Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional bekerja sama dengan Badan Penasihat Perkawinan dan Perceraian Kementerian Agama mengeluarkan modul yang mendorong usia minimal pernikahan untuk perempuan adalah 21 tahun dan untuk laki-laki 25 tahun.
Kebijakan baru ini dimaksudkan agar pasangan yang menikah benar-benar telah matang lahir dan batin.
”Ini salah satu upaya untuk mencegah dan menekan angka pernikahan dini,” kata mantan Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Fasli Jalal di sela-sela Diskusi ”Peran BKKBN Mengatasi Perkawinan Anak” di kantor Yayasan Kesehatan Perempuan di Jakarta, Selasa (10/2). Dalam acara tersebut, hadir antara lain perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Kesehatan, Komnas Perempuan, serta aktivis dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernikahan dini merupakan masalah serius yang melahirkan aneka persoalan lanjutan, seperti kematian ibu dan bayi, keterputusan pendidikan, dan pertambahan kemiskinan. Kepala Subdirektorat Bidang Bina Kesehatan Kementerian Kesehatan Mujaddid mengatakan, sebanyak 41,9 persen dari total jumlah pernikahan pertama terjadi pada usia 15 hingga 19 tahun.
”Padahal, dari segi kesehatan reproduksi, usia tersebut terlalu muda. Risiko anemia dan kekurangan energi kronisnya besar sekali,” ujarnya.
Jaringan pegiat hak perempuan mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi untuk mengubah usia minimal untuk menikah di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dari 16 tahun menjadi 18 tahun untuk perempuan. Setelah sepuluh kali persidangan, mereka kini menunggu keputusan MK.
Ketua Harian Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo berharap MK mengabulkan permohonan revisi tersebut. Namun, apabila aspirasi itu tidak dipenuhi, para aktivis perempuan tetap akan mendekati lembaga-lembaga terkait untuk mendukung perubahan batas usia minimal pernikahan.
Menurut Asisten Deputi Penanganan Masalah Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Maydian Wediastuti, pernikahan anak termasuk salah satu dari 15 jenis kekerasan terhadap anak sesuai UU No 35/2014. Hal ini tengah disosialisasikan. (DNE)
Sumber: Kompas, 11 Februari 2015
Posted from WordPress for Android