Bersatulah, Indonesia Sudah Darurat Korona

- Editor

Rabu, 15 April 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dengan penetapan Covid-19 sebagai bencana nasional, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memegang komando penanganan bencana itu. Sinergi dengan semua pihak menjadi kunci penanggulangan pandemi.

KOMPAS/RENY SRI AYU ARMAN–Doni Monardo

Penyangkalan risiko dan monopoli pemeriksaan menyebabkan kita gagal menangkal dan mendeteksi Covid-19 selama Januari-Februari 2020. Baru sejak awal Maret 2020, keberadaan korona mulai teridentifikasi di Indonesia. Kemudian pertengahan Maret 2020 kita mulai menganjurkan pembatasan fisik dan kemudian diperkuat menjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, setelah hampir sebulan dikeluarkannya anjuran menjaga jarak fisik dan berbagai kampanye lain, penyebaran Covid-19 meluas. Hingga Selasa (14/4) tercatat 459 korban jiwa, 426 orang sembuh, dan total orang yang terinfeksi 4.839 kasus. Angka ini dipastikan jauh dari realitas, karena minimnya pemeriksan korona di Indonesia.

Data tentang jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) korona, yang untuk pertama kali dibuka pada Selasa (14/4), sedikit menyingkap skala pandemi. Seperti disampaikan juru bicara pemerintah soal penanganan corona di Indonesia, Achmad Yurianto, jumlah ODP tercatat 139.137 orang dan PDP yang menunggu hasil tes dengan metode reaksi rantai polimerase atau PCR 10.482 orang.

Dengan besarnya skala pandemi, Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional pada Senin. Jadi penanganan korona bakal mengikuti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ini mengukuhkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo sebagai komandan operasi.

Doni sebenarnya telah menjadi Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, sejak pertengahan Maret lalu. Sejak itu pula, tentara aktif ini menginap di kantor. “Terhitung hari ini sudah satu bulan dua hari di kantor,” kata Doni. Berikut wawancara Kompas dengan Doni Monardo terkait kondisi Indonesia saat ini dan langkah yang akan dilakukan dalam peperangan melawan pandemi Covid-19.

Bagaimana evaluasi pelaksaaan PSBB?

PSBB di Jakarta baru dilakukan dan daerah-daerah lain menyusul. Namun, sejauh ini masih ada masalah koordinasi. Masih ada penumpukan di stasiun. Kalau kesadaran warga terhadap risiko, saya kira mulai meningkat. Masyarakat mulai menjaga jarak, tapi mereka terpaksa antre, terutama pada jam berangkat dan pulang kerja, karena sebagian kantor masih buka.

Masalah lain terkait sektor informal, mereka masih harus bekerja untuk hidup. Satu sisi kita sangat berharap mereka tidak mudik, namun kalau tidak mudik, mereka juga akan sulit bertahan hidup di Jakarta. Memang ada tunjangan dari pemerintah tetapi tidak akan cukup. Ini dilemanya.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Kepadatan kendaraan dari arah Jakarta menuju Pamulang di Jalan Dewi Sartika, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, sekitar pukul 17.28 WIB, Selasa (14/4/2020). Kota Tangerang Selatan bersama Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang akan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai upaya mencegah penularan Covid-19 mulai Sabtu (18/4/2020).

Seberapa serius ancaman Covid-19 di Indonesia?

Saat ini jelas sudah darurat dan mengkhawatirkan. Itu sebabnya ditetapkan sebagai bencana nasional. Namun tidak ada kata terlambat. Semua pihak harus bersatu untuk melawan Covid-19 ini. Jangan ada lagi yang meremehkan virus ini. Terbukti virus ini sangat berbahaya dan mengerikan, bisa menyerang siapa saja, terutama pada kelompok rentan, yaitu mereka yang yang lanjut usia dan memiliki penyakit bawaan. Ini yang harus dijaga.

Data Covid-19 selama ini tidak transparan sehingga masyarakat tidak memiliki gambaran sesungguhnya. Kenapa itu terjadi?

Memang sebelumnya masih ada masalah dengan data. Tetapi, Pak Presiden sudah memerintahkan agar data dibuka dengan transparan. Saya juga sudah mengingakan Kementerian Kesehatan untuk berani apa adanya agar semua orang menyadari bahaya virus ini. Sekarang kami mulai mengintegrasikan dengan membentuk posko bersama yang akan back up TNI dan Polri.

Apa makna Keppres 12/2020 bagi penanganan pandemi?

Ini akan memudahkan koordinasi. Dalam Pasal 50 UU Nomor 24 Tahun 2007, disebutkan jika ditetapkan bencana nasional harus ada kemudahan akses dalam pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik, imigrasi, cukai, dan karantina. Kalau kemarin agak susah, tergantung pada kementerian atau lembaga lain, sekarang kewenangan kami lebih luas, termasuk fungsi komando dan pelaksana.

Ke depan, kami akan memastikan gugus tugas daerah terintegrasi dengan pusat. Di provinsi maupun kabupaten akan dibentuk posko bersama. Selain itu, akan ada kemudahan perizinan, pengadaan barang atau jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban uang atau barang, penyelamatan dan komando untuk memerintahkan sektor atau lembaga.

Apakah ini akan signifikan mengatasi Covid-19 di Indonesia?

Tidak ada kata terlambat. Namun, harus diakui situasi saat ini memang berat. Virus sudah menyebar luas. Diakui banyak masalah sebelumnya, tetapi itu sudah jadi masa lalu. Kita harus berpikir ke depan, untuk menyelamatkan bangsa ini. Saya berharap kondisi tidak memburuk.

Apa tantangan utama saat ini?

Ada dua masalah pokok saat ini, yaitu APD (alat pengaman diri) medis yang langka dan pemeriksaan masih kurang. Untuk APD kita yakin bisa mengatasinya, sekalipun bahan baku dari luar, masih bisa kita usahakan dan dikerjakan di dalam negeri. Namun untuk pemeriksaan ini tidak mudah.

Di awal-awal kita keliru. Soal rapid test itu, tidak semua yang didatangkan berfungsi baik. Banyak mubazir. Ini yang mendatangkan ada BUMN (badan usaha milik negara), swasta, juga Kemenkes. Sekarang kami minta untuk divalidasi, mana yang hasilnya lumayan baik. Bagaimana pun PCR paling akurat, namun terbatas jumlahnya. Semua alat dan reagen kit dari impor, sedangkan semua negara saat ini juga membutuhkan.

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI–Petugas membersihkan alat pelindung diri setelah menggelar tes uji cepat di Balai Pendidikan dan Latihan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020). Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cirebon menyelenggarakan tes uji cepat untuk orang yang rentan terpapar Covid-19 pada Senin hingga Rabu (13-15/4/2020). Hingga kini lebih dari 190 orang yang dites karena punya riwayat kontak dengan warga Kota Cirebon yang meninggal dunia akibat Covid-19.

Penambahan alat PCR artinya juga harus menyiapkan sumber daya manusianya dan ini sedang kami lakukan. Total sudah ada 78 PCR tambahan yang disiapkan. Ada juga kerja sama dengan BUMN didukung Beijing Institute untuk membangun mesin PCR baru. Menteri Kesehatan sudah setuju akan dibangun di Balitbangkes. Namun ini butuh 2-3 minggu untuk menyiapkan semuanya. Diharapkan sudah bisa berjalan saat kita memasuki puncak Covid-19 sekitar 5 atau 6 minggu yang akan datang.

Bagaimana strategi untuk menekan jumlah kasus dan korban Covid-19?

Kalau kita gagal menahan sebaran Covid-19 ini, sistem rumah sakit kita tidak akan mampu menampung pasien. Tenaga medis kita juga sangat terbaas, 1 dokter melayani 1300 orang. Negara dengan layanan kesehatan rumah sakit lebih baik seperti Amerika Serikat saja kesulitan.

Satu-satunya jalan semua harus bersatu, tidak mungkin wabah ini diatasi oleh pemerintah. Apalagi, dana yang tersedia sangat terbatas. Misalnya, kita ingin tidak ada yang mudik. Untuk aparatur sipil negara dan pegawai yang memiliki gaji tetap bisa dilarang, tetapi sektor informal tidak bisa ditahan. Mereka akan difasilitasi pulang, namun wajib menaati aturan karantina 14 hari.

Ini basis di komunitas harus bergerak bersama hingga ke level RT. Dana desa juga bisa dipakai untuk membantu mengatasi ini. Di desa juga akan disiapkan program padat karya untuk mendukung mereka, seperti dijanjikan oleh Menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat).

Desa juga harus diperkuat sebagai basis sumber pangan kita karena kemungkinan ini akan panjang. Untuk sementara, cadangan pangan aman sampai empat bulan ke depan. Namun harus benar-benar di jaga, agar tidak gagal panen di musim depan. Jika tidak, akan ada bencana kelaparan.

Oleh AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 15 April 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB