Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan ekstrak daun ketepeng badak (Cassia alata) dan benalu (Dendrophthoe sp) sebagai obat herbal antivirus Covid-19. Hal ini mendukung kemandirian produksi obat di Indonesia.
Sejak Covid-19 menjadi pandemi global, para peneliti di sejumlah negara mencari kandidat obat Covid-19, termasuk bahan obat dari tanaman, mikroorganisme, ataupun biota laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Kimia pun mengembangkan ekstrak daun ketepeng badak (Cassia alata) dan benalu (Dendrophthoe sp) sebagai obat herbal antivirus Covid-19.
Kepala Pusat Penelitian Kimia Yenny Meliana mengatakan, LIPI bekerja sama dengan Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Kyoto University, Jepang, mengembangkan obat herbal sebagai antivirus dari ekstrak daun ketepeng badak (Cassia alata) dan benalu (Dendrophthoe sp) sebagai alternatif dalam pengobatan Covid-19.
”Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam tanaman ketepeng badak dan benalu dilaporkan mempunyai aktivitas antivirus,” ujarnya, dalam siaran pers, Senin (11/5/2020). Senyawa yang diprediksi dapat berperan aktif sebagai antivirus pada tanaman tersebut adalah kaempferol, aloe-emodin, quercitrin, dan quercetin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peneliti bidang farmasi kimia Pusat Penelitian LIPI, Marissa Angelina, menyebutkan, langkah yang telah dilakukan terhadap pasien Covid-19 sebatas pada tindakan preventif dan suportif untuk mencegah komplikasi dan kerusakan organ lebih lanjut.
”Beberapa studi pendahuluan telah menguji kombinasi agen potensial, seperti protease inhibitor lopinavir/ritonavir yang umumnya digunakan untuk mengobati HIV, digunakan untuk pengobatan pasien yang menderita Covid-19,” ujarnya.
HUMAS LIPI—Hasil penelitian Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menunjukkan daun ketepeng badak (Cassia alata) dan benalu (Dendrophthoe sp) memiliki zat aktif bagi pengembangan obat herbal antivirus penyebab Covid-19.
Selain itu, lanjut Marissa, dilaporkan juga adanya penggunaaan obat malaria, yaitu klorokuin dan emodin. Tanaman yang mengandung komponen utama flavonoid dan flavonoid glikosida banyak dilaporkan sebagai zat aktif utama sebagai antivirus.
Menurut Marissa, pengembangan bahan baku obat dan obat herbal terstandar merupakan upaya penting mendukung kemandirian obat Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati. ”Pengembangan bahan baku obat berbasis tanaman berpotensi untuk jangka panjang dan berpeluang besar bagi industri bahan baku obat di Indonesia,” tuturnya.
Sebagai catatan, Covid-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2 termasuk jenis virus baru bersifat dinamis. Oleh karena itu, belum ada formula obat atau vaksin yang tepat untuk mengobati virus ini, seperti yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Oleh ICHWAN SUSANTO
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 11 Mei 2020