Industri yang menggunakan fasilitas digital telah menggerogoti bisnis yang dilakukan secara konvensional. Perusahaan harus melakukan adaptasi dan menemukan model bisnis yang tepat. Tanpa melakukan hal itu, bisnis akan mati.
Beberapa perusahaan yang ditemui dan dihubungi Kompas, Senin (15/6), mengakui, penjualan mereka melalui beberapa fasilitas digital meningkat pesat. Kondisi ini akan menggerogoti bisnis secara konvensional.
Senior Manager Public Relations PT Garuda Indonesia Tbk Ikhsan Rosan mengatakan, penjualan tiket secara daring, baik melalui laman Garuda maupun aplikasi, meningkat pesat. Rata- rata penjualan tiket secara daring tahun lalu mencapai 20 persen dari total penjualan. Pada tahun ini diperkirakan akan naik menjadi 30 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Sejak beberapa tahun lalu penjualan daring meningkat. Mereka menggunakan aplikasi dan laman untuk pesan tiket,” kata Ikhsan. Hal ini akan mengurangi penjualan tiket secara langsung.
Kondisi yang sama dialami PT Panorama Sentrawisata Tbk yang melayani penjualan paket wisata dan tiket. Vice President Panorama Tours Bobby Riawan, melalui Media and Communications Manager PT Panorama Sentrawisata Tbk Christine Lie, menuturkan, untuk menjangkau pasar milenial berumur 19-30 tahun, perusahaannya mengembangkan BISNIS berbasis daring. Langkah ini merupakan hasil pengembangan Panorama Tours yang selama ini memiliki outlet di sejumlah tempat. Melalui laman internet yang diluncurkan pada akhir 2014, sudah memberikan hasil yang signifikan. Setidaknya sekitar 10 persen konsumen melakukan pembelian melalui fasilitas digital itu.
Chief Digital Service Officer PT XL Axiata Tbk Yessie D Yosetya mengatakan, produk iklan digital kian diminati masyarakat. ”Pada akhir 2014, pendapatan dari produk iklan digital mencapai Rp 200 miliar. Klien kami berjumlah 200 pelaku industri yang berada di Indonesia,” ujar Yessie.
Pada industri otomotif, penggunaan teknologi digital telah menurunkan pendapatan bengkel konvensional. Bengkel mobil konvensional tidak mampu lagi melakukan perbaikan terkait dengan sistem pengendali.
”Alatnya mahal, tidak dijual di pasar,” kata Munanto, mekanik bengkel mobil umum di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan.
Sugianto (42), mekanik mobil bengkel umum di Bintaro, Tangerang Selatan, mengatakan, setiap keluar kendaraan baru perlu alat pemindai baru. Harga alat itu Rp 10 juta-Rp 20 juta per unit, bahkan ada yang di atas Rp 30 juta. Besarnya anggaran pembelian alat belum tentu sebanding dengan pendapatan bengkel yang di bawah angka itu.
Di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, kehadiran Uber telah menekan pendapatan perusahaan taksi konvensional. Pesanan mereka juga mengalami penurunan. Sementara itu, kemunculan aplikasi pinjam-meminjam uang, seperti Lending Club, telah menyedot BISNIS kredit perbankan. Dalam jangka panjang, platform ini akan mengambil pasar bank konvensional, mereka menyebutnya demikian, sebesar 7 persen.
Adaptasi
Pakar manajemen Rhenald Kasali ketika dikonfirmasi mengenai hal itu mengatakan, saat ini persaingan yang terjadi bukan karena produk melawan produk, melainkan terletak pada model bisnis yang digunakan.
”Mereka harus melakukan perubahan, baik dari cara penjualan, perbaikan pelayanan, dan lain-lain, sehingga akan berdampak pada harga. Fasilitas digital memungkinkan perbaikan itu dengan harga yang diterima konsumen lebih murah,” ujar Rhenald. Karena itu, perusahaan harus melakukan adaptasi.
Sebagai contoh, dalam paparan publik pekan lalu, President Director PT Unilever Indonesia Tbk Hemant Bakshi ?menyampaikan, pertumbuhan kelas menengah yang pesat menyebabkan transformasi dunia ritel. Jenis barang yang diproduksi harus semakin beragam agar bisa meraih banyak konsumen.
Oleh karena itu, sejak 2014, Unilever Indonesia giat mengadaptasi teknologi guna memperkuat rantai suplai. Pada November tahun lalu, perusahaan melaksanakan proyek percobaan sistem pengelolaan pemesanan melalui telepon pintar.
Alur layanan pelanggan mulai dari proses pemesanan, pengiriman tagihan, hingga proses penagihan akan mengalami otomatisasi penuh.
”Pada 2015 dan mendatang, strategi kami adalah investasi teknologi informasi komunikasi untuk ?infrastruktur dan pemasaran produk secara digital,” kata Hemant Bakshi.(MED/MAS/CAS/MAR)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Juni 2015, di halaman 1 dengan judul “Digital Sudah Gerogoti BISNIS Konvensional”.