Petani Desa Bumiharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, Jawa Timur, punya pasukan khusus pemburu tikus. Pasukan itu berupa 22 burung hantu penahan serbuan tikus di ladang. Pasukan kecil itu setahun terakhir menjauhkan petani dari kegagalan panen.
Burung hantu Tyto alba mulai diakrabi petani di kelompok tani Baru Muncul di Bumiharjo dalam setahun terakhir. Kala itu, petani di Banyuwangi kewalahan menghadapi serangan tikus di lahan mereka. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Banyuwangi mencatat, 1.692,3 hektar lahan terkena serangan tikus, atau meningkat 10 kali lipat daripada tahun sebelumnya.
Tikus-tikus rakus memakan apa saja, mulai dari padi, tomat, bahkan cabai. ”Kami coba mengusir dengan menyebar racun, tetapi hanya sekali-dua kali mempan, setelah itu mereka kian pintar, umpan tak dimakan,” kata Juremi, petani cabai Bumiharjo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak terkira kerugian yang diderita petani. Panen tomat, cabai, hingga padi tumpuan hidup petani gagal panen. Padahal, petani sudah mengeluarkan modal belasan juta rupiah.
Juremi juga pernah mencoba membakar liang dengan belerang. Namun, tikus selalu lolos. Memasang aliran listrik juga pernah dicoba, tetapi tak efektif dan berbahaya. Saking frustrasinya, beberapa petani bahkan harus membawa bedil untuk berburu tikus setiap malam. Namun, tikus tetap saja berkeliaran, hingga petani kelelahan dan kehabisan amunisi.
”Akhirnya, kami putuskan memakai burung hantu. Kami beli burung hantu sepasang dan kami lepas di ladang. Esoknya, banyak bangkai tikus ditemukan,” cerita Yahya, petani lain.
Pelan-pelan, petani pun mulai menambah jumlah burung hantu untuk memperluas area perburuan tikus. Gerakan pembasmian tikus itu mendapat dukungan dari perusahaan benih East West Seed Indonesia (Ewindo) yang jadi mitra petani. Perusahaan membantu petani menyediakan burung, rumah, dan tempat penangkaran.
Sedikit demi sedikit, jumlah burung hantu pun bertambah. Setahun berlalu, kini petani Bumiharjo mempunyai sepasukan pemburu tikus yang tangguh berjumlah 11 pasang. ”Beberapa sudah beranak, tapi belum kami hitung seluruhnya. Yang jelas, semakin banyak burung hantu, akan semakin aman ladang kami,” kata Yahya.
Kian banyaknya burung hantu juga memengaruhi populasi tikus di ladang. Satu burung hantu saja bisa memangsa beberapa tikus per malam di lahan seluas 5 hektar. Kini, tikus yang biasanya memakan batang tanaman petani jarang terlihat lagi. Jumlah produksi meningkat hingga 1,5 kali dibandingkan dengan tahun lalu.
Tidak rewel
Meskipun baru kali ini memelihara burung hantu, petani tidak kesulitan. Memelihara burung hantu tak serumit memelihara kambing. Petani, ujar Yahya, tak perlu menyediakan makanan. Burung hantu bisa berburu sendiri di malam hari.
Petani hanya menyediakan rumah burung hantu yang dipasang di ladang setinggi 3 meter, sebagai tempat tinggal dan berkembang biak. Biasanya, satu rumah berisi sepasang, tetapi ada juga yang seekor. Di rumah kecil itu, burung hantu betina bertelur dan menetaskannya.
Tak perlu khawatir burung hantu yang dilepas tak kembali lagi. Selama masih ada rumah dan pakan melimpah, burung- burung malam itu biasanya akan kembali lagi.
Untuk melindungi pasukan khusus itu, desa membuat kesepakatan melarang warga berburu atau menembaki burung hantu. ”Kalau suatu saat ketahuan mencuri dan menjual, atau bahkan menembak dan membunuh, urusannya dengan para petani,” ungkap Yahya.
Penggunaan burung hantu sebagai sarana menghalau hama tikus kini juga dicontoh daerah lain. Glenn Pardede, Managing Director PT Ewindo, turut memopulerkan metode itu kepada petani mitra di sejumlah daerah, antara lain Jember, Bondowoso, dan Lumajang. Harapannya, panen petani melimpah dan lingkungan pun terjaga.
Alam lagi-lagi membagikan cara kepada manusia tentang bagaimana menjaga keseimbangan. Tanpa harus meracuni siapa pun. (SIWI YUNITA CAHYANINGRUM)
Sumber: Kompas, 8 Desember 2014