CIRI dari kehidupan di dunia ini adalah ‘gerak’. Manusia, binatang, bahkan tumbuhan pun kalau diamati secara teliti selalu bergerak. Tapi apakah hanya benda hidup sajakah yang bergerak? Ternyata benda mati pun ada yang bergerak. Contohnya: planet bumi selalu berputar pada porosnya sehingga terjadi pergantian siang dan malam, demikian pula planet-planet lain. Dan tidak sampai di situ saja, benua-benua yang ada di bumi yang kita diami secara pelan tapi pasti bergerak dari tempatnya semula, walaupun waktu yang diperlukan berjuta-juta tahun.
Mengenai pergerakan benua ini, ada suatu teori yang sangat terkenal yang menjelaskan bagaimana benua bisa bergerak dari tempatnya semula. Seperti yang pernah dimuat dalam tulisannya saudara MB Iman Santoso pada KRM 18/2/90 halaman 6 dengan judul ‘Berburu Ozone yang bolong dikulkas terbesar di dunia di dalamnya disebut-sebut nama Wegener yang mengatakan, benua-benua pada mulanya saling berhubungan dan baru terpisah setelah berjuta-juta tahun. Namun siapakah sebenamya Wegener itu?
Jauh sebelum Wegener mengemukakan teorinya, pemikiran mengenai gerakan benua itu mulai terlintas di pertengahan abad ke-17, saat peta bumi mulai lebih cermat dibuat. Sir Francis Bacon, seorang negarawan dan filsuf dari Inggris memperhatikan lekukan garis pantai Samudra Atlantik. Ternyata kedua lekukan garis pantai Afrika Barat dan Amerika Selatan bagian timur sangat cocok dan saling mengisi seperti selembar koran yang dirobek kemudian digabungkan kembali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dua ratus tahun kemudian Antonio Snider dari Amerika juga menyebutkan, dimasa lalu semua benua tergabung menjadi satu. Benua itu terpisah-pisah saat terjadi Banjir besar, seperti tercatat dalam kitab suci. Baru di awal abad ke-20, Frank Taylor ahli geologi Amerika, tertarik dengan pemikiran lama. Pada tahun 1908 ia mengajukan suatu teori yang imajinatif bahwa kelima benua secara perlahan-lahan hanyut secara terpisah hingga terbentuk keadaan seperti sekarang ini.
Alfred Wegener, seorang ahli meteorologi, astronomi, dan geofisika dari Jerman, kemudian memunculkan kembali teori ‘Penghanyutan Benua’ kepada khalayak ramai. Ia, yang juga Bapak Teori Penghanyutan Benua, menulis buku yang berjudul ‘The Origin of Continents and Oceans‘ (1915).
Menurut Wegener, semua benua bergerak di atas permukaan bumi dan tetap bergerak hingga kini dan dimasa yang akan datang. Itulah inti teori penghanyutan benua. Berdasarkan teori ini semua benua berasal dari satu benua besar. Oleh Wegener benua besar itu dinamakan Pangea.
Dengan teorinya itu Wegener mendapat banyak kritikan dari rekan-rekan ilmuwan lainnya. Namun ia tetap tegar dengan pendiriannya. Bahkan untuk meyakinkan rekan-rekannya, sejak 1912 sampai meninggalnya pada 1930, Wegener mengumpulkan bukti-bukti yang dapat mendukung teorinya. Ia mengukur garis lintang dan bujur, membandingkan geologis dan paleontologis antar benua , dan juga meneliti keanehan klimatologis di masa lalu.
Di Greeriand, yang teletak di daerah kutub sekarang ini, Wegener menemukan fosil tumbuhan tropis. Di Brasil dan Afrika yang beriklim tropis, ia menemukan bekas-bekas pengikisan gletser. Melihat kenyataan ini, Wegener menafsirkan, dimasa lalu Greenland pernah beriklim tropis dan sebaliknya daerah Brasil dan Afrika pernah beriklim kutub. Wegener percaya bahwa perubahan iklim di ketiga daratan ini diakibatkan adanya proses penghanyutan benua.
Setelah Wegener tiada, teorinya hampir terlupakan. Baru di akhir Perang Dunia II, di Inggris, ditemukan alat Magnometer yang dapat mendeteksi medan magniet batuan. Dengan alat ini, maka ditemukan bukti pertama yang dianggap paling akurat oleh para ilmuwan yang bisa mendukung teori Wegener. Akhirnya teori Wegener kembali populer. Dengan memakai alat tersebut ahli geofisika Inggris SK Runcorn dapat menemukan lokasi kutub magnet bumi ketika batuan tersebut terbentuk. Selanjutnya Runcorn menemukan bahwa posisi kutub yang ditunjukkan batuan di Eropa berbeda dengan batuan dari Amerika Utara. Ternyata perbedaan posisi kedua kutub cocok dengan adanya perluasan Samudra Atlantik. Dan hasil eksperimennya ini ia menyimpulkan bahwa kedua benua tersebut pernah bersatu sebelum lautan memisahkan mereka.
Namun apa yang menyebabkan semua itu? Arthur Holmes. ahli geologi dari Scotlandia, menduga bahwa batuan panas yang mencair selalu keluar dari perut bumi. Kemudian batuan itu akan mendingin dan mengeras, selanjutnya ia akan masuk kembali ke perut bumi dan kembali ke keadaan semula, panas dan cair. Siklus ini oleh Holmes disebut arus konveksi, yang diduganya bisa menyebabkan benua bergerak.
Teori Hess
Pada 1961, seorang ahli geologi dari Princetown, Henry Hess mengembangkan teori Perluasan Dasar Samudra. Menurut Hess, pusat perluasan dasar samudra terletak jauh ditengah lautan. Di sebuah pematang yang terdiri dari gunung-gunung vulkanik di bawah permukaan air. Bentuk pematang itu memanjang dari Artik selatan menembus Samudra Atlantik kemudian ke Samudra Hindia dan akhirnya mengelilingi Samudra Pasifik. Salah satu pematang yang sudah banyak dipelajari adalah pematang yang terletak ditengah Samudra Atlantik yang disebut Mid-Atlantik.
Adanya arus konveksi, menyebabkan batuan panas dan mencair dan akhirnya naik melalui celah pematang dan mengisi retakan-retakan yang terdapat pada dinding celah tersebut. Ketika batuan tersebut mengeras, ia akan menjadi batuan vulkanik baru sebagai bagian dari kerak bumi. Di dasar samudra, batuan vulkanik baru ini akan mendorong batuan vulkanik lama menjauhi pematang. Sejalan dengan itu benua terdorong pula menjauhi pematang.
Dasar laut terus bertambah luas. Secara logika , seharusnya kerak bumi yang menjadi luas. Tetapi kenyataannya tidak. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa di suatu tempat terjadi pengurangan lapisan kerak bumi dengan kecepatan yang sama dengan penambahannya. Lempengan dan bagian kerak bumi yang bergerak secara terpisah dari pematang ternyata akan bertemu di palung laut, saling tumpeng-tindih. Bagian yang tertumpangi akan membentuk lekukan kebawah membentuk sudut 45° dan terus tenggelam ke dalam perut bumi. Palung laut yang dalam, terbentuk pada saat dimana lempeng mulai tenggelam.
Di dalam perut bumi, bagian lempeng kerak bumi yang tenggelam akan dipanaskan kembali, pecah, meleleh dan akhirnya diserap kembali oleh bumi. Pergeseran dan retaknya lempengan yang runtuh inilah yang menimbulkan bencana gempa bumi selama ini.
Dengan bukti-bukti yang ada para ilmuwan semakin yakin dan menerima teori penghanyutan benua Wegener sebagai suatu kenyataan. Dengan adanya teori perluasan dasar samudra dari Hess, maka kekurangan teori Wegener dapat dihilangkan. Menurut Wegener yang hanyut adalah benuanya. Namun hal ini diperbaiki oleh Hess yang mengatakan, yang bergerak sebenarnya bukan benuanya, tetapi lempeng atau plate yang mendukung benua. Karena itu para ahli geologi lebih menyukai istilah Plate Tektonik daripada penghanyutan benua. (KRM-WB Hariyoto)-
Sumber: Kedaulatan Rakyat, 25 Maret 1990