Indonesia patut berbangga karena memiliki enam jenis penyu dilindungi yang biasa singgah di pulau-pulau Nusantara untuk bertelur.
Setiap tanggal 16 Juni, para aktivis pencinta penyu memperingati Hari Penyu Sedunia sebagai penanda perlindungan satwa liar tersebut. Indonesia memiliki enam jenis penyu dilindungi yang biasa singgah di pulau-pulau Nusantara untuk bertelur.
Pemerintah melindungi keenam jenis penyu tersebut dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam klasifikasi dunia satwa, kura-kura dan penyu termasuk dalam kelas Reptilia dan ordo Testudinata. Dalam ordo ini, terdapat dua keluarga penyu yang dilindungi, yaitu Cheloniidae dan Dermochelyidae.
Dalam Cheloniidae terdapat lima jenis penyu yang dilindungi, yaitu penyu bromo (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu pipih (Natator depressus). Penyu lainnya dalam dalam keluarga Dermochelyidae adalah penyu belimbing (Dermochelys coriacea).
Beberapa habitat tempat singgah penyu-penyu ini pernah didatangi wartawan harian Kompas. Kabar yang cukup menggemberikan, pada beberapa lokasi yang dikunjungi umumnya adalah lokasi di mana masyarakatnya sudah mulai peduli akan kelestarian penyu yang dilindungi.
Wartawan harian Kompas di Aceh, Zulkarnaini, mengunjungi Pantai Panga, Kabupaten Aceh Jaya, 28 Januari 2016. Laporan kunjungannya dimuat di harian Kompas pada 17 Februari 2016 dengan judul ”Lindungi Penyu dari Kepunahan”.
Jenis penyu dilindungi yang umum bertelur di Pantai Panga adalah penyu lekang dan penyu belimbing. Penyu ini datang antara Agustus dan Februari. Setelah bertelur, penyu-penyu itu pergi.
Hasil pemantauan tim konservasi saat itu, populasi penyu di Panga tinggal 60 ekor, dengan rincian 54 penyu lekang dan 4 penyu belimbing. Komunitas konservasi penyu berbasis masyarakat di Pantai Panga dibentuk tahun 2012. Pantai sepanjang 7 kilometer di tiga desa menjadi wilayah konservasi penyu. Ketiga desa itu adalah Desa Keude Panga, Kuta Tuha, dan Alue Bieng.
Sebelum itu, aksi perburuan telur penyu marak. Telur penyu hasil buruan dijual dan sebagian dikonsumsi sendiri. Harga telur penyu Rp 4.000-Rp 6.000 per butir. Sekali memburu, mereka bisa mendapatkan 200-300 telur.
Mohammad Hilmi Faiq dan Mohamad Final Daeng pada akhir Oktober 2017 mendatangi Desa Barugaia, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.
Pantai berpasir di Desa Barugaia adalah lokasi datangnya sejumlah jenis penyu dilindungi setiap musim untuk bertelur, di antaranya penyu hijau, penyu lekang, penyu sisik, dan penyu bromo.
Di desa itu tinggal pula Datu, mantan pemburu telur penyu yang menjadi pelestari penyu. Sosok Datu dimuat di harian Kompas pada 19 Desember 2017 dengan judul ”Kampung Penyu Mantan Pemburu”.
Sejak 1997, Datu memburu telur-telur itu untuk kemudian dijual. Dalam setahun, ribuan telur bisa diperolehnya. Terakhir, pada 2012, Datu mencatat, dari 15 pemburu yang aktif di desa itu, total telur yang terkumpul mencapai 8.700 butir. Kala itu, telur penyu dijual ke pasar dengan harga Rp 800 per butir.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA—-Puluhan orang mengikuti kegiatan pelepasan penyu di kawasan Pasir Jambak Turtle Camp, Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, beberapa waktu lalu.
Namun, masifnya perburuan selama bertahun-tahun membuat populasi penyu menyusut. Datu pun menyadari hal itu saat jumlah induk yang datang setiap tahun makin menurun. ”Sebelum 2012, dalam satu malam, bisa tujuh ekor indukan yang datang bertelur. Belakangan, paling banyak hanya dua indukan yang datang,” tuturnya.
Langkah lebih progresif ditempuh Datu dan rekan-rekan setelah bertemu dengan Sileya Scuba Divers (SSD), komunitas penyelam di Selayar. Pertemuan ini melahirkan ide pelestarian penyu di Barugaia. Mereka bekerja sama menggalang dukungan dari berbagai pihak hingga akhirnya mewujudkan Kampung Penyu pada 2013.
Meskipun demikian, saat di Aceh dan Sulawesi Selatan beberapa orang mulai peduli akan kelestarian penyu, kabar tidak mengenakkan juga muncul saat di belahan Nusantara lain.
Wartawan harian Kompas di Bali, Cokorda Yudistira, melaporkan, polisi dari Polres Jembrana menyita 13 penyu hijau dari rumah Thn (48), warga Banjar Klatakan, Desa Melaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Kamis (17/10/2019). Polisi pun menetapkan Thn sebagai tersangka lantaran menyimpan dan akan memperdagangkan satwa yang dilindungi itu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jembrana Ajun Komisaris Yogie Pramagita mengatakan, Thn mendapatkan penyu dari rekannya yang berasal dari Madura, Jawa Timur, Rabu (16/10/2019). Penyu disimpan di rumahnya untuk sementara waktu hingga ada calon pembeli.
Peringatan Hari Penyu Sedunia tiap tanggal 16 Juni menjadi pengingat bahwa upaya pelestarian penyu adalah upaya berkesinambungan yang tidak kenal lelah. Seharusnya kita bangga kepulauan Nusantara menjadi tempat persinggahan penyu-penyu langka tersebut untuk bertelur.
Oleh SUBUR TJAHJONO
Editor: SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 16 Juni 2021