Bahan aditif dan pengawet untuk makanan diketahui menyebabkan penderita lebih sulit melawan penyakit flu. Bahan yang biasa digunakan untuk menstabilkan lemak dalam makanan ini juga menjadikan vaksin flu tidak efektif.
Kajian ini disampaikan Robert Freeborn dari Michigan State University di East Lansing pada pertemuan Biologi Eksperimental 2019, seperti dilaporkan sciencenews.org pada 8 April 2019. Percobaan terhadap tikus yang diberi makanan mengandung bahan aditif, tert-butylhydroquinone (tBHQ), membutuhkan tiga hari lebih lama untuk pulih dari flu dibandingkan tikus yang memakan makanan bebas tBHQ.
ARIEF RAHARDJO–Penggunaan bahan aditif dan pengawet bisa memicu kerentanan terhadap flu–Fotografer: ARIEF RAHARDJO
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Disebutkan, zat aditif tBHQ biasa digunakan membantu menstabilkan lemak dan pengawet untuk berbagai makanan, termasuk beberapa minyak goreng, produk daging beku, terutama fillet ikan, dan makanan olahan seperti kerupuk, keripik dan makanan ringan goreng lainnya.
“Produsen makanan umumnya tidak diharuskan untuk mencantumkan jenis zat aditif pada label, jadi sulit untuk mengetahui semua yang ada di dalamnya,” kata Freeborn.
Produsen makanan umumnya tidak diharuskan untuk mencantumkan jenis zat aditif pada label, jadi sulit untuk mengetahui semua yang ada di dalamnya.
Dalam percobaan terpisah, tikus yang tidak divaksinasi yang diberi tBHQ dalam makanan mereka memiliki lebih banyak virus influensa di paru-paru daripada tikus yang tidak memakannya. Pemakan tBHQ juga mengalami peradangan dan meningkatkan produksi lendir lebih dalam di paru-paru mereka daripada biasanya.
Para peneliti ini menduga, bahan aditif ini meningkatkan aktivitas protein sistem kekebalan yang disebut Nrf2. Dari kajian mereka, peningkatan aktivitas protein itu dapat mengurangi jumlah sel kekebalan melawan virus pada tikus.–AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 10 April 2019