Tim pemantau badak di Kutai Barat, Kalimantan Timur, memerangkap seekor badak sumatera. Kini, badak itu menempati kandang sementara atau boma berukuran 50 meter persegi.
Fauna dilindungi yang pernah dinyatakan punah di Kalimantan sejak 50 tahun lalu itu perlu segera dipindahkan ke lokasi lebih luas dan aman. Hal itu dilakukan untuk menghindari badak tersebut stres atau telanjur jinak karena terlalu lama berinteraksi dengan manusia.
”Paling lama dua bulan harus dipindah ke tempat lebih luas,” kata Widodo Ramono, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia, Senin (21/3), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar bersama WWF Indonesia memberikan keterangan pers terkait temuan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di hutan Kutai Barat. Badak itu diperangkap pada 12 Maret 2016. Otoritas lokal sempat tidak membuka lokasi badak, khawatir mengundang perburuan.
Badak betina remaja berusia 4-5 tahun yang terperangkap itu pernah teridentifikasi kamera tersembunyi. Saat ditemukan dalam perangkap, satu kaki badak itu terikat nilon. Diduga badak seberat 900 kilogram, tinggi 1,3 meter, dan panjang 2,5 meter itu terkena jerat babi yang terputus.
Kamera tersembunyi yang dipasang sejak Oktober 2015 mengidentifikasi tiga individu betina. Dua di antaranya induk dan anakan betina.
Namun, dari analisis jejak kaki, tim mengalkulasi ada 8-20 badak sumatera. KLHK mengeluarkan angka resmi 15 ekor. Di hutan Kutai Barat itu ada tiga kantong badak di areal yang terjepit perkebunan dan tambang.
Menurut rencana, badak itu akan dipindahkan (translokasi) ke suaka di hutan lindung (5.000 hektar) dan areal penggunaan lain (1.000 hektar) bekas areal tambang PT Kelian Equatorial Mining (KEM). Perusahaan emas itu selesai beroperasi pada 2004 walau kontrak karya sampai 2022.
ARSIP WWF INDONESIA–Kerja sama tim WWF Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akademisi, serta pemerintah daerah di Kalimantan Timur membuahkan bukti fisik keberadaan badak sumatera di Kalimantan, khususnya di Kutai Barat, Kalimantan Timur. Sejauh ini, lokasi itu menjadi habitat 15 badak. Satu di antaranya berhasil ditangkap sebelum dipindahkan ke suaka agar bisa ditingkatkan populasinya sekaligus dipelajari. Tampak badak betina remaja berusia 4-5 tahun di kandang sementara sambil menunggu kesiapan lokasi suaka.
Meski merupakan bekas konsesi tambang, hutan itu dinilai masih bagus. ”Selama ini dijaga PT Hutan Lindung Kelian Lestari yang dibentuk PT KEM untuk menjaga bekas tambang,” kata Meril Elisa, Asisten II Bupati Kutai Barat.
Lokasi pemindahan
Siti mengatakan, lokasi pemindahan badak tak jadi masalah. ”Itu status (hutan) di konsesi. Perusahaan sudah setuju. Kami dan pemda diskusi terus. Daerah sangat mendukung dan bilang agar badak jangan dipindahkan dari Kalimantan,” tuturnya.
Ia mempertimbangkan lokasi habitat badak itu ditingkatkan menjadi hutan konservasi. Dengan peningkatan itu, kawasan lebih terkelola dan terlindungi.
Siti juga meminta bantuan Panglima TNI mengizinkan penggunaan helikopter militer untuk mengangkut badak seberat 900 kilogram itu. Jalur udara dipilih karena efisien waktu dan jarak lokasi boma dengan translokasi sejauh 150 kilometer.
CEO WWF Indonesia Efransjah mengatakan, badak sumatera di Kalimantan merupakan badak yang selamat dari pencairan es, mengacu pada sejarah terpisahnya Pulau Sumatera dan Kalimantan. Ia menunjukkan keberadaan gajah sumatera di Kalimantan yang bertubuh kerdil. Di luar kisah bahwa gajah itu dulunya hadiah bagi kerajaan lokal, temuan itu tambahan bukti Pulau Sumatera-Kalimantan pernah bersatu.
Sifatnya yang soliter dan monogamus (satu pasangan) membuat badak secara biologis sulit berkembang. Itu diperberat umur badak yang hanya mencapai 35 tahun, memasuki masa reproduksi 7 tahun, masa kehamilan 15-16 bulan, satu anakan per kehamilan, dan masa mengasuh anak 1,5-2 tahun.
Badak sumatera dan badak jawa (Rhinoceros sondaicus) yang dimiliki Indonesia merupakan bagian dari lima jenis badak di dunia. Habitat badak jawa atau badak bercula satu kini hanya di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.
Siti mengatakan, survei KLHK menunjukkan ada 57 spesies badak jawa di Ujung Kulon. ”Kabar baiknya, ada tujuh ekor badak lahir di sana,” ujarnya.
Menurut rencana, dalam waktu dekat, Presiden Joko Widodo akan memberi nama keempat bayi badak itu dan sisanya oleh pemda. KLHK gembira dengan kelahiran tujuh bayi badak itu karena tiap tahun KLHK wajib meningkatkan 10 persen populasi badak di habitatnya.
Secara fisik, pandangan badak rabun, tetapi memiliki indera penciuman tajam dan pendengaran sensitif. Satwa itu menandai arealnya dengan feses dan urine. (ICH/C11)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Maret 2016, di halaman 14 dengan judul “Badak di Kalimantan Masuk Perangkap”.