Dunia kerja sekarang mengharuskan ijazah dengan program studi yang terakreditasi. Jika tidak, kecil peluang bisa diterima bekerja. Karena itu, calon mahasiswa harus hati-hati dalam memilih perguruan tinggi agar tak kecewa di kemudian hari.
”Dari sekitar 3.000 perguruan tinggi negeri dan swasta, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi baru melakukan akreditasi terhadap sekitar 78 institusi perguruan tinggi,” kata Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) Kamanto Sunarto di Jakarta, Jumat (22/10).
Kamanto mengatakan, akreditasi program studi sekarang ini bersifat wajib dan untuk melakukan akreditasi tidak dibebani biaya. ”Akan tetapi, sejumlah perguruan tinggi terkesan kurang antusias mengajukan dokumen akreditasi,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akreditasi, lanjut Kamanto, merupakan upaya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan membangun sistem manajemen mutu pada program studi dan institusi perguruan tinggi.
Untuk melakukan akreditasi itu, sejak 1994, BAN PT merupakan satu-satunya lembaga nasional independen yang memiliki tugas melakukan akreditasi pada perguruan tinggi di Indonesia.
Khusus untuk akreditasi program studi, sampai 2010, sambung Kamanto, dari 10.650 program studi yang diakreditasi, sebanyak 1.423 di antaranya mendapat peringkat A, 5.272 program studi peringkat B, dan 3.829 peringkat C. Sebanyak 126 program studi lainnya tidak terakreditasi.
Menurut data, ada sekitar 15.000 program studi yang dibuka di 3.000 perguruan tinggi negeri maupun swasta dan kedinasan. Tahun 2010, ditargetkan 4.000 program studi bisa diakreditasi, tetapi ternyata perguruan tinggi hanya mengajukan 2.500 program studi untuk diakreditasi. ”Entah mengapa pengelola perguruan tinggi kurang antusias mengajukan akreditasi. Padahal, tidak dikenakan biaya dan kami juga sudah menjalin kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional,” ujarnya.
BAN PT, sambung Kamanto, tak bisa memaksa pengelola perguruan tinggi untuk mengajukan akreditasi. Namun, jika ingin dipercaya masyarakat, perguruan tinggi mestinya terakreditasi, baik institusi perguruan tingginya maupun program studinya.
Jumlah institusi dan program studi yang harus diakreditasi atau diakreditasi ulang, sambung Kamanto, selalu berubah. Ini disebabkan status akreditasi akan kedaluwarsa dalam lima tahun.
Di luar negeri harus bayar
Mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta Anna Suhaenah, yang juga anggota BAN PT, mengatakan, di luar negeri akreditasi yang sudah diberikan selalu dipantau. Adapun biaya untuk akreditasi cukup mahal. Di Jepang, misalnya, untuk biaya akreditasi setiap perguruan tinggi 2 juta yen dan untuk setiap program studi biayanya 250.000 yen.
”Meskipun mahal, pengelola perguruan tinggi sangat antusias mengajukan akreditasi. Di Indonesia, meskipun gratis, pengelola perguruan tinggi kurang berminat mengajukan akreditasi,” ujarnya. Biaya untuk akreditasi ini, di Indonesia, masuk anggaran BAN PT meskipun anggarannya terbatas.
Selain akreditasi perguruan tinggi dan program studi, BAN PT juga mengakreditasi program pendidikan profesi. Untuk program pendidikan profesi akuntan, misalnya, sudah dilakukan sejak 2008, sedangkan akreditasi pendidikan dokter dan dokter gigi sedang diujicobakan. Instrumen akreditasi program pendidikan perawat, bidan, apoteker, dan psikolog sedang disusun. (NAL)
Sumber: Kompas, Sabtu, 23 Oktober 2010 | 04:29 WIB