Jelang gerhana Bulan total pada Sabtu, 28 Juli 2018, dini hari WIB, langit malam bak teater besar. Berbagai obyek langit menarik akan menghiasi langit sejak Matahari terbenam Jumat (27/7/2018) petang hingga fajar menjelang. Sejumlah planet cantik, oposisi Mars, hujan meteor Delta Aquarid, berbagai rasi zodiak hingga semburat bintang-bintang di Galaksi Bimasakti akan muncul di langit.
KOMPAS/AGUS SUSANTO–Tiga fenomena gerhana Bulan total terjadi bersamaan dengan Bulan super di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (31/1/2018) pukul 21.09.
Namun, belum tentu semua obyek menarik itu akan bisa diamati. Bukan hanya karena persoalan awan atau polusi cahaya, Bulan purnama adalah ”musuh” terbesar para astronom. Sebagai obyek terterang di langit malam, cahaya Bulan, apalagi saat purnama, akan membuat obyek-obyek langit lain yang cahayanya lebih lemah akan menjadi sulit diamati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski demikian, tidak ada salahnya mencoba untuk mengamatinya sembari menunggu pertunjukan utamanya berlangsung, gerhana Bulan total yang akan mulai berlangsung lewat tengah malam.
STELLARIUM–Peta langit malam pada Jumat (27/7/2018) malam jelang terjadinya gerhana Bulan total 28 Juli 2018. Sejumlah planet, rasi dan Bimasakti akan ada di langit meski peluang terlihatnya obyek-obyek tersebut menjadi kecil akibat terangnya cahaya Bulan.
Gerhana Bulan penumbra akan mulai terjadi pukul 00.15. Perubahan warna piringan Bulan baru bisa diamati saat gerhana Bulan sebagian berlangsung pada pukul 01.24. Selanjutnya, Bulan sepenuhnya akan menjadi merah gelap saat gerhana total terjadi antara pukul 02.30 dan pukul 04.13. Setelah itu, Bulan akan berangsur berwarna kuning cerah kembali hingga terbenam.
Pilihan lokasi tentu akan membantu meningkatkan peluang terlihatnya obyek-obyek tersebut. Tempat yang jauh dari cahaya kota dan memiliki medan pandang luas, khususnya ke arah barat saat Bulan menjelang tenggelam, bisa jadi rujukan. Tak perlu teleskop atau binokuler, menyaksikan langit malam dengan mata telanjang pun sangat mengasyikkan.
Planet
Saat Matahari terbenam Jumat (27/7) petang, planet yang mudah dikenali adalah Venus. Posisinya berada pada ketinggian 35 derajat di dekat arah terbenamnya Matahari. Warnanya kuning cerah dan tidak berkedip sehingga Venus mudah diamati.
Nama Venus berasal dari nama Dewi Kecantikan dalam mitologi Romawi atau Aphrodite dalam mitologi Yunani. Masyarakat Jawa lebih mengenalnya sebagai Lintang Panjer Sore atau Lintang Panjer Rina, tergantung terlihatnya di awal malam atau sebelum Matahari terbit.
NASA/JPL-CALTECH–Atmosfer Venus yang padat membuat permukaan planet sulit dideteksi.
Venus akan selalu terlihat mengiringi terbenam atau terbitnya Matahari karena dia termasuk planet dalam yang bidang orbitnya berada di dalam orbit Bumi, sama seperti Merkurius. Kondisi itu membuat Venus tidak akan pernah terlihat tengah malam atau di atas kepala. Pada saat gerhana Bulan total nanti, Venus akan tenggelam pukul 21.30.
Selain Venus, bergeser ke arah timur, akan ada Jupiter. Di awal malam, planet terbesar di Tata Surya itu sudah berada di atas kepala. Meski tak seterang Venus, Jupiter tetap mudah ditemukan. Jika dilihat dengan teleskop atau binokuler, garis-garis coklat planet ini akan terlihat. Jupiter akan bergerak dengan diikuti empat satelit terbesarnya, yaitu Io, Callisto, Ganymede, dan Europa.
STELLARIUM–Pemodelan penampakan Jupiter bersama keempat satelitnya pada Jumat (27/7/2018) malam.
Saat ini, sudah ada 69 satelit Jupiter yang diketahui. Namun, baru 53 di antaranya yang sudah memiliki nama. Sisanya belum memiliki nama resmi atau masih dalam proses verifikasi.
Bergeser lagi ke arah timur akan ada planet tercantik di Tata Surya, Saturnus. Dengan menggunakan teleskop, tak hanya cincin cantik Saturnus yang terlihat, tetapi juga sejumlah satelitnya. Cincin Saturnus tersusun atas batuan dan es yang diduga sisa-sisa dari proses terbentuknya Tata Surya pada 4,6 miliar tahun lalu.
Sementara itu, planet lain yang akan terlihat sangat menarik bersamaan dengan gerhana Bulan total adalah Mars, si planet merah, tetangga sekaligus kembaran Bumi. Warnanya yang merah bak darah membuatnya dinamai Mars atau nama Dewa Perang Romawi. Namun, masyarakat Jawa menyebutnya sebagai Joko Belek yang mengacu pada belek alias sakit mata yang membuat biji mata memerah.
Komunikator astronomi dan pengelola situs astronomi populer langitselatan.com, Avivah Yamani, Kamis (12/7/2018), mengatakan, pada 27 Juli nanti, Mars akan mengalami oposisi, yaitu saat Matahari, Bumi, dan Mars berada dalam satu garis lurus. Posisi Matahari dan Mars akan saling berlawanan terhadap Bumi.
STELLARIUM–Pemodelan penampakan Saturnus beserta sejumlah satelitnya menjelang gerhana Bulan total 28 Juli 2018.
”Mars akan berpapasan dengan Bumi dalam perjalanannya mengelilingi Bumi,” kata Avivah.
Jika dilihat, tepat saat gerhana Bulan total 28 Juli berlangsung, Mars akan terlihat didekat Bulan. Setelah oposisi, Mars akan terlihat makin besar dan mencapai jarak terdekatnya dengan Bumi sejauh 57,7 juta kilometer pada 31 Juli 2018 pukul 14.50. Jarak terdekat itu membuat Mars akan terlihat lebih besar dibandingkan sebelumnya. Kondisi itu membuat Mars akan makin cerlang hingga mudah diamati.
Rasi dan bintang
Obyek langit yang juga bisa diamati menjelang gerhana Bulan total 28 Juli adalah berbagai rasi, termasuk rasi zodiak. Namun, untuk bisa mengamati rasi ini, Anda perlu mengenali bentuknya terlebih dahulu serta bintang terang yang bisa dijadikan petunjuk keberadaannya.
Sejumlah rasi yang akan terlihat sepanjang malam itu antara lain rasi Leo, Virgo, Libra, Scorpius, Sagittarius, Capricornus, Aquarius, Pisces, Taurus, dan Orion. Namun, di antara rasi tersebut yang mudah dikenali adalah Scorpius, Sagittarius, dan Orion.
Scorpius mudah dikenali karena bentuknya yang mirip kalajengking lengkap dengan capitnya di depan. Rasi ini juga punya bintang terang Antares yang bisa digunakan sebagai penanda. Saat tengah malam, rasi ini hampir tenggelam di ufuk barat.
STELLARIUM–Pemodelan posisi planet Mars saat puncak gerhana Bulan total, 28 Juli 2018 pukul 02.30. Ukuran tidak menggambarkan skala sebenarnya.
Sementara Sagittarius berbentuk mirip teko. Posisinya, tepat di belakang Scorpius. Saturnus akan terlihat di rasi ini.
STELLARIUM–Pemodelan posisi rasi Scorpius dan Sagittarius pada 28 Juli 2018 pukul 01.00.
Sementara Orion akan terlihat di arah timur sesaat sebelum fajar terbit atau menjelang akhir proses gerhana Bulan terjadi. Rasi ini di Jawa dikenal sebagai Lintang Luku atau Waluku. Jika bangsa Romawi menggambarkan rasi ini sebagai pemburu, orang Jawa mengenalnya sebagai alat bajak sawah atau luku.
Orion mudah dikenali dari tiga bintang berjajar di bagian tengahnya. Di dekat tiga bintang yang berjajar itu, ada bintang terang berwarna biru yang disebut Rigel dan bintang merah terang yang dinamai Betelgeuse. Kedua bintang yang masuk bagian rasi Orion itu termasuk dua bintang terterang di langit malam.
STELLARIUM–Pemodelan rasi Orion yang terlihat di arah timur setelah puncak gerhana Bulan total 28 Juli 2018 pukul 04.30.
Selain rasi-rasi tersebut, saat Jumat petang, di langit selatan akan terlihat susunan bintang yang berbentuk mirip salib. Itu adalah rasi Layang-layang, Ikan Pari, Salib Selatan, atau juga disebut rasi Gubuk Penceng. Kemunculan rasi bintang yang dijadikan penanda arah selatan oleh para pelaut ataupun penjelajah Eropa saat memulai penaklukan negara-negara timur menjadi penanda datangnya musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia.
Jika langit cukup gelap, di dekat rasi Layang-layang ada semburat bintik-bintik putih yang memanjang dari selatan ke utara. Itulah Galaksi Bimasakti. Masyarakat Barat menyebutnya sebagai Milkyway atau Jalur Susu karena taburannya yang berwarna putih.
Hujan meteor
Bersamaan dengan terjadinya gerhana Bulan total juga bersamaan dengan terjadinya puncak hujan meteor Delta Aquarid. Hujan meteor ini terjadi antara 12 Juli dan 23 Agustus serta akan mencapai puncaknya pada akhir Juli atau bersamaan dengan terjadinya Bulan purnama. Hujan meteor ini bisa disaksikan di belahan langit selatan.
”Bulan purnama yang terjadi pada 28 Juli akan menenggelamkan meteor-meteor yang redup itu,” tulis Bruce McClure dan Deborah Byrd di earthsky.com.
SKYANDTELESCOPE.COM–Penggambaran radian atau titik keluarnya meteor pada hujan meteor Delta Aquarid yang akan mencapai puncaknya pada akhir Juli 2018.
Selama puncak, diperkirakan ada 10-20 meteor setiap jamnya. Namun, meski melewati puncak, jumlah meteor yang terlihat diperkirakan tidak akan berubah drastis. Karena itu, hujan meteor itu bisa dilihat saat fase Bulan baru berikutnya pada 11 Agustus mendatang.
Meski demikian, gelapnya langit saat gerhana Bulan total terjadi selama 1 jam 43 menit antara pukul 02.30 dan 04.13 membuat peluang terlihatnya hujan meteor itu tetap ada. Terlebih lagi, gerhana Bulan kali ini termasuk gerhana Bulan sentral dan Bulan sedang berada pada titik terjauhnya dari Bumi (aphelion). Kondisi Bulan itu akan membuat warna piringan Bulan yang semula kuning cerah akan berubah menjadi merah gelap.–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 13 Juli 2018