Hernia atau melemahnya dinding perut bisa diderita siapa saja, laki-laki, perempuan, dewasa, dan bayi. Di Indonesia, penanganan hernia masih banyak memakai metode bedah konvensional. Padahal, ada metode lebih baru, yakni bedah minimal invasif.
Menurut dokter spesialis bedah Sugandi Hardjanto, yang juga Direktur Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, hernia adalah penonjolan isi rongga perut, seperti usus, jaringan penyangga, dan ovarium. Itu karena, antara lain, dinding perut melemah.
Hal itu diperberat dengan sejumlah faktor lain, seperti usia lanjut, obesitas, trauma atau bekas luka operasi, riwayat keluarga dengan hernia, angkat beban berat, kehamilan, batuk lama, dan sering mengejan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Ketua Perhimpunan Hernia Indonesia Barlian Sutedja, meski hernia (dikenal turun berok) dianggap sepele, itu amat memengaruhi kondisi sosial dan ekonomi seseorang. Contohnya, menurunkan produktivitas kerja. (Kompas, 20 Juni 2014).
Sugandi menjelaskan, jenis hernia yang kerap ditemukan adalah hernia umbilicalis (pusar), incisonalis (bekas luka operasi), femoralis, epigastrica (ulu hati), dan diaphragmatica (sekat rongga badan) dengan hernia inguinalis menempati porsi 75 persen. Inguinal adalah daerah terbawah dinding perut atau daerah lipat paha. Mayoritas pasien hernia jenis ini adalah pria.
Hernia inguinal berupa benjolan di daerah lipat paha bisa menimbulkan rasa sakit saat benjolan itu masih kecil. Ketika hernia membesar, benjolan bergerak menuju scrotum (kantong buah zakar). ”Beberapa pasien yang menderita hernia jenis ini mengalami kejang dinding perut, muntah, sembelit,” ujarnya.
Penanganan hernia inguinalis hanya bisa dengan pembedahan. Kini ada dua macam prosedur bedah, yaitu bedah konvensional atau metode open dengan mesh graft dan bedah minimal invasif atau laparaskopi dengan jaring sentetis. Mesh graft atau sejenis jala dari bahan polipropilen atau poliester untuk memperkuat dinding perut di bagian titik lemah (defek), untuk menurunkan angka kekambuhan.
Bedah konvensional pada kasus itu, yaitu mengiris kulit di area hernia lapis demi lapis hingga ke titik lemah. Panjang irisan sekitar 5 sentimeter atau lebih. Lalu, hernia dikoreksi dan dipasang jala sentetis pada dinding perut depan.
Pada bedah minimal invasif hanya dibuat irisan 1 cm di bawah pusar untuk tempat masuknya teleskop yang dihubungkan kamera khusus untuk melihat daerah yang kena hernia. Kemudian dibuat dua irisan kecil lain berukuran 0,5 cm di dinding perut untuk memasukkan peralatan lain. Hernia bisa dikoreksi dan dipasang jala sintetis di dinding perut belakang.
Kelebihan metode bedah minimal invasif, di antaranya angka kekambuhan lebih kecil, rasa sakit minimal, dan pasien kembali beraktivitas lebih cepat. Bekas luka operasi juga lebih kecil. ”Waktu operasi hampir sama, sekitar satu jam, tetapi pasien lebih cepat pulih,” katanya.
Metode bedah konvensional dianjurkan untuk kasus rumit, seperti hernia scrotalis besar, hernia disertai infeksi. (RWN)
Sumber: Kompas, 10 Januari 2015