Apabila merujuk film animasi, Jepang adalah kiblatnya. Tetapi, akhir-akhir ini Indonesia mulai menunjukkan geliat dalam dunia animasi. Dalam ajang internasional, Indonesia kerap mengalahkan negara ”Matahari Terbit”.
Indonesia mulai menunjukkan geliat dalam dunia animasi. Dalam ajang internasional, Indonesia kerap mengalahkan negara ”Matahari Terbit”, Jepang.
Pada level perguruan tinggi, Agustus lalu, mahasiswa Indonesia dari Universitas Surya, Tangerang, dan Universitas Komputer Indonesia (Unikom), Bandung, meraih penghargaan dalam kategori 3D ajang lomba animasi internasional Asiagraph Reallusion Award 2017, Taiwan. Kedua tim itu mengalahkan negara-negara dengan industri animasi terbesar, seperti Jepang, China, dan Malaysia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tim Unikom meraih outstanding work lewat animasi berjudul Under the Moonlight. Adapun penghargaan film terbaik direbut oleh tim Universitas Surya lewat animasi 2 menit 45 detik berjudul Sidewalk.
Pada ajang serupa, dua tahun lalu, tim asal Universitas Tarumanagara juga menorehkan prestasi dengan film kreatif terbaik.
Lewat serangkaian prestasi itu, bisa dibuktikan bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam film animasi tidak kalah di Asia.
”Kita tidak kalah dari Jepang, bahkan Perancis,” kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fadjar I Thufail, Rabu (8/11), pada acara seminar Animakini 2017, di Goethe Haus, Jakarta Pusat.
Fadjar mengatakan, secara SDM dan teknis, Indonesia tidak kalah dari negara lain. Menurut dia, SDM sudah siap untuk bersaing di tingkat internasional. Salah satu film yang dinilai luar biasa adalah Battle of Surabaya (BoS) garapan Aryanto Yuniawan. ”Film ini sudut pengambilan gambarnya luar biasa,” ujarnya.
Pujian itu rasanya tak berlebihan. Film animasi 2D yang mengambil latar peperangan 10 November di Surabaya itu sudah dikenal dunia. Film ini sudah menyabet 13 penghargaan film internasional dalam empat tahun. Belum lagi, BoS yang masuk nominasi di Festival Film Internasional Milan 2017 yang pemenangnya akan diputuskan Desember nanti.
”Masalah film animasi kita ada di sini, eksplorasi karakter,” kata Fadjar.
Selain teknis, Fadjar memuji penokohan film ini yang sangat kuat mengambil kekhasan lokal atau daerah. BoS juga tampil dengan sejarah zaman penjajahan Belanda dahulu. Hal itu yang seharusnya ditampilkan pada setiap film animasi. ”Masalah film animasi kita ada di sini, eksplorasi karakter,” katanya.
Jepang, dinilai Fadjar, selalu mampu menghadirkan karakter animasi yang kuat. Ada yang sesuai kondisi sosial pada setiap filmnya. Contoh saja, pada tahun 1960-an Atom Boy hadir dengan kritik terhadap dunia industri yang sedang menjadi perbincangan setiap orang. Karakter utama itu mengkritik bahwa dalam industri tetap perlu menjaga kemanusiaan.
”Dalam hal ini kita masih berjarak dengan Jepang,” ucap Fadjar. Bahkan, ketika karakter itu tidak memiliki konteks, anime (sebutan film animasi khas Jepang) masih laku ditonton. Film Deko Boko Friends hadir dengan belasan karakter yang punya ciri khas masing-masing. Mereka secara bergantian keluar dari pintu dan mengucapkan keluhan yang tidak penting.
Fadjar menilai, Jepang bisa kuat dalam penokohan karena ada riset yang mendalam. Dia pernah diberi kesempatan untuk melihat riset salah satu rumah animasi di sana. Dan, tim riset itu berkunjung ke sebuah taman di Tokyo, lalu mengukur kemiringan air hujan dan berapa titik yang menetes. Hal itu dilakukan selama berbulan-bulan agar film yang dibuat realistis. ”Mungkin itu rahasia di Jepang yang bisa ditiru pembuat animasi di Indonesia,” sebutnya.
KELVIN HIANUSA–Sejarah Film Animasi di Indonesia
Pada acara yang sama, dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, Banung Grahita, juga mengatakan hal serupa. Menurut Banung, penelitian sangat penting dalam film animasi. Sebab, pendalaman karakter perlu digambarkan dengan sangat detail.
Teknis pembuatan film yang luar biasa akan percuma jika tidak memiliki pengembangan dasar praproduksi yang kuat, seperti penelitian tentang karakter dan cerita yang diangkat. Namun, itu merupakan masalah di Indonesia saat ini. Banyak yang tidak memiliki dasar. ”Biasanya langsung fokus ke teknis,” katanya.
”Teknis memang penting, tetapi pengembangan dasar adalah fokus utama,” ucap Banung.
Padahal, rumah produksi animasi Hollywood, Pixar, baru bisa terkenal setelah masuknya mantan pekerja Walt Disney yang memilki dasar animasi yang kuat. ”Teknis memang penting, tetapi pengembangan dasar adalah fokus utama,” ucap Banung.
Untuk menyelesaikan hal itu, Banung mengatakan, perlu banyak sarjana di bidang animasi. Sebab, pembongkaran konsep dan ide dasar akan dipelajari pada tingkatan itu. Adapun pada tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK) sampai diploma 4 hanya fokus pada teknis.
Industri animasi
Produser film BoS, Suyanto, menceritakan bagaimana pengalamannya dalam membawa film lokal itu ke kancah internasional. Dia berbagi kepada anak-anak muda yang hadir pada acara diskusi yang diselenggarakan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Untuk bisa mengikuti jejak BoS, dikatakan Suyanto, perlu membangun sebuah film dengan mengangkat kultur dan budaya lokal. Nilai dari negara sendiri menjadi penting untuk jadi nilai jual dan menambah kekhasan.
Seperti BoS, MSV Pictures sebagai rumah produksinya memperkenalkan reog Ponorogo, tokoh nasional Soekarno-Hatta, dan kisah sejarah Indonesia.
”Setelah punya cerita yang kuat, baru teknologi yang digunakan dari Hollywood. Teknologi memang harus mengikuti luar negeri,” kata Suyanto.
”Setelah punya cerita yang kuat, baru teknologi yang digunakan dari Hollywood. Teknologi memang harus mengikuti luar negeri,” kata Suyanto.
Jika kedua elemen itu selesai, yang harus dilakukan adalah distribusi film. Suyanto mengakui hal ini adalah yang tersulit sebab harus memiliki koneksi di negara-negara lain.
Suyanto sendiri memiliki koneksi dengan Eksekutif Direktur Walt Disney, Sesha Kanthamraju, sehingga BoS bisa mendapat bantuan. ”Intinya harus mencari koneksi. Kalau belum punya, susah,” katanya.
BoS saat ini sudah bernilai 41,6 miliar dalam penjualan hak cipta. Belum lagi, pada tahun-tahun berikutnya, BoS akan tampil di China dan Jepang.
Industri film animasi memang sangat berpotensi untuk dilirik dunia pada tahun-tahun mendatang. Pada 2016 saja film terlaris di Hollywood merupakan animasi, yaitu Finding Dory, dengan pendapatan 486.295.561 dollar AS. Film lanjutan dari Finding Nemo ini mengalahkan tema film pahlawan super seperti Captain America: Civil War. Jika ditarik lebih luas, di 10 besar terdapat empat film animasi, yaitu The Secret Life of Pets, The Jungle Book, dan Zootopia.
Sementara industri film animasi di pertelevisan Indonesia juga cukup menjanjikan. Berdasarkan data Nielsen, film animasi mengambil 5,62 persen tayangan selama 2017, di atas tayangan olahraga dengan 5,18 persen.
Melihat hal itu, Direktur Program MNCTV Endah Hari Utari mengatakan, pasar film animasi masih sangat berpotensi di televisi. Salah satu tayangan andalan stasiun televisi tempatnya bernaung, Upin Ipin, berada di peringkat ke-24, bersaing dengan tayangan sinetron dan hiburan lainnya.
Sementara dalam waktu tayangan, film asal Malaysia itu sudah diputar sebanyak 1.327 jam. Endah mengatakan, saat ini ada film animasi Indonesia terbaru, yaitu Riska dan Si Gembul, tetapi baru tayang 11,5 jam.
Menurut Endah, hal yang menyebabkan sedikitnya jumlah jam itu adalah stok film Riska dan Si Gembul yang sedikit. ”Jadi, kami tidak berani tampilkan setiap hari. Kalau dipakai seminggu, langsung habis stoknya,” ujar Endah.
Endah pun meminta kreator film animasi untuk mempersiapkan cadangan stok yang banyak. Jadi, pada saat dipakai di televisi bisa diputar secara terus-menerus.
Perfilman animasi Indonesia diharapkan terus meningkat dengan diskusi yang menghadirkan pelaku di industri itu.
Penampilan Endah merupakan penutup pada diskusi hari pertama Animakini di Goethe Haus. Pada hari pertama, Bekraf dan IKJ menghadirkan sembilan pembicara yang berkaitan dengan dunia animasi. Acara ini akan kembali berlangsung sampai 10 November dengan diskusi menarik tentang animasi.
Perfilman animasi Indonesia diharapkan terus meningkat dengan diskusi yang menghadirkan pelaku di industri itu. Ditambah banyak penghasil animasi Indonesia yang sudah berbicara di kancah dunia. Kita tidak kalah dari Jepang, tetapi perlu belajar lebih banyak dari mereka. (DD06)
Sumber: Kompas, 8 November 2017