Selama ini cungkup pelindung muatan roket (payload fairing) akan dibuang setelah muatan berhasil dikirim hingga ketinggian tertentu. Kini cungkup itu berpeluang untuk digunakan kembali sehingga bisa menghemat biaya peluncuran roket yang besar.
Teknologi roket peluncur milik SpaceX memasuki babak baru. Jika sebelumnya hanya roket pendorong (booster) yang bisa digunakan kembali, kini cungkup pelindung muatan di bagian atas roket atau payload fairing berpeluang untuk dipakai lagi.
SPACE.COM/SPACEX–Satu bagian cungkup pelindung muatan roket (payload fairing) dari roket peluncur Falcon Heavy yang berhasil ditangkap jaring di kapal Ms Tree milik SpaceX, Selasa (25/6/2019). Keberhasilan penangkapan cungkup roket itu memungkinkan cungkup itu untuk digunakan kembali sehingga akan makin menghemat biaya peluncuran satelit dan wahana antariksa lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Cungkup pelindung muatan roket menjadi salah satu bagian penting roket peluncur. Di bagian itu terletak muatan roket seperti satelit, aneka wahana antariksa, hingga antariksawan yang akan dikirim ke Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS).
Demi pertimbangan aerodinamika, cungkup umumnya berbentuk kerucut. Fungsi bagian itu mirip dengan hidung pesawat terbang. Bagian inilah yang membelah atmosfer saat roket peluncur bergerak ke atas dengan kecepatan tinggi hingga mengalami tekanan dan pemanasan amat kuat.
Selama ini, saat muatan roket mencapai ketinggian tertentu di luar angkasa, cungkup roket akan membuka menjadi dua bagian. Lalu cungkup akan dibuang dan jatuh di wilayah yang dinilai aman dan tak berpenghuni, umumnya di lautan.
Namun dalam peluncuran 24 satelit memakai roket Falcon Heavy milik SpaceX dari Bandar Antariksa Kennedy di Tanjung Canaveral, Florida, Amerika Serikat, Selasa (25/6/2019), salah satu cungkup roket yang jatuh di Samudra Atlantik itu berhasil ditangkap lagi. Satu cungkup yang lain jatuh ke laut.
Penangkapan salah satu cungkup itu dilakukan dengan memakai jaring besar yang diletakkan pada kapal laut milik SpaceX yang dinamakan Ms Tree. Sebelumnya, dalam proses uji coba penangkapan cungkup roket pada April 2019, kapal itu disebut Mr Steven.
Agar cungkup jatuh di atas jaring dengan lembut dan terkendali, tak jatuh ke laut, cungkup dilengkapi dengan parasut dan mesin pendorong kecil. Upaya menghindarkan cungkup jatuh ke laut itu dinilai penting demi menghindarkan cungkup dari korosi.
Jika cungkup berkarat, peluang cungkup untuk digunakan kembali hampir tidak ada. Karat akan meningkatkan risiko dan keselamatan roket peluncur dan muatannya saat digunakan kembali. Itu sama saja dengan membuang percuma uang berjumlah besar mengingat nilai muatan roket dan biaya peluncuran roket tidak murah.
”Penangkapan cungkup roket sebelum mengenai air laut yang bersifat korosif adalah upaya penting agar cungkup bisa digunakan kembali, serta menghemat biaya peluncuran,” kata Pimpinan Eksekutif Tertinggi (CEO) SpaceX Elon Musk seperti dikutip Space.com, Kamis (27/6).
Selama ini, penggunaan kembali cungkup pelindung muatan roket itu diupayakan para perekayasa karena akan menghemat biaya peluncuran roket cukup besar. Harga satu cungkup roket untuk Falcon 9 atau Falcon Heavy bisa mencapai 6 juta dollar AS atau sekitar Rp 84 miliar dengan kurs Rp 14.000 per dollar AS.
Inovasi
Keberhasilan penangkapan kembali cungkup roket agar bisa digunakan kembali itu menambah kesuksesan inovasi teknologi antariksa yang dikembangkan SpaceX. Perusahaan swasta itu berhasil mengambil peran signifikan di tengah dominasi lembaga negara dalam pengiriman misi ke luar angkasa.
Sebelumnya, SpaceX berhasil mengembalikan roket pendorong yang telah menyelesaikan tugasnya untuk kembali ke Bumi, baik di daratan maupun di atas tongkang yang diletakkan di atas laut. Roket pendorong itu merupakan bagian dari roket peluncur Falcon 9 dan Falcon Heavy.
Kini, roket pendorong yang bisa dikembalikan ke bumi itu digunakan kembali untuk peluncuran berikut. Kesuksesan itu menjadikan SpaceX sebagai satu-satunya lembaga pengiriman misi ke luar angkasa yang memiliki teknologi roket yang bisa digunakan kembali.
SpaceX juga berhasil menguji Crew Dragon, wahana pengirim antariksawan ke ISS pada Maret 2019. Crew Dragon diharapkan mengurangi ketergantungan dunia pada wahana Soyuz milik Badan Antariksa Rusia (Roscosmos) yang jadi tulang punggung pengiriman antariksawan ke ISS sejak pesawat ulang alik Atlantis milik Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) pensiun pada 2011.
Di luar itu, SpaceX memiliki berbagai program pemanfaatan teknologi antariksa yang menawan. SpaceX juga jadi lembaga utama yang serius mengirim manusia ke Mars.
Meski banyak pihak meragukan ambisi SpaceX, keraguan itu selangkah demi selangkah dijawab SpaceX dengan berbagai inovasi. Meski banyak mengalami kegagalan, keberhasilan yang diraih dalam tiap inovasinya membuat perusahaan yang digawangi banyak talenta muda itu percaya diri mewujudkan cita-cita mengolonisasi planet merah.–M ZAID WAHYUDI
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 28 Juni 2019