SHELL ECO-MARATHON ASIA 2015
Dua hari menjelang pelaksanaan kompetisi adu irit kendaraan, Shell Eco-Marathon Asia 2015 di Filipina, baru sebagian tim dari Indonesia tiba di Manila. Peserta yang terdiri atas mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi itu diharapkan mampu mengulang prestasi yang diraih periode sebelumnya.
Anita Setyorini, Social Investment Manager PT Shell Indonesia, Rabu (25/2), mengatakan, sebagian tim dari Indonesia sudah tiba di Manila. Mereka akan mulai bertanding pada 27 Februari di jalanan Luneta Road, Manila.
”Sebagian sudah tiba di Manila, Senin. Sebagian lagi berangkat malam ini. Kami harap mereka memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan unit kendaraan yang akan dicek ulang kondisinya oleh panitia,” kata Anita saat mendampingi wartawan yang akan meliput kompetisi tahunan keenam di Asia itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tahun ini, kontingen Indonesia berjumlah 23 tim dari 18 perguruan tinggi. Jumlah ini terbesar kedua setelah tim-tim tuan rumah Filipina. Lebih dari 130 tim yang berasal dari 17 negara di Asia dan Pasifik akan bersaing menunjukkan kemampuan menciptakan mobil paling irit dalam konsumsi bahan bakar.
Tahun ini, Indonesia diperkuat tim-tim baru, seperti perwakilan dari Universitas Negeri Jember, Universitas Tarumanagara, dan Universitas Negeri Jakarta. Mereka akan bersaing dengan tim-tim lain yang lebih berpengalaman.
Tim Sadewa Otto Universitas Indonesia tahun ini mengirimkan unit terbaiknya, Kalabia. Willy Chandra, anggota tim Sadewa Otto, menyatakan sangat siap mengikuti ajang di Filipina ini.
”Kami yakin dapat meningkatkan prestasi dari tahun lalu. Ada penyempurnaan pada unit kendaraan mengingat sirkuit menggunakan jalan raya, bukan sirkuit balap,” katanya. Willy telah tiba di Manila, Selasa.
Pada penyelenggaraan Shell Eco-Marathon Asia 2014, Indonesia memboyong empat gelar juara pertama di kategori Urban Concept. Peraih juara itu adalah tim 2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, (bidang bahan bakar diesel alternatif dengan capaian 152,4 km/liter), tim Horas Mesin Universitas Sumatera Utara (bensin alternatif dengan capaian 101,4 km/liter), tim Mesin Polnep Diesel Politeknik Pontianak (diesel solar dengan capaian 70,3 km/liter), dan tim Sadewa Otto Universitas Indonesia (bensin dengan capaian 301,7 km/liter).
Ichwan Susanto
Sumber: Kompas, 28 Februari 2015
——————–
Beberapa Tim Indonesia Terancam Gagal
Sebagian tim Indonesia belum lolos uji kelayakan teknis kendaraan menjelang Shell Eco Marathon Asia 2015 di Manila, Filipina. Jika hingga kesempatan terakhir tak dapat memenuhi syarat teknis, para mahasiswa itu tidak bisa melanjutkan kompetisi adu irit energi penggerak kendaraan tahunan tersebut.
Menurut pemantauan wartawan Kompas, Ichwan Susanto, Jumat (27/2), di Manila, Filipina, beberapa tim dari Indonesia belum lolos. Mereka adalah tim dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, dan Universitas Diponegoro Semarang. Mereka memiliki kesempatan sampai hari Minggu siang untuk mengatasi kekurangan kendaraan agar memenuhi syarat teknis.
“Baterai kami tak ada detektor suhu dan pemutus otomatisnya. Ternyata itu disyaratkan karena tahun lalu pernah ada baterai terbakar karena panas,” kata Yusra Sabila (21), Manajer Tim Bengawan I Universitas Sebelas Maret, kemarin sore.
Timnya mengikuti kompetisi kategori kendaraan prototipe dengan sumber energi penggerak dari baterai listrik. Kendala itu berusaha diatasi dengan memesan suku cadang kepada panitia.
Namun, hingga kemarin petang, suku cadang belum didapatkan. “Kata panitia, barangnya tak ada. Ini kami mau bantu cari, beli sendiri,” kata Pradityasari Purbaningrum, Bendahara Tim Bengawan 2 UNS.
Manajer Tim Antawirya Universitas Diponegoro Yogi Reza Ramadhan mengatakan, unit kendaraan dengan konsep urban berbahan bakar bensin terkendala teknis pengereman. Timnya memesan suku cadang ke panitia kompetisi.
Sementara itu, tim dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo belum memenuhi persyaratan dokumen manual kendaraan. Mereka akan mengikuti kategori prototipe baterai listrik.
Direktur Teknik Shell Eco Marathon Norman Koch mengatakan, tahap inspeksi teknis merupakan penentuan bagi peserta. Di tahap itu, ada 10 stasiun pengecekan sekitar 240 titik.
Kesalahan tim terbanyak terjadi saat pemeriksaan sabuk pengaman dan pengereman. “Sabuk pengaman dicek ketahanannya, bukan sekadar dekorasi kendaraan,” katanya.
Koch menjelaskan, persyaratan itu disusun sebagai perbaikan kompetisi sebelumnya. Persyaratan telah diberitahukan dan harus dipenuhi. “Kami tak ingin kendaraan sekadar irit, tetapi juga harus aman,” ujarnya.
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Februari 2015, di halaman 13 dengan judul “Beberapa Tim Indonesia Terancam Gagal”.