Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggencarkan fitur pelacakan riwayat bepergian orang untuk mencegah penularan Covid-19. Fitur itu masih kurang dipahami warga.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA—Tampilan fitur pelacakan riwayat bepergian dalam aplikasi JAKI, Senin (12/10/2020).
Teknologi pelacakan riwayat bepergian untuk mencegah penularan pandemi Covid-19 belum banyak dimanfaatkan warga. Meski sejumlah fitur makin mutakhir, aplikasi ini belum ramah pada penggunanya. Sebagian dari mereka merasa kerepotan menggunakan aplikasi itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama tujuh bulan pandemi Covid-19, pemerintah menggencarkan penggunaan fitur pelacakan riwayat bepergian dan kontak fisik lewat ponsel. Aplikasi ini meliputi PeduliLindungi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta aplikasi JAKI dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Walakin, antusiasme warga menggunakan aplikasi tersebut belum maksimal. Pantauan Kompas, Senin (12/10/2020), sebagian warga tidak pernah lagi menggunakan aplikasi tersebut. Padahal, sebelumnya sebagian dari mereka pernah mengunduh aplikasi pelacakan itu.
Sumardjo (50), dosen perguruan tinggi di bilangan Grogol, Jakarta Barat, mengunduh aplikasi PeduliLindungi pada Agustus silam. Penggunaan aplikasi yang mensyaratkan perangkat bluetooth agar tetap menyala itu membuat baterai ponselnya cepat habis. Alhasil, aplikasi tersebut dia hapus setelah penggunaan yang hanya beberapa hari.
”Penggunaan aplikasi cukup menguras baterai. Ditambah lagi, informasi orang yang kontak erat atau bahkan positif Covid-19 lewat aplikasi itu hampir tidak ada. Saya mengira, mungkin aplikasi itu tidak optimal karena penggunanya sedikit. Akhirnya saya hapus,” tutur Sumardjo, Senin siang.
Sementara Nuraini (35), pembeli di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur, tidak tahu tentang fitur pelacakan riwayat bepergian dalam aplikasi JAKI. Fitur bernama Jejak dalam aplikasi itu tidak pernah dia ketahui sejak pertama kali unduh di ponsel. Padahal, fitur Jejak bergantung pada keaktifan pengguna dalam memindai kode pembaca cepat (QR Code) yang disediakan setiap lokasi.
Sementara Adityo Nugroho (32) pernah mencoba fitur Jejak dalam aplikasi JAKI. Dia menilai, penggunaan fitur tersebut sangat rumit dan mensyaratkan instalasi sejumlah aplikasi baru. ”Saya mulanya pakai JAKI untuk pantau informasi soal banjir dan Covid-19. Sempat juga menginstal fitur pelacakan itu, tapi waktu itu sepertinya masih dalam versi percobaan,” ungkapnya.
Kepala Unit Pengelola Jakarta Smart City (JSC) Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistika DKI Jakarta Yudhistira Nugraha menuturkan, penggunaan aplikasi pelacakan kontak menjadi gencar seiring dengan berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi per 12 Oktober. Adapun hal itu mengikuti instruksi Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Minggu (11/10/2020).
Ahmad Riza sebelumnya meminta semua sektor usaha di Jakarta memiliki QR Code untuk pelacakan riwayat bepergian warga secara digital. Tujuan pelacakan juga untuk kemudahan penyelidikan epidemiologi seperti yang diminta dalam Pasal 8 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 101/2020.
”Semua (sektor usaha) kami minta memiliki QR Code sehingga kalau datang ke restoran, pencatatan bisa berlangsung secara otomatis. Kami harap pendataan secara manual dan digital bisa berlangsung selama dua minggu ke depan,” ujar Ahmad Riza di Ciganjur, Jakarta Selatan, Minggu malam.
Ekspansi
Yudhistira menyampaikan, sistem pelacakan lewat QR Code saat ini sedang diekspansi untuk berbagai sektor usaha. Nantinya, cetakan QR Code akan diedarkan untuk setiap sektor usaha esensial. Adapun sektor esensial meliputi pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, utilitas publik, serta kebutuhan dasar.
Sistem berbasis QR Code berfungsi untuk melengkapi kerja pelacakan dari aplikasi PeduliLindungi. Pelacakan QR Code merekam riwayat bepergian setiap lokasi yang telah dipindai. ”Jakarta Smart City masih menunggu sosialisasi sistem QR Code untuk berbagai sektor usaha. Apabila berjalan mulus, pembuatan QR Code untuk tiap lokasi mungkin memakan waktu sekitar seminggu,” ujar Yudhistira.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA—Tampilan aplikasi ponsel PeduliLindungi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jumat (4/9/2020). Aplikasi ini digunakan untuk melacak riwayat kontak pengguna ponsel dengan pasien positif Covid-19.
Selagi sosialisasi untuk sektor usaha, Pemprov DKI Jakarta juga berupaya meningkatkan penggunaan fitur Jejak dalam aplikasi JAKI. Adapun fitur Jejak baru diunduh sekitar 5.000 pengguna, sementara aplikasi JAKI diunduh sekitar 800.000 pengguna. Jumlah pengguna JAKI masih terhitung sedikit untuk lingkup DKI Jakarta yang memiliki sekitar 10 juta penduduk. Artinya, mungkin hanya sekitar 10 persen pengguna atau kurang dari jumlah itu yang memanfaatkan fitur riwayat pelacakan kontak.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi menyebutkan, pelaku usaha baru akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Senin malam. Dia mengatakan, banyak pengusaha yang belum paham terkait implementasi teknologi tersebut. Sementara pendataan orang sejak Senin telah dilakukan secara manual.
”Teman-teman pengusaha di Kadin masih mempertanyakan apakah sistem pendataan digital itu butuh tambahan perangkat lagi. Padahal, hari ini restoran dan beberapa tempat usaha telah melakukan pendataan secara manual. Kami masih belum tahu apakah data ini nantinya terintegrasi atau tidak,” tutur Diana, Senin malam.
Terkait hal itu, pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, menilai, teknologi mesti hadir untuk mempermudah upaya pelacakan pasien positif Covid-19. Apabila ingin mencapai tujuan itu, semestinya pemerintah mengomunikasikan maksud serupa kepada publik. ”Teknologi lewat ponsel semestinya memudahkan upaya pelacakan itu,” ujarnya (Kompas.id, 4/9/2020).
Oleh ADITYA DIVERANTA
Editor: ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 12 Oktober 2020