Kebakaran hutan memiliki dampak permanen di atmosfer. Untuk pertama kali, para ilmuwan membuktikan asap kebakaran hutan membentuk awan raksasa pyrocumulonimbus yang bisa bertahan selama berbulan-bulan dan merusak lapisan ozon.
Udara dingin yang lebih dekat ke permukaan Bumi biasanya membuat asap tidak bisa naik terlalu tinggi. Namun radiasi matahari bisa memanaskan jelaga dan membantunya mencapai ketinggian. Dengan pantauan satelit, balon cuaca, dan penginderaan jauh berbasis darat, tim peneliti gabungan dari sejumlah perguruan tinggi berhasil melacak asap dari kebakaran hutan hingga di atmosfer. Kajian ini dilaporkan di jurnal Science pada 9 Agustus 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
DOKUMEN BPBD KOTA BATU–Petugas sedang memadamkan api yang membakar lahan di lereng Gunung Arjuna tepatnya di wilayah Taman Hutan Raya R Soerjo di Batu, Jawa Timur, Minggu (28/7/2019). DOKUMEN BPBD KOTA BATU
Dalam kajian tersebut disebutkan, asap dari kebakaran hutan di Kanada Barat dan Pasifik Barat Laut Amerika Serikat pada musim panas 2017 telah menciptakan awan badai raksasa pyrocumulonimbus atau pyroCb. Dalam dua bulan, awan-awan ini membawa asap setinggi 12-23 kilometer ke atas ke stratosfer. “Asap bertahan di stratosfer selama sekitar delapan bulan,” kata Pengfei Yu, ilmuwan iklim dRi Universitas Jinan di Guangzhou, China, yang terlibat penelitian ini.
Alan Robock, ilmuwan iklim dari Rutgers University di New Brunswick, Kanada mengatakan, asap kebakaran hutan di stratosfer memiliki konsekuensi iklim berjangkauan panjang dan tahan lama, termasuk menghalangi sinar matahari dan memengaruhi ozon. “Memahami nasib partikel asap pada di atmosfer ini amat penting untuk penelitian iklim,” kata Yafang Cheng, ahli kimia atmosfer di Institut Max Planck, Jerman.
Semakin lama asap berada di stratosfer, semakin banyak waktu komponen organik dalam lapisan asap untuk menyerap sinar matahari atau memantulkannya kembali ke ruang angkasa. Asap ini dapat merusak lapisan ozon, yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet, dengan dua cara berbeda.
“Yang paling segera, ketika asap miskin ozon naik ke stratosfer, itu mendorong keluar udara kaya ozon, menyebabkan hilangnya sementara ozon di daerah itu,” kata Yu. Dengan memakai satelit CALIPSO, tim Yu mengukur hilangnya ozon hingga 50 persen di bagian Kanada selama kebakaran tahun 2017.
Ketika asap miskin ozon naik ke stratosfer, itu mendorong keluar udara yang kaya ozon, menyebabkan hilangnya sementara ozon di daerah itu.
Selain itu, reaksi kimia akibat kebakaran hutan dengan uap air bisa melepaskan molekul hidrogen oksida yang dapat merusak ozon. “Risiko hilangnya ozon terbukti meningkat jika lebih banyak asap mencapai stratosfer. Namun, seberapa signifikan kehilangan ozon itu masih kami kaji lebih lanjut,” kata Michael Fromm, ahli meteorologi di Naval Research Laboratory di Washington, yang terlibat dalam kajian ini.
Mengingat perubahan iklim meningkatkan intensitas kekeringan dan titik panas, diperkirakan semakin banyak pyroCb yang mencapai stratosfer dan menjadi salah satu faktor signifikan yang merusak ozon.
Asap dari Indonesia
Data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, jumlah titik panas dan sebaran asap terdeteksi di banyak daerah dengan tren meningkat. Namun demikian, berdasarkan data sebaran asap dari pantaian satelit Himawari-8, belum ada asap yang keluar dari wilayah batas negara atau transboundary haze.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG A Fachri Radjab mengatakan, asap terdeteksi di Riau dan Kalimantan Tengah. Berdasarkan data sebaran asap dari pantauan satelit Himawari-8 pada 9 Agustus 2019, belum ada asap yang keluar dari wilayah batas wilayah hingga ke negara tetangga. Arah angin di Riau dan Kalimantan Tengah ini mengarah dari tenggara ke barat laut.
Sementara dilihat data citra satelit ASEAN Specialized Meteorological Centre (ASMC) pada 8 Agustus 2019, ada 3 titik panas di wilayah Malaysia yang berpotensi memperburuk kualitas udara di wilayah tersebut. Jadi, polusi udara di Malaysia dipicu oleh kebakaran dari wilayah mereka sendiri.
Berdasarkan citra satelit modis-catalog.lapan.go.id periode 24 jam terakhir, jumlah titik panas dengan kateogri tinggi atau tingkat kepercayaan di atas 80 persen di wilayah Sumatera dan Kalimatan, yaitu Aceh 10 titik, Jambi 8, Lampung 1, Riau 56, Sumatera Selatan 1, dan Sumatera Utara 3.
Titik panas di wilayah Kalimantan teridentifkasi di wilayah Kalimantan Barat 27, Kalimantan Selatan 2, dan Kalimantan Tengah 29.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 12 Agustus 2019