Riset terbaru menunjukkan, menurunkan berat badan dapat menurunkan risiko diabetes, dibandingkan faktor genetika. Ini memungkinkan intervensi tahap awal dilakukan sebelum kerusakan permanen terjadi.
Penyakit diabetes diketahui bisa dipengaruhi faktor keturunan. Namun riset terbaru menunjukkan, menurunkan berat badan dapat mencegah atau bahkan menurunkan risiko diabetes, dibandingkan faktor genetik.
Kajian oleh para peneliti dari Universitas Cambridge, Inggris, ini dipresentasikan di ESC Congress 2020, dan dirilis pada Senin (31/8/2020). Penelitian itu melibatkan 445.765 peserta dari Biobank Inggris. Usia rata-rata partisipan 57,2 tahun dan 54 persen di antaranya perempuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Partisipan dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan risiko genetik diabetes. Mereka juga dibagi menjadi lima kelompok menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Kondisi kesehatan mereka terus diikuti sampai usia rata-rata 65,2 tahun. Selama periode itu, 31.298 menderita diabetes tipe 2.
“Karena kita dilahirkan dengan gen kita, sangat mungkin untuk menunjukkan pada awal kehidupan siapa yang memiliki kemungkinan tinggi terkena diabetes selama hidup mereka,” kata peneliti utama Brian Ference dari Universitas Cambridge, Inggris, dan Universitas Milan, Italia, sebagaimana dikutip eurekaalert.org.
Dalam kajian ini, tim peneliti menggabungkan risiko yang diwariskan oleh gen dengan IMT untuk mengidentifikasi orang yang berisiko tertinggi terkena diabetes. “Upaya pencegahan (diabetes) kemudian dapat dipusatkan pada orang-orang ini,” kata Ference.
Diabetes merupakan penyakit yang diderita oleh sekitar 463 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2019, di mana sekitar 90 persen merupakan penderita diabetes tipe 2. Diabetes melipatgandakan risiko penyakit jantung koroner, stroke, dan kematian akibat penyakit kardiovaskular, termasuk juga saat terpapar Covid-19.
Data Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan, prevalensi orang dengan diabetes di Indonesia cenderung meningkat, pada tahun 2007 sebesar 5,7 persen dan tahun 2013 sebesar 6,9 persen. Prevalensi ini menempatkan Indonesia pada peringkat tertinggi ke enam didunia setelah China, India, Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko. Pada tahun 2045, jumlahnya diperkirakan menjadi 16,7 juta penderita diabetes dengan usia 20-79 tahun.
Faktor kegemukan
Riset tersebut menemukan, mereka yang berada pada kelompok IMT tertinggi atau rata-rata 34,5 kilogram (kg) per meter persegi (m2) memiliki peningkatan risiko diabetes 11 kali lipat dibanding peserta pada kelompok IMT terendah atau rata-rata 21,7 kg per m2.
Tim peneliti menyimpulkan, kelompok IMT tertinggi memiliki kemungkinan lebih besar terkena diabetes dibandingkan semua kelompok lainnya, terlepas dari risiko genetik. “Penemuan ini menunjukkan bahwa IMT merupakan faktor risiko yang jauh lebih kuat untuk diabetes daripada predisposisi genetik,” kata Ference.
Para peneliti kemudian menggunakan metode statistik untuk memperkirakan apakah kemungkinan diabetes pada orang dengan IMT tinggi akan lebih besar jika mereka kelebihan berat badan untuk jangka waktu yang lama. Mereka menemukan bahwa durasi peningkatan IMT tidak berdampak pada risiko diabetes.
Ference mengatakan, “Ini menunjukkan ketika orang melewati ambang IMT tertentu, risiko mereka terkena diabetes meningkat dan tetap pada tingkat risiko tinggi yang sama terlepas dari berapa lama mereka kelebihan berat badan,” kata Ference. Menurut catatannya, ambang batas setiap IMT orang sehingga mulai mengembangkan kadar gula darah yang tidak normal, bisa berbeda-beda.
“Temuan ini menunjukkan sebagian besar kasus diabetes dapat dihindari dengan menjaga IMT di bawah batas yang memicu gula darah abnormal. Ini berarti untuk mencegah diabetes, baik IMT dan gula darah harus dinilai secara teratur. Upaya untuk menurunkannya. berat badan sangat penting ketika seseorang mulai mengembangkan masalah gula darah, ” tuturnya.
Selain itu, dari temuan ini dimungkinkan upaya untuk menurunkan risiko diabetes dengan mengurangi berat badan pada tahap awal sebelum kerusakan permanen terjadi.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 1 September 2020