Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Berkah Bakatul Batavia

- Editor

Selasa, 20 April 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berkat penelitiannya di Batavia, Christian Eijkman bisa membuktikan teori infeksi “segala penyakit” Robert Koch tak selalu benar. Mainutrisi juga bisa menyebabkan akibat fatal. Vitamin pun nnenjadi nutrisi penting.

Jangan lupa vitamin. Anjuran ini lazim diberikan dari siapa pun untuk siapa pun. Vitamin diakui sebagai bahan nutrisi penting, untuk memastikan metabolisme berajalan prima, enzim- enzim tubuh bekerja penuh, hingga stamina badan terjaga dan kekebalan tubuh lebih andal. Vitamin ekstra memang telah menjadi kebutuhan pokok bagi mereka yang konsumsi gizinya tak seimbang.

Adalah Casimir Funk (1884-1967), warga Amerika Serikat berdarah Polandia, yang (1884-1967) yang kali pertama menyebut vitamin, dicomot dari kata vital yang berarti zat esensial bagi tubuh. Tambahan amine itu mengacu kepada gugus NH2 yang biasa menempel pada protein. Namun, belakangan diketahui bahan vital itu ternyata banyak ragamnya, tak semua mengandung gugus amine Toh, kata vitamin telanjur kondang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Funk berjasa menemukan vitamin dari kristal putih bekatul, kulit tipis pembungkus biji padi. Cangkang biji padi itu biasa terkelupas ketika gabah digiling. Apa pun, kristal itu kini dikenal sebagai sumber vitamin B-1. Tapi untuk temuan itu, Funk harus berterima kasih kepada Christian Eijkman. Karena, Eijkman-lah yang mula pertama membuktikan bahwa kristal bekatul itu adalah obat mujarab bagi penyakit malnutrisi beri-beri.

Penyakit beri-beri ketika itu banyak menyerang warga Hindia Belanda. Tua dan muda, terutama dari kelas sosial bawah. Gejala klinisnya khas. Mula-mula penderita merasa pusing, suara parau, refleks tungkai menurun. Pada stadiumyang lebih serius, sering terjadi kelumpuhan, radang saraf. Pada tingkat yang akut, penderita bisa meninggal karena gagal jantung.

Eijkman lahir di Nijkerk, Gelderland, Belanda, tahun 1858. Ia lulus menjadi dokter dari Universitas Amsterdam, 1883, lantas dikirim ke Indonesia. Sebagai patolog, Eijkman mendapat tugas meneliti “penyakit aneh” yang banyak menimpa bumi putra Hindia Belanda itu. Tak lama di Batavia, ia dikirim ke Berlin untuk belajar bakteriologi pada Robert Koch, ahli bakteri terkemuka ketika itu. Tahuh 1886, Eijkman sudah bekerja kembali di Batavia.

Selama di Berlin, Eijkman sempat mendiskusikan topik “penyakit aneh” dari Asia itu dengan Koch. Pakar bakteorologi itu yakin bahwa penyakit yang membuat penderita tampak bengkak sembap itu akibat infeksi kuman. Eijkman tidak bisa membantah. Ia kembali ke Batavia pada 1886, dengan membawa keraguan. Bersama dua koleganya, ia memulai risetnya. Tapi karena fasilitasnya terbatas, mereka mengajukan permohonan bantuan kepada Pemerintah Hindia Belanda berupa sebuah laboratorium patologi yang lengkap.

Permintaan itu diluluskan. Pada 15 Januari 1888, dibuka sebuah laboratorium medis bernama Geneskundig Laboratorium, di lokasi yang kini bernama Rumah Sakit Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Laboratorium ini memanfaatkan dua bangsal pasien di rumah sakit militer Belanda. Di tempat itulah Eijkman mulai bereksperimen.

Kebetulan, tahun 1890, ia mendapat kiriman ayam yang mengalami gejala polineuritis, mirip beri-beri. Ia lantas menguji apakah ayam itu terinfeksi kuman. Ia menyuntikkan darah ayam itu ke ayam sehat. Ternyata, tak ada penularan. Tebakan Koch meleset.

Eijkman juga mencoba memberi obat-obat antikuman. Tak ada gunanya.

Suatu kali, stok beras di rumah sakit menipis. Petugas rumah sakit membeli bekatul di pasar. Eijkman mencoba memberikan makanan beras itu kepada ayam-ayam sakit itu, hal yang biasa dilakukan peternak ayam di kampung-kampung. Ternyata, ayam-ayam yang nyaris lumpuh itu membaik kondisinya, bahkan sembuh.

Dari situ Eijkman berteori bahwa penyakit beri-beri itu berjangkit karena defisiensi makanan. Temuannya itu menjadi penting, karena di zaman itu semua dokter sedang gandrung pada teori Koch. Maka, Eijkman bersama peneliti Inggris Sir Frederick Hopkins mendapat Hadiah Nobel di bidang fisiologi dan kedokteran pada 1929. Eijkman berjasa mengkaji relasi antara nutrisi dan kinerja faali tubuh. Hopkins mendapat penghargaan karena menemukan triptofan, salah satu jenis protein esensial yang sangat berguna bagi tubuh manusia.

Christian Eijkman kembali ke Belanda pada 1896. Di negerinya ia memperoleh gelar guru besar di bidang ilmu gizi, kesehatan masyarakat. Ia juga diakui sebagai pakar ilmu forensik. Ilmuwan ini meninggal 1930, ketika usianya menginjak 72 tahun.

Sepeninggal Eijkman, laboratorium patologinya di Batavia itu terus berkarya. Grijns, Direktur patologi penerusnya, pada 1906 memindahkan laboratorium itu ke bangunan baru yang sekarang ada di areal Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Pada 1938, nama Geneskundig Laboratorium diubah menjadi Lembaga Eijkman.

Pada 1960-an, lembaga ini ditutup karena situasi politik yang tak mendapat dukungan politik dan finasial. Setelah vakum tiga dekade, lembaga tersebut kembali dihidupkan oleh Menteri Riset dan Teknologi kala itu B.J.Habibie. Namun namanya diubah jadi Lembaga Penelitian di Bidang Biologi Molekuler. Tapi pada Juli 1992, lembaga itu baru resmi berubah lagi menjadi Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Ketika itu pula, Habibie mempercayai Sangkot Marzuki untuk memimpin lembaga riset tersebut. Lima tahun kemudian, ia menjadi tempat sejumlah peneliti luar negeri datang melakukan studi. Mereka itu berasal dari Australia, Thailand, Inggris, dan Belanda. “Mereka bekerja di sini beberapa tahun,” ujar Sangkot kepada Wiwid Widodo dari GATRA.

Menurut Sangkot, yang ahli biologi molekuler itu, lembaga Eijkman sebenarnya telah banyak melakukan riset besar. Lembaga ini berjasa menemukan alat tes sederhana untukmengetahui air yang terkontaminasi bakteri Eschericia coli, penyebab diare. Ada juga isolasi Sacharoma siscombi dari arak Cina yang dipakai dunia kedokteran sebagai model single cell.

Antara 1993-1997, Eijkman mengalami zaman keemasan. Sejumlah peneliti Eijkman juga dikirim ke luar negeri. Lembaga ini bekerja sama dengan Monash University dan University of Queensland, Australia. Namun sejak krisis ekonomi 1998 hingga 2002, kinerja lembaga ini merosot tajam. Namun, kini berbagai kegiatan mulai digalakkan kembali. Salah satunya menjadi tuan rumah pertemuan Human Genom Organization di Bali, baru-baru ini. Semangat Eijkman ini memang harus dijaga agar jangan sampai pudar. Aries Kelana

Sumber: Majalah Gatra Edisi Khusus 17 Agustus 2004

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 84 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB