Penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang, yakni IUD dan implan, dinilai paling efektif untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Namun, pemakaian alat kontrasepsi itu oleh masyarakat masih rendah. Akibatnya, angka kelahiran total selama lebih dari 10 tahun terakhir stagnan.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, pemakai alat kontrasepsi jangka panjang hanya 10,2 persen. Adapun pengguna alat kontrasepsi jangka pendek, seperti pil dan suntik, 49,1 persen.
Hal itu mengemuka dalam peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia 2014, di Jakarta, Selasa (30/9). Dalam acara itu, 13 kepala daerah menerima penghargaan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yakni 5 gubernur, 4 bupati, dan 4 wali kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Nurdadi Saleh menyatakan, semua alat kontrasepsi bagus, tetapi pemakaian alat kontrasepsi jangka pendek kerap tak bertahan lama dibandingkan alat kontrasepsi jangka panjang.
”Angka putus pakai penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek, seperti pil dan suntik, tinggi. Orang kerap lupa dengan jadwal minum pil atau suntiknya. Sementara angka putus pakai IUD dan implan rendah sehingga efektif mengendalikan pertumbuhan penduduk,” katanya.
Menurut Ketua Asia Pacific Council on Contraception (APCOC) Biran Affandi, kelangsungan pemakaian IUD dan implan setelah satu tahun pertama lebih dari 90 persen, setelah 4 tahun masih 80 persen. Pemakaian suntik setelah satu tahun 35 persen dan pil 20 persen. (ADH)
Sumber: Kompas, 1 Oktober 2014