Di masa pandemi ini, kiprah para peneliti yang inovator sangat dibutuhkan. Mereka kini bahu-membahu berupaya memberikan solusi penanganan Covid-19 melalui keilmuannya.
Kondisi darurat selama pandemi Covid-19 membangkitkan gairah dan rasa kemanusiaan para peneliti untuk bahu-membahu mencari jalan keluar dari pandemi ini dari berbagai sisi ilmiah. Saat sebagian warga masyarakat “dirumahkan” karena pemberlakuan pembatasan sosial, para peneliti terus berinovasi memunculkan berbagai alternatif mulai dari peralatan, obat, hingga panduan kesehatan yang berbasis keilmuan dan teruji keamanannya tersebut bisa digunakan masyarakat dan tenaga medis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti di Bandung, dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI-ITB) Syarief Hidayat memilih tak pulang selama lima pekan demi mengembangkan ventilator lokal yang bisa digunakan membantu pernapasan pasien yang belum menyentuh fase darurat. Dengan alat ini, pasien tetap bisa menjalani perawatan dengan risiko gagal napas yang minim sehingga mengurangi risiko kematian,
Pengembangan ventilator lokal ini, disebutkan Syarief menggunakan dana masyarakat dari Masjid Raya Salman ITB. Dengan menggunakan dana ini, ia tak perlu membuat proposal dan melalui birokrasi lain.
Ia menyatakan reputasinya dipertaruhkan dengan mengambil risiko “berutang” dari dana publik tersebut. “Namun kalau tidak diambil mau sampai kapan kami baru akan bergerak,” kata dia.
Syarief sampai tidak pulang ke rumah selama lima minggu untuk merakit inovasi alat yang dinamai Vent-I. Tujuannya tak pulang selama lebih dari sebulan itu untuk tetap fokus dan tak ingin membawa risiko penularan Covid-19 kepada keluarganya.
Usahanya tak sia-sia karena purwarupa Vent-I telah lolos uji oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan mengantongi Standar Nasional Indonesia (SNI). Selama merancang dan mengetes bahan itu, ia berkonsultasi dengan praktisi medis Fakultas Kedokteran Unpad. Ini untuk menemukan ventilator yang ringkas dan tepat sasaran sesuai kebutuhan pengguna.
Saat dihubungi Jumat (26/6/2020), Syarief mengatakan sedang memproduksi Vent-I dengan target sekitar 850 unit atau setara dengan dana masyarakat yang dititipkan. Dari jumlah itu, sebanyak 270 unit telah disalurkan ke rumah sakit di seluruh Indonesia.
“Setelah target dana masyarakat ini selesai, baru kami akan masuk ke fase industri,” kata dia.
Kemandirian teknologi
Di masa yang bisa dikatakan darurat pandemi ini, kiprah para peneliti yang inovator sangat dibutuhkan. Pandemi yang menyergap seluruh negara di dunia membuat akses untuk memenuhi peralatan medis – itu pun bila tersedia dananya – sangat sulit karena seluruh negara membutuhkan tambahan alat medis.
Kondisi pandemi ini membuktikan bahwa sebagai negara dengan penduduk yang besar, Indonesia harus bisa mandiri memenuhi kebutuhan teknologi, termasuk teknologi terkait layanan kesehatan. “Selama ini kita mungkin terlena dengan kemudahan untuk mendapatkan produk secara impor,” tutur Danang Waluyo, peneliti dari Balai Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Pandemi ini juga membuktikan bahwa para peneliti dalam negeri mampu untuk menghasilkan berbagai inovasi yang berkualitas. Para peneliti kini juga merasa lebih percaya diri untuk menghasilkan inovasi.
Buktinya, dalam waktu yang cukup singkat yakni sekitar tiga bulan, sudah banyak inovasi untuk penanganan Covid-19 yang dihasilkan. Inovasi itu mulai dari alat tes pemeriksaan, alat bantu pernapasan, laboratorium pengujian, dan berbagai terapi alternatif.
Namun, ia mengatakan, dalam menjalankan proses penelitian di masa pandemi, kepercayaan diri serta optimisme untuk menghasilkan inovasi lebih tinggi dari biasanya. Dengan dukungan yang optimal, inovasi yang dikembangkan bisa cepat dihasikan.
Seperti produk laboratorium bergerak dengan standar keamanan hayati atau Biosafety level 2 bisa dihasilkan tim BPPT selama kurang lebih 1,5 bulan. Itu mulai dari tahap perancangan sampai menjadi produk yang siap dimanfaatkan.
“Banyak kendala yang dihadapi, seperti pengadaan bahan baku juga perancangan produk agar bisa efisien namun tetap berkualitas. Meski begitu, dengan dukungan dan harapan masyarakat luas, kami pun berhasil menghasilkan produk ini dengan baik,” ucap Danang yang juga menjadi salah satu tim pengembangan inovasi laboratorium bergerak Biosafety level 2 untuk pengujian spesimen Covid-19.
Produktivitas para peneliti untuk menghasilkan inovasi pun tercatat di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. “Total hingga sekarang ada 119 penelitian yang dikerjakan oleh teman-teman di UGM,” ujar Sekretaris Direktorat Penelitian UGM, Mirwan Ushada,
Dalam melakukan penelitian beragam bidang terkait Covid-19, para dosen dan peneliti UGM bekerjasama dengan sejumlah pihak seperti lembaga pemerintah, perusahaan swatsta, dan perguruan tinggi lain. (RTG/TAN/HRS/MZW)
Oleh TIM KOMPAS
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 29 Juni 2020