Bahan Aditif Menyebabkan Lebih Rentan Flu

- Editor

Rabu, 10 April 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jajanan Pasar

Arief Rahardjo

Jajanan Pasar Arief Rahardjo

Bahan aditif dan pengawet untuk makanan diketahui menyebabkan penderita lebih sulit melawan penyakit flu. Bahan yang biasa digunakan untuk menstabilkan lemak dalam makanan ini juga menjadikan vaksin flu tidak efektif.

Kajian ini disampaikan Robert Freeborn dari Michigan State University di East Lansing pada pertemuan Biologi Eksperimental 2019, seperti dilaporkan sciencenews.org pada 8 April 2019. Percobaan terhadap tikus yang diberi makanan mengandung bahan aditif, tert-butylhydroquinone (tBHQ), membutuhkan tiga hari lebih lama untuk pulih dari flu dibandingkan tikus yang memakan makanan bebas tBHQ.

Jajanan Pasar–Arief Rahardjo

ARIEF RAHARDJO–Penggunaan bahan aditif dan pengawet bisa memicu kerentanan terhadap flu–Fotografer: ARIEF RAHARDJO

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Disebutkan, zat aditif tBHQ biasa digunakan membantu menstabilkan lemak dan pengawet untuk berbagai makanan, termasuk beberapa minyak goreng, produk daging beku, terutama fillet ikan, dan makanan olahan seperti kerupuk, keripik dan makanan ringan goreng lainnya.

“Produsen makanan umumnya tidak diharuskan untuk mencantumkan jenis zat aditif pada label, jadi sulit untuk mengetahui semua yang ada di dalamnya,” kata Freeborn.

Produsen makanan umumnya tidak diharuskan untuk mencantumkan jenis zat aditif pada label, jadi sulit untuk mengetahui semua yang ada di dalamnya.

Dalam percobaan terpisah, tikus yang tidak divaksinasi yang diberi tBHQ dalam makanan mereka memiliki lebih banyak virus influensa di paru-paru daripada tikus yang tidak memakannya. Pemakan tBHQ juga mengalami peradangan dan meningkatkan produksi lendir lebih dalam di paru-paru mereka daripada biasanya.

Para peneliti ini menduga, bahan aditif ini meningkatkan aktivitas protein sistem kekebalan yang disebut Nrf2. Dari kajian mereka, peningkatan aktivitas protein itu dapat mengurangi jumlah sel kekebalan melawan virus pada tikus.–AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 10 April 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB