akan runtuh dan bisa menjadi lubang hitam atau bintang neutron. Baik lubang hitam maupun bintang neutron merupakan dua bintang masif yang belum banyak dipahami manusia.

Pola kematian bintang
Persoalannya, pola kematian bintang variabel biru yang sangat terang (LBV) itu tidak sama dengan kematian bintang masif berukuran jauh lebih besar dari Matahari yang sudah diketahui selama ini. Matinya bintang LBV tidak meninggalkan radiasi alias hilang begitu saja.

Untuk mengetahui proses evolusi bintang LBV ini, tim menganalisis data bintang tersebut yang diperoleh pada tahun 2002 dan 2009. Ternyata dalam rentang waktu itu, bintang ini mengalami ledakan yang sangat kuat dan membuang materinya secara besar-besaran dalam waktu singkat, jauh dari kebiasaan normalnya.

Bintang LBV dapat mengalami ledakan superdahsyat itu hingga beberapa kali di masa tuanya. Akibat ledakan itu, bintang ini berubah jadi sangat terang secara tiba-tiba. Ledakan ini, lanjut Allan dan tim, diperkirakan berakhir pada 2011.

Ledakan tiba-tiba yang amat kuat itulah yang bisa menjelaskan mengapa bintang ini menjadi sangat terang pada periode pengamatan sebelumnya 2002-2009. Wajar jika akhirnya kecerlangan bintang ini bisa mencapai 2,5 juta kali lebih terang dari Matahari.

Meski demikian, itu tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada bintang LBV itu setelah meledak hingga akhirnya hilang tanpa jejak. Namun Allan dan tim menduga hilangnya bentang terang itu bia dipicu oleh dua hal, yaitu tertutup oleh kabut materi ledakan yang dilemparkan ke lingkungan atau runtuh menjadi lubang hitam.

Untuk prediksi pertama, bintang tertutup debu kosmik sisa ledakannya, bintang diyakini meredup setelah meledak. Akibatnya, cahaya yang dihasilkan dari bintang yang meredup itu tidak bisa menembus tebalnya kabut materi ledakannya yang telah dilemparkan secara besar-besaran ke lingkungan. Dalam skenario ini, berarti bintang masih akan mungkin terlihat kembali di masa depan saat kecerlangannya kembali meningkat.

Perkiraan kedua, runtuhnya bintang menjadi lubang hitam menunjukkan pascameledak, bintang itu tidak pernah mengalami pemulihan kembali. Ia justru langsung menjadi lubang hitam tanpa mengalami supernova yang menandai akhir hidup bintang pada umumnya. Skenario kedua ini dinilai tim lebih menantang karena belum pernah ada preseden sebelumnya.

Jika skenario kedua itu yang terjadi, maka ini adalah peristiwa langka pada kematian sebuah bintang. Dengan ukuran massa bintang yang sangat besar sebelum meledak, maka bintang ini seharusnya bisa berakhir sebagai lubang hitam dengan massa antara 85-120 kali massa Matahari. Namun, bagaimana lubang hitam bintang itu bisa terwujud tanpa supernova, masih menjadi pertanyaan di kalangan astronom.

”Jika skenario kedua ini benar, ini akan menjadi pendeteksian pertama bintang raksasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini,” kata Allan.

Studi tentang hilangnya bintang masif tanpa meninggalkan jejak dan skenario yang menyertainya itu dipublikasikan di junral Monthly Notices of The Royal Astronomical Society, Selasa (30/6/2020) lalu. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi hasil studi tersebut. Penelitian terbaru direncanakan akan dilakukan pada 2025 memakai extremely large telescope (ELT) juga milik ESO.

Oleh MUCHAMAD ZAID WAHYUDI

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 2 Juli 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB