Untuk pertama kalinya para astronom berhasil mendeteksi proses awal pembentukan bintang kembar empat. Calon bintang itu berada di Nebula Barnard 5 pada arah rasi Perseus, berjarak 815 tahun cahaya dari Bumi. Keempat calon bintang itu diharapkan jadi jabang bintang dalam waktu 40.000 tahun lagi, ukuran waktu amat singkat dalam skala astronomi.
Salah satu dari keempat calon bintang itu sudah berbentuk janin bintang (protobintang) berusia sangat muda. Protobintang adalah tahap awal pembentukan bintang saat reaksi fusi di dalam inti—sebagai sumber energi utama bintang—belum terjadi. Adapun ketiga calon bintang lainnya masih berupa gumpalan atau fragmentasi gas padat berbentuk filamen yang masih akan terus berkontraksi atau mengerut.
”Keempat calon bintang itu merupakan sistem yang terikat secara gravitasi,” kata Jaime E Pineda, pemimpim penelitian dari Institut Astronomi Institut Teknologi Federal Swiss (ETH) Zurich kepada sci-news.com, Kamis (12/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tahap awal pembentukan bintang itu diamati menggunakan gabungan dua teleskop radio terbesar di Bumi yang ada di Observatorium Radio Very Large Array (VLA) di Socorro, New Mexico, Amerika Serikat, dan teleskop Green Bank di Virginia Barat, AS. Kedua teleskop itu kemudian digabung lagi bersama teleskop radio James Clerk Maxwell di Hawaii, AS.
Hasil penelitian Pineda dan kawan-kawan, yang dipublikasikan dalam The Formation of a Quadruple Star System with Wide Separation di jurnal Nature edisi 518 tanggal 12 Februari 2015, menyebutkan, gumpalan awan gas tersebut akan menghasilkan bintang yang cukup kecil. Massa bintang hanya antara sepersepuluh hingga sepertiga massa Matahari. Benda-benda langit itu akan terpisah pada jarak 3.300-11.400 kali jarak Bumi-Matahari.
Namun, keempat jabang bintang itu tidak akan lama berada dalam ikatan sistem. Dua jabang bintang terdekat akan berkembang menjadi bintang ganda yang dikelilingi jabang bintang ketiga, sedangkan jabang bintang keempat hanya dalam waktu 500.000 tahun akan terlepas dari sistem. Akhirnya, sistem bintang yang terlahir sebagai kuartet itu akan menjadi sistem bintang triplet stabil.
”Bintang keempat terlepas dari ikatan sistem karena memiliki kecepatan gerak yang sangat tinggi sehingga energi kinetiknya lebih besar daripada ikatan gravitasinya,” kata Hakim L Malasan, dosen Fisika Bintang pada Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB).
Ketidakselarasan antara energi kinetik dan energi gravitasi bintang keempatlah yang membuatnya terpisah. Hal itu umum terjadi dalam sistem bintang majemuk dan gugus bintang (kumpulan ratusan hingga ribuan bintang).
Bintang itu terlepas dari sistem bukan karena terpental sebagai akibat ketidakstabilan sistem. Sebuah bintang bisa tertendang keluar sistem jika salah satu bintang meledak dan menjadi supernova. Energi ledakan itulah yang mendorong bintang keluar dari sistem.
Bintang majemuk
Sama seperti lepasnya bintang dari ikatan sistemnya, keberadaan bintang kembar atau bintang majemuk juga umum di alam semesta. Diperkirakan lebih dari separuh bintang yang ada di alam semesta terlahir sebagai kembar.
”Bintang majemuk itu sesuatu yang lumrah, tidak janggal,” kata Gary A Fuller dari Pusat Kajian Astrofisika Jodrell Bank, Universitas Manchester, Inggris, yang juga terlibat dalam penelitian kepada nationalgeographic.com, Rabu (11/2).
Tetangga terdekat Matahari, bintang Alfa Centauri, yang ada di rasi Centaurus atau di dekat rasi Layang-layang merupakan sistem bintang triplet, yaitu bintang Alfa Centauri A, Alfa Centauri B, dan Proxima Centauri.
Sistem bintang triplet lainnya adalah Polaris, bintang yang menjadi penanda Kutub Utara. Bintang yang terletak di rasi Ursa Minor itu terdiri dari bintang maharaksasa Polaris A, Polaris Aa, dan Polaris B sebagai bintang katai.
Sementara itu, bintang Sirius di rasi Canis Major, yang merupakan bintang paling terang di langit malam dan memiliki arti penting bagi banyak bangsa dunia, adalah bintang ganda yang kembarannya berupa bintang katai putih.
Lalu, bintang Mizar dan Alcor pada konstelasi Ursa Major adalah sistem bintang kembar enam. Sistem itu terdiri atas dua bagian, yaitu sistem bintang Mizar sebagai bintang kembar empat dan sistem bintang Alcor sebagai bintang ganda.
Meski jamak, pembentukan bintang majemuk masih menjadi misteri dalam ilmu pengetahuan. Berbagai teori dikembangkan, tetapi sulit mendapatkan teori yang didukung data observasi dan mampu menjelaskan berbagai kondisi yang ditemukan. Bukti pengamatan juga sulit diperoleh karena proses pembentukan bintang, mulai dari awan gas yang dingin hingga terjadinya proses fusi dalam bintang, berlangsung sangat cepat sekitar 100.000 tahun.
”Memahami proses pembentukan sistem bintang majemuk penting bukan hanya untuk memahami proses terbentuknya bintang, melainkan juga pembentukan planet beserta taksiran jumlahnya dan kelayakhuniannya,” tambah Jaime.
Hakim mengatakan, pembentukan bintang majemuk umum terjadi karena materi awan gas pembentuk bintang umumnya sangat besar. Padahal, untuk membentuk bintang seukuran Matahari saja, hanya dibutuhkan massa 100 kali Matahari. Oleh karena itu, fragmentasi awan bintang merupakan konsekuensi dari keberadaan batas minimal massa pembentukan bintang.
”Jika satu bagian awan runtuh memampat dan kerapatannya meningkat, ia akan memicu kerapatan tinggi bagian awan lain di dekatnya. Akibatnya, awan pembentuk bintang yang sangat besar terbagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil,” katanya.
Astronom yang meyakini sebagian besar bintang sejatinya terlahir tunggal berpendapat, bintang majemuk bisa terbentuk karena terjeratnya satu bintang oleh bintang lain. Namun, teori itu lebih sering terjadi di daerah dekat inti galaksi yang ruang antarbintangnya lebih rapat.
Bintang majemuk juga bisa terbentuk karena efek pasang surut yang membuat sebuah bintang dengan kecepatan rotasi sangat tinggi jadi terbelah dua. Meski demikian, teori ini sulit dibuktikan. Sebab, materi bintang yang terbelah itu jarang membentuk bintang lagi karena energinya sudah jauh berkurang. Materi yang dilepaskan itu umumnya menjadi materi antarbintang.
Kembaran Matahari?
Perkiraan banyaknya bintang majemuk, lanjut Hakim, juga memunculkan konjektur (proposisi yang tidak terbuktikan) bahwa Matahari kita dulunya merupakan calon bintang ganda yang kembarannya adalah materi pembentuk Jupiter, planet terbesar dalam tata surya.
Diyakini, tata surya terbentuk dari runtuhnya gumpalan awan gas yang membentuk bintang tunggal Matahari. Materi yang tersisa dari pembentukan Matahari itu tertinggal di sekitar piringan akresi jabang Matahari. Materi di piringan akresi itu akhirnya juga mengalami fragmentasi dan lahirlah jabang planet (protoplanet).
Stella Offner dari Universitas Massachusetts, Amherst, AS, menjelaskan, formasi awal pembentukan Matahari sepertinya tidak membentuk sistem bintang majemuk. ”Matahari terbentuk dari awan gas bulat, bukan filamen seperti calon bintang kembar empat di Barnard 5 itu,” katanya. Hal itu didukung oleh distribusi planet di tata surya yang menunjukkan mereka berasal dari materi di piringan akresi Matahari saat awal terbentuk, bukan jadi bagian dari sistem bintang majemuk.
Selain itu, massa Jupiter saat ini terlalu kecil. Untuk jadi bintang, Jupiter harus memiliki massa puluhan kali lebih besar daripada massanya kini. Temperatur inti Jupiter yang hanya 36.000 derajat kelvin juga jauh lebih kecil dibandingkan dengan suhu minimal inti bintang untuk bisa menginisiasi reaksi fusi sebesar 7 juta derajat kelvin.
Karakter Jupiter juga mirip planet-planet lain di tata surya. Ukurannya yang besar lebih disebabkan lapisan gasnya yang amat tebal, sedangkan lapisan padatnya terletak jauh di bawah permukaan gas.
Oleh: M Zaid Wahyudi
Sumber: Kompas, 22 Februari 2015
Posted from WordPress for Android