Gawai kini sudah demikian akrab dengan kehidupan manusia, termasuk kalangan anak-anak. Ketika putra-putri Anda asyik mengutak-atik gawai, tanpa disadari sang anak perlahan terarahkan untuk berpikir runut, logis, dan teliti.
Mengakrabkan anak dengan teknologi komputer dengan sendirinya mengantar mereka dalam pola pikir “jika-maka”. Jika melakukan sesuatu, mereka akan menerima dampak pada suatu hal.
Secara obyektif, anak berusia di bawah 10 tahun cenderung spontan dalam melakukan beragam tindakan. Hal tersebut disebabkan bagian lobus frontal di otak yang memengaruhi daya kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah belum sempurna terbentuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Itulah mengapa anak di bawah 10 tahun cenderung sulit untuk diatur. Mereka biasanya akan mudah ngambek jika keinginannya tidak dipenuhi. Begitu pula dalam membelanjakan uang saku, anak pada usia itu sulit menentukan antara kebutuhan dan keinginan. Tak heran, bocah pada usia seperti itu sulit diajak untuk menabung.
Ternyata, pendidikan bahasa pemrograman komputer bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan logika yang secara alami dimiliki manusia. Seiring kematangan dan meningkatnya lobus frontal, daya kreativitas anak dan kemampuannya pun meningkat untuk dapat menyelesaikan permasalahan.
Principal Clevio Coder Camp Fransiska Oetami mengungkapkan, idealnya anak diperkenalkan bahasa pemrograman (computer coding) sedini mungkin, begitu mereka bisa membaca dan menulis. Terlebih, saat itu mereka sudah terbiasa menggunakan gawai.
Clevio Coder Camp yang dikelola Fransiska adalah tempat kursus pemrograman. Pesertanya umumnya dari kalangan anak-anak.
KOMPAS/INGKI RINALDI–Anak-anak mengikuti pengenalan bahasa pemrograman komputer di Kalibata, Jakarta, Minggu (17/1). Mereka difasilitasi Komunitas Indocharity dan Clevio Coder Camp.
Berlatar psikologi pendidikan Counselling Psychology serta Youth and Children Counselling dari Singapura, Fransiska yang akrab dipangggil Siska menilai pembelajaran computer coding, sangat melatih anak dalam berpikir logis sesuai konsekuensi sebab-akibat, yang berdampak pada kematangan cara berpikir.
“Dasar operasional computer coding adalah mengidentifikasi sebuah persoalan, kemudian menentukan algoritme atau urutan langkah untuk memecahkan persoalan tersebut,” ujar Siska, Rabu (2/3).
Kehidupan sosial
Kemudian dalam menganalisis pola data atau informasi, lanjut Siska, anak pun akan terbiasa menggeneralisasi prinsip tertentu guna membuat sebuah abstraksi. Cara berpikir seperti itu bermanfaat saat diaplikasikan di kehidupan sosial, baik di lingkungan rumah tangga maupun sekolah.
Contohnya, dalam merancang sebuah gim (game), anak dituntut menyusun sebuah perencanaan mulai dari alur, kondisi, hingga proses apa saja yang akan ditempuh dalam gim tersebut. Makin kompleks rancangan mereka, semakin kompleks pula alur logika yang harus disusun.
Dalam hal ini, anak belajar merencanakan sesuatu berdasarkan logika. Jika program yang mereka buat gagal dijalankan, mereka akan berpikir ulang untuk menemukan kesalahan dalam susunan alur logika. Proses ini secara langsung membangun sikap pantang menyerah dan berani mencoba pada diri sang anak.
Dampak selanjutnya adalah anak akan terbiasa dengan pola pikir logis dan kritis, disertai pola kerja yang teliti dan sistematis. Hal ini dinilai Siska bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari saat anak hendak mengambil keputusan. Misalnya, untuk menabung dan membelanjakan sebagian uang saku.
“Anak akan mengurangi impulsivitas dalam pengambilan keputusan dan lebih peka terhadap konsekuensi dari hubungan sebab dan akibat,” kata Siska.
Sebagai tempat kursus pemrograman, Clevio Coder Camp rutin menggelar kelas coding melalui beberapa tahapan. Bermula dari pengenalan akan permainan elektronik yang melatih logika. Kemudian pembuatan aplikasi atau gim sederhana. Lalu dilanjutkan dengan pembuatan situs web untuk memajang dan menjual karya mereka.
“Jenis-jenis permainan untuk mengasah logika anak kami gunakan produk dari Microsoft, Berkeley, dan MIT. Sementara untuk aplikasi programming halaman website, peserta didik kami kenalkan dengan aplikasi HTML5, CSS, dan Javascript,” tutur Siska.
Menemukan solusi
Terkait dihapusnya mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Kurikulum 2013, Fransiska berharap sekolah tetap memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari bahasa pemrograman.
“Selama ini siswa cenderung diarahkan untuk menghafal. Seharusnya mereka dibiasakan berpikir logis untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Salah satu caranya adalah dengan belajar pemrograman,” ujarnya.
Direktur Sistem dan Teknologi Informasi Universitas Indonesia Betty Purwandari berpendapat, dihilangkannya mata pelajaran TIK di sekolah akan berdampak besar bagi perkembangan generasi muda Indonesia. Pertama, pemrograman komputer mengajarkan seseorang berpikir runut.
“Misalnya, jurusan Ilmu Komputer UI hanya memilih calon mahasiswa yang nilai Matematikanya bagus karena cara berpikirnya logis,” ujar Betty.
Apabila cara berpikir logis melalui pemrograman komputer sudah diajarkan kepada anak sejak SD, perkembangan pemahaman akan konsep pengetahuan tentu lebih baik di dalam segala bidang.
Industri kreatif
Selain itu, kemampuan memprogram komputer juga membuka kesempatan bagi industri kreatif jenis baru, yaitu pembuatan peranti lunak seperti aplikasi dan permainan untuk komputer dan telepon pintar.
Ibarat pisau bermata dua, kegandrungan akan gawai di kalangan anak-anak menyimpan sisi positif dan negatif. Pintar-pintarnya orangtua menyiasati kedua sisi itu dengan cara mendampingi sang buah hati….(C06/DNE)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Maret 2016, di halaman 5 dengan judul “Ajak Si Buah Hati Berpikir Runut”.