Upaya deteksi dini dan penegakan karantina minimal 14 hari disarankan tidak hanya untuk pelaku perjalanan dari India. Hal itu disebabkan varian baru ini sudah menyebar ke banyak negara lain.
Pelaku perjalanan dari India yang diketahui positif Covid-19 terus bertambah dan dikhawatirkan bisa membawa varian baru B.1.617. Upaya deteksi dini dan penegakan karantina minimal 14 hari disarankan tidak hanya untuk pelaku perjalanan dari India karena varian baru ini sudah menyebar ke banyak negara lain.
”Sudah ada 26 yang diperiksa WGS (whole genome sequencing). Masih menunggu hasilnya,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi, Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Rabu (28/4/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

Sampel yang diperiksa genomiknya ini yang diketahui positif Covid-19 melalui pemeriksaan reaksi rantai polimerase (PCR). Jumlah kasus positif Covid-19 dari pelaku perjalanan dari India ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan data pekan lalu yang dilaporkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 sebanyak 12 orang.
Nadia menambahkan, pelaku perjalanan dari India yang sebelumnya lolos dari karantina karena menyuap petugas bandara juga telah ditangkap dan diisolasi kembali. Mereka juga harus menjalani karantina minimal 14 hari, sebagaimana telah ditetapkan Pemerintah Indonesia.
Selain dari India, pelaku perjalanan dari negara lain yang tiba di Indonesia hanya wajib menjalani karantina lima hari secara terpusat. Ketentuan ini berlaku untuk warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pada hari terakhir karantina akan dilakukan tes PCR ulang. Jika hasilnya negatif, baru boleh melanjutkan perjalanan ke wilayah tujuan di Indonesia.
Aturan karantina
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, karantina 14 hari seharusnya juga diberlakukan bagi semua pelaku perjalanan dari luar negeri, tidak hanya dari India. ”Karantina itu setidaknya dua kali dari masa inkubasi, bahkan ketika ada potensi varian yang lebih cepat menular atau membahayakan, sebaiknya pakai masa inkubasi terpanjang, yaitu 21-28 hari,” katanya.
Saat ini varian baru SARS-CoV-2 dari India, yaitu B.1.617, sudah menyebar ke banyak negara lain. Oleh karena itu, potensi penularan varian ini tidak hanya bisa dibawa pelaku perjalanan dari India. ”Mayoritas negara lain yang sukses mengendalikan pandemi ini, selain surveilans yang kuat di dalam negeri, juga melakukan pencegahan secara serius di pintu masuknya,” kata Dicky.
Laporan epidemiologi mingguan yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (27/4/2021) menyebutkan, varian B.1.617 telah terdeteksi di lebih dari 1.200 urutan genom virus yang diunggah ke database GISAID dari setidaknya 17 negara. ”Sebagian besar urutan (genom) ini diunggah dari India, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Singapura,” tulis WHO.
Dalam laporan ini juga disebutkan, ”Varian B.1.617 memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada varian lain yang beredar di India, menunjukkan potensi peningkatan penularan sehingga kemungkinan memainkan peran dalam lonjakan kasus di negara ini.”
Penyebaran gelombang kedua di India, menurut laporan ini, juga jauh lebih cepat daripada yang pertama. Meski demikian, dibutuhkan studi lebih lanjut. Selain itu, ada faktor lain yang diduga turut berkontribusi terhadap lonjakan tersebut, termasuk di antaranya kepatuhan yang lemah terhadap protokol kesehatan masyarakat serta pertemuan massal.

Jangan lengah
Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Jakarta, Erlina Burhan, dalam diskusi daring, mengatakan, Indonesia harus belajar dari India agar tidak mengalami lonjakan kasus. ”Meski ada kemungkinan kontribusi varian baru, perilaku masyarakat juga sangat menentukan,” ujarnya.
India pernah mengalami penurunan kasus secara drastis hingga akhir tahun 2020. Namun, terjadi euforia terlalu dini. Awal tahun ada kampanye pemilihan umum, pertandingan olahraga, dan pembukaan fasilitas umum, seperti mal, tempat hiburan, dan kereta yang dipenuhi orang tanpa maskes. ”Selain itu, juga festival-festival keagamaan yang dihadiri jutaan orang,” katanya.
Erlina menambahkan, kewaspadaan terhadap penyebaran berbagai varian baru harus ditingkatkan. Pemerintah harus transparan mengenai mutasi yang terjadi dan terus melakukan edukasi ke masyarakat. ”Mutasi akan terus terjadi seiring dengan perkembangan kasus. Karena itu, kita harus mengendalikan kasus agar tidak terjadi replikasi dan mutasi,” katanya.
Selain mutasi dari India yang masih dikaji lebih lanjut, sejumlah varian baru, seperti varian P.1 dari Brasil dan B.1.351 dari Afrika Selatan, sudah diketahui lebih menular dan berisiko meningkatkan keparahan serta menurunkan efikasi vaksin. ”Sekalipun sudah divaksin, jangan lengah. Orang yang sudah divaksin tetap bisa tertular dan sudah semakin banyak contohnya,” kata Erlina.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 29 April 2021