Presiden Joko Widodo menghadiri pengukuhan K.H. Asep Saifuddin Chalim sebagai guru besar bidang sosiologi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel di Kota Surabaya, Jawa Timur. Siapakah Kiai Asep Saifuddin itu?
DOK SETPRES–Presiden Jokowi menyalami Kiai Asep Saifuddin seusai pengukuhan Guru Besar di Universitas islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/2/2020).
Presiden Joko Widodo menghadiri pengukuhan K.H. Asep Saifuddin Chalim sebagai guru besar bidang sosiologi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel di Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/2/2020) pagi. Seusai pengukuhan Kiai Asep Saifuddin di UIN Sunan Ampel, Presiden Jokowi memberikan sambutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi tak hanya memberikan selamat atas pengukuhan guru besar tersebut, tetapi juga memaparkan peran Kiai Asep selama ini. Menurut Presiden Jokowi, guru besar adalah bentuk pengakuan akademik tertinggi atas kontribusi Kiai Asep mengembangkan studi Islam dan model pendidikan yang inovatif untuk membangun umat dan bangsa.
“Saya ikuti terus perjuangan beliau. Bapak Kiai Asep mengembangkan dan mewujudkan manusia unggul dan berakhlakul karimah. Bukan hanya lewat pemikiran-pemikiran di banyak kesempatan, tetapi yang lebih penting lagi lewat kiprah dan karya yang diciptakannya,” kata Presiden Jokowi, sebagaimana tertulis dalam penjelasan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Sabtu malam.
Dalam acara itu, Presiden Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Rektor UIN Sunan Ampel Prof. Masdar Hilmy, dan Staf Khusus Presiden Sukardi Rinakit.
“Aswaja”
Salah satu karyanya yaitu buku berjudul “Aswaja” atau akronim dari Ahlussunah wal Jamaah, yang menurut mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu, merupakan buku yang sangat apik dan menekankan pentingnya pendidikan keagamaan yang benar dalam keluarga. “(Buku itu) Supaya kita terhindar dari pemikiran dan kepercayaan yang menyimpang di tengah derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi saat ini,” ujarnya.
Perkembangan dunia saat ini, lanjut Kepala Negara, tidak hanya mempengaruhi perilaku keagamaan seseorang, tetapi juga pada kepercayaan seseorang pada sebuah sistem ideologi, tata negara dan kehidupan sosial. Saat ini gerakan-gerakan ekstremis muncul yang bahkan memicu peperangan dan konflik di beberapa negara.
“Di sinilah pendidikan moderasi yang dianut warga NU dan yang dikembangkan Kiai Asep sangat relevan untuk kita aplikasikan,” ungkapnya.
Pendidikan moderasi tersebut ialah pendidikan yang mengusung nilai dan karakter tawassuth (bersikap moderat), tawazzun (bersikap seimbang), i’tidal (bersikap adil), dan tasamuh (bersikap toleran). Presiden memandang, nilai-nilai dan karakter tersebut menjadi kekuatan pendidikan dalam menjaga Pancasila dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, merawat persatuan dan kesatuan bangsa, serta membangun masyarakat yang madani.
“Saya juga menyaksikan kiprah dan karya nyata Kiai Asep di masyarakat. Bapak Kiai membangun pesantren dari nol sampai menjadi pesantren besar seperti sekarang ini, Pesantren Amanatul Ummah di Siwalankerto dan di Pacet. Saya pernah kesana, dan sekarang informasi yang saya dapatkan sudah memiliki lebih dari 10 ribu santri,” papar Presiden lagi.
Tidak hanya itu, Kiai Asep juga mendirikan sebuah institut yang membuka layanan pendidikan sarjana dan pascasarjana, yang sebagian mahasiswanya berasal dari beberapa negara, yang memberikan banyak beasiswa, dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan kepada mahasiswanya.
Kiai Asep juga dikenal memiliki perhatian besar untuk meningkatkan kualitas guru dan pesantren. Menurut Presiden, sebagai Ketua Umum Persatuan Guru NU (Pergunu), banyak program dan inovasi yang dilakukan Kiai Asep, seperti pengembangan metode pembelajaran dan peningkatan fasilitas pesantren, serta penguatan keterampilan bagi para guru dan santri.
“Saya dengar anggota Pergunu juga didorong untuk membuat gerakan teacher-preneur, pemberdayaan komunitas berbasis ekonomi kerakyatan, menerapkan kearifan lokal, dan sudah memanfaatkan teknologi digital. Ini semua adalah kiprah yang layak kita apresiasi,” jelas Presiden Jokowi lagi.
Anak pendiri NU
Lebih jauh, Presiden Jokowi menilai, pemikiran, kiprah, dan karya Kiai Asep membangun umat dan dalam membangun sumber daya manusia (SDM) bangsa yang unggul sangat selaras dengan agenda besar bangsa Indonesia sekarang ini, yaitu pembangunan sumber daya manusia.
“Kita ingin SDM Indonesia mampu menghadapi tantangan dunia saat ini. Kita ingin SDM Indonesia semakin unggul dan kompetitif sehingga mampu menjadi motor penggerak transformasi bangsa mewujudkan Indonesia Maju,” tandasnya.
Sementara itu, Kiai Asep dalam pidato pengukuhannya model pendidikan untuk mengatasi tantangan masalah kini dan masa mendatang di tengah globalisasi.
DOK. SETPRES–Presiden Jokowi bersama Rektor UIN Sunan Ampel Prof. Masdar Hilmy, Sabtu (29/2/2020) sebelum pengukuhan Guru Besar Kiai Asep.
Informasi yang diterima Kompas di Istana, dengan pengukuhan Guru Besar UIN Sunan Ampel itu, Kiai Asep, yang pernah menjadi penasehat Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN)–salah satu jaringan pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin saat pemilihan Presiden 2019– dapat mengajar di Institut KH Abdul Chalim yang didirikan di kompleks Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Mojokerto dengan program Strata Tiga (S3)-nya.
Kiai Asep sendiri adalah putra dari KH Abdullah Chalim Leuwimunding yang dikenal juga sebagai salah satu muassis (pendiri) Nadhlatul Ulama (NU) yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Seperti dicatat dalam situs NU Oline https://www.nu.or.id/post/read/88176/inilah-kiai-kiai-yang-mendirikan-nu, Kiai Abdullah Chalim ikut menghadiri pertemuan di kediaman KH Wahab Hasbullah di Kertopaten, Surabaya pada 16 Rajab 1344 H atau pada 31 Januari 1926. Pertemuan untuk membentuk Komite Hijaz, yang menjadi cikal bakal terbentuknya NU. (*)
Oleh SUHARTONO
Editor: SUHARTONO
Sumber: Kompas, 1 Maret 2020