Teknologi budidaya polikultur meluas penerapannya di berbagai daerah. Pengenalan teknologi itu diterima masyarakat karena terbukti meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani, mengatasi masalah hama dan pencemaran lingkungan, mengoptimalkan pemanfaatan lahan, dan menekan konversi lahan.
Hal itu dikemukakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Achmad Poernomo dan jajarannya seusai kunjungan kerja ke Sleman, Yogyakarta, Kamis (12/3), dan Catur Pramono Adi, Kepala Bidang Pelayanan Teknis Balitbang KP di Subang, Jabar, Jumat (13/3), saat dihubungi dari Jakarta.
Di Blanakan Subang, Jawa Barat, teknik polikultur diterapkan pada lahan tambak seluas 8.000 hektar. “Di daerah payau itu berhasil budidaya udang windu, bandeng, dan rumput laut dalam tambak, masing-masing ukuran satu hektar,” kata Catur.
Di tiap tambak, ditebar 200 benih bandeng dan 2.000 benih udang, dan dua ton rumput laut ditanami. Tiga komoditas itu dipanen dalam 4 bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keberadaan tiga komoditas itu saling menguntungkan. Udang dan bandeng akan makan gulma yang tumbuh sekitar rumput laut. Adapun rumput laut berfungsi menyaring air di tambak agar tetap bersih. “Sisa pakan bandeng di dasar tambak akan dimakan udang,” ujar Syamsudin, Manajer Klinik Iptek Mina Bisnis (Kimbis) Subang.
Di lokasi itu, terutama di Desa Langen Sari, diterapkan pula pola wana mina yakni di bagian tengah dan sekeliling tambak ditanami mangrove. Keberadaan perakaran mangrove jenis api-api dan rizopora, simbiosis mutualisme dengan biota di tambak.
Guguran dedaunan jadi sumber hara dan pakan ikan. Perakarannya menyuplai oksigen bagi ikan dan udang. Dari 600 pohon per hektar, menghasilkan 30 kilogram tiap panen. Buah itu diolah jadi selai dan sirup.
“Budidaya itu memberdayakan sekitar 160 nelayan petambak dan pengolah produk perikanan di kabupaten ini,” kata Mei Dwi Erlina, Penanggung Jawab Kimbis Subang.
Ugadi
“Teknik memadukan perikanan dan pertanian di satu lahan berhasil dikembangkan untuk budidaya udang galah dan padi atau Ugadi di Sleman,” kata Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Achmad Poernomo, Rabu (11/3), seusai melepas benih perdana udang galah varietas unggul di Sleman, Yogyakarta.
“Dengan metode Ugadi, diharapkan alih fungsi lahan sawah berkurang, dan mengoptimalkan fungsi sawah irigasi, meningkatkan produktivitas pembudidaya, dan mewujudkan kedaulatan pangan nasional,” ujarnya.
Udang galah yang ditanam bersama padi diharapkan sebagai agen pengendalian serangga hama dan gulma di areal persawahan untuk menambah hasil panen berupa udang galah.
Udang galah dipilih karena punya toleransi lingkungan luas, mampu tumbuh baik di air tawar dan air bersalinitas di bawah 15, dan punya toleransi luas terhadap suhu. Prinsip pertanian terpadu adalah memanfaatkan efek sinergis kegiatan pertanian terpadu, dan konservasi. (YUN)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Maret 2015, di halaman 14 dengan judul “Aplikasi Sistem Polikultur Meluas”.