Manajemen penanggulangan bencana di Bali menjadi percontohan daerah lain karena berhasil melibatkan swasta dalam upaya mitigasi. Selain menerbitkan sertifikasi siaga bencana untuk perhotelan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bali juga menjalin kesepakatan dengan hotel- hotel di kawasan pesisir agar menyediakan ruang evakuasi tsunami yang bisa diakses publik.
“Pelibatan swasta dalam penanggulangan bencana sangat penting, tetapi praktiknya tak mudah. BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Bali berhasil melakukannya. Ini BPBD terbaik di Indonesia,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho pada lokakarya penguatan kapasitas wartawan dalam penanggulangan bencana, Senin (18/4), di Denpasar.
Salah satu kunci keberhasilan BPBD di Bali karena diisi sumber daya dengan kapasitas baik di bidang kebencanaan. “Di daerah lain, BPBD identik dengan pejabat buangan dan diganti-ganti. Di Bali, BPBD ditangani baik, dapat anggaran memadai,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Bidang Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono juga mengapresiasi kinerja BPBD Bali. “Kami sudah membangun puluhan sirene tsunami di Indonesia, tetapi hanya BPBD Bali yang mau menerima dan merawat. Itu karena mereka menganggap penting sirene tsunami ini dan mau mengalokasikan anggaran perawatan,” ujarnya.
Selama ini, pengurangan risiko bencana masih kerap dilihat kalangan swasta Indonesia sebagai beban ekonomi, bukan investasi. Belum banyak pelaku wisata dan industri di kawasan rentan bencana terlibat dalam pengurangan risiko bencana. Bahkan, mereka cenderung menafikan kerentanan di wilayah mereka.
Daryono mencontohkan, belum lama pihaknya membuat sosialisasi kerentanan gempa dan tsunami di Pandeglang dan Anyer, Banten. Namun, justru muncul reaksi negatif dari pihak perhotelan. Alasannya, mengganggu arus wisatawan. “Pihak swasta masih banyak yang menolak informasi kerentanan daerahnya,” ujarnya.
Bali tergolong kawasan paling rentan terdampak gempa dan tsunami. “Ada dua zona kegempaan mengepung Bali, dari zona subduksi di selatan pulau dan sesar di utara,” ucapnya. Kawasan utara Bali berulang kali dilanda tsunami, tahun 1815, 1818, 1857, dan 1917.
Menurut Kepala Pusat Pengendalian Operasi BPBD Bali Gde Made Jaya Serata, kalangan swasta di Bali, khususnya pihak perhotelan, sudah menganggap penting mitigasi bencana tsunami. Pada 2014, sertifikasi siaga bencana diberikan kepada 23 hotel. Tahun 2015, ada 15 hotel yang mendapat sertifikat.
“Sertifikasi ini akan dievaluasi setiap tiga tahun dan gratis. Kami libatkan BMKG, dinas PU, dan berbagai pihak untuk sertifikasi ini,” ujar Jaya. (AIK)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Bali Percontohan Pelibatan Swasta”.