Kopi itu harusnya segelap neraka, sekuat kematian, semanis cinta.
Pepatah Turki
Melihat geger perpolitikan hari-hari ini, rakyat serasa disuguhi bercangkir-cangkir kopi pahit. Bulan madu dalam seratus hari pemerintahan yang seharusnya semanis cinta, malah membawa kegelapan yang menyesakkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kopi boleh pahit, tetapi sesungguhnya dampaknya terhadap metabolisme tubuh tidak seburuk yang disangka. Justru kopi pahit, dalam takaran yang tepat, bisa menyehatkan.
Berbagai lembaga penelitian memang sudah lama mencoba menguak kontroversi kopi. Mulai dikenal tahun 850 ketika seorang penggembala di pegunungan Etiopia menemukan biji-biji yang dimuntahkan kambing setelah mengunyah buah kecil-kecil kemerahan, kini kopi menjadi bagian dari peradaban dunia dengan konsumsi kopi 400 miliar cangkir per tahun.
Biji kopi berasal dari tanaman Coffea spp yang berbentuk pohon, termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tak sengaja terpanggang sehingga bau harumnya keluar, kopi semula diolah menjadi biskuit sumber tenaga yang menyegarkan. Tidaklah mengherankan apabila suku-suku di Kaffa dan Sidamo, Etiopia, masih menyantap biskuit kopi sampai sekarang.
Kontroversi kopi terletak pada kafein, alkaloid dengan rantai kimia 1,3,7-trimethylxanthine yang terbentuk pada biji kopi secara alami. Menurut penelitian Jane V Higdon dan Balz Frei dari Linus Pauling Institute (”Coffee and Health: A Review of Recent Human Research” dalam Critical Review in Food Science and Nutrition, 2006), ada beberapa efek fisiologis terkait kafein, seperti menstimulasi sistem saraf, meningkatkan tekanan darah, mempercepat metabolisme, dan dampak diuretik. Kafein memang cepat terserap dalam pencernaan dan terdistribusi ke seluruh jaringan tubuh termasuk otak.
Kandungan kopi lainnya adalah cafestol dan kahweol, yang pada beberapa penelitian berkorelasi dengan kenaikan kadar kolesterol darah, terutama kolesterol jahat LDL. Kondisi ini terutama banyak dijumpai di kawasan Skandinavia yang lebih banyak mengonsumsi kopi yang dididihkan, tetapi tidak di negara-negara Eropa lain ataupun Amerika Serikat yang menggunakan mesin pembuat kopi berfilter.
Mencegah penyakit
Namun, hasil penelitian epidemiologi menunjukkan konsumsi kopi kemungkinan bisa mencegah beberapa penyakit kronik, seperti diabetes melitus tipe 2, parkinson, serta gangguan hati seperti sirosis dan hepatocellular carcinoma. Hal ini seiring dengan beberapa riset lain yang dikutip dalam ”What Are The Health Benefits of Coffee?” (Medical News Today, 2015).
Dalam penelitian yang diselenggarakan Harvard School of Public Health dengan 7.269 responden yang terkena diabetes melitus tipe 2—artinya tidak tergantung insulin—diketahui bahwa responden yang meningkat konsumsi kopinya menurun risiko diabetesnya. Mereka minum kopi dari rata-rata 1 cangkir sehari menjadi rata-rata 1,69 cangkir sehari dalam empat tahun.
Demikian pula halnya dengan penyakit parkinson. Justru peningkatan konsumsi kopi dan kafein berkorelasi dengan penurunan insiden parkinson secara signifikan.
Menurut Dr Joe Vinson dari University of Scranton, AS, kopi mengandung banyak anti oksidan yang berperan besar dalam mencegah kanker. Tidaklah mengherankan apabila studi yang dipublikasikan pada jurnal Cancer Causes and Control menyebutkan, para pria yang meminum kopi empat cangkir sehari telah turun risikonya terkena kanker prostat hingga 59 persen.
Kuncinya memang pada jumlah konsumsi kopi. Dr Rob van Dam dari Departemen Nutrisi, Harvard School of Public Health, AS, mengatakan bahwa minum kopi yang pas adalah maksimal enam cangkir sehari. Sebaiknya juga kopi pahit, karena gula, susu, dan krim meningkatkan kadar kolesterol.
Kopi pahit ini, semoga juga tidak berlebihan lagi diberikan kepada rakyat. Dengan demikian, meski gelap dan kuat seperti neraka dan kematian, kopi—dan pemerintah—tetap manis seperti cinta.
Oleh: AGNES ARISTIARINI
Sumber: Kompas, 15 Februari 2015
Posted from WordPress for Android