Demam berdarah dengue di Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Teknik baru deteksi virus dengue perlu dikembangkan, salah satunya melalui identifikasi protein antigen NS-1. Tujuannya agar pasien tidak semakin parah.
Deteksi infeksi virus dengue yang ideal masih belum ditemukan saat ini. Pengembangan metode baru yang lebih cepat dan tepat dalam deteksi dini sangat diperlukan agar kondisi pasien yang terinfeksi tidak semakin parah.
Infeksi virus dengue sebagai penyebab penyakit demam berdarah dengue masih menjadi persoalan di masyarakat, baik di tingkat global maupun nasional. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus infeksi virus dengue semakin meningkat dengan total kasus mencapai 2,5 miliar orang. Indonesia tercatat menduduki peringkat nomor dua dengan kasus terbanyak setelah Brazil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Infeksi virus dengue memiliki gejala awal berupa demam. Gejala ini mirip dengan gejala penyakit lain sehingga diagnosisnya terkadang salah. Karena itu, pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, terutama pemeriksaan yang cepat serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi,” ujar Widoretno saat mempertahankan disertanya di depan para penguji untuk meraih gelar doktor bidang Ilmu Biomedik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Senin (13/1/2020).
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Widoretno
Atas disertasi yang berjudul “Pengembangan Deteksi Protein Struktural 1 (NS-1) Virus Dengue Berbasis Metode Surface Plasmon Resonance (SPR)”, Widoretno lulus dengan indeks prestasi kumulatif 3,8. Adapun promotor dalam penulisan disertasi ini adalah Guru Besar Tetap Mikrobiologi Klinik FKUI, Agus Syahrurachman.
Menurut Widoretno, teknik deteksi melalui identifikasi protein antigen NS-1 dalam virus dengue paling berpotensi untuk dikembangkan. Itu karena teknik ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi dibanding teknik lain seperti isolasi virus, identifikasi materi genetik, dan deteksi respons imun. Sensivisitas adalah kemampuan suatu tes untuk menyatakan seseorang positif sakit, sementara spesifisitas adalah kemampuan suatu tes untuk menyeatakan seseorang negatif sakit.
Dalam penelitian itu, ia juga menyampaikan, deteksi NS1 virus dengue dengan metode SPR sangat berpotensi untuk dikembangkan secara lebih lanjut. Selain karena sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, hasil dari metode ini juga data dilihat secara kuantitatif serta sesuai dengan waktu yang sesungguhnya. Penggunaannya dapat disederhanakan pula dengan menggunakan ponsel.
“Metode SPR dapat dijadikan alternatif metode deteksi dini infeksi virus dengue. Dari hasil penelitian pada sampel klinis yang diuji, kemampuan metode SPR untuk deteksi protein NS1 virus dengue mencapai 100 persen dengan selang kepercayaan 80-100 persen dari seluruh sampel yang positif menderita infeksi virus dengue. Hasil serupa juga ditemukan untuk mendeteksi sampel yang tidak terinfeksi,” ujar Widoretno.
Agus menuturkan, penelitian yang dilakukan Widoretno perlu dikembangkan lebih lanjut agar menghasilkan kit sederhana deteksi NS1 virus dengue yang efektif dan efisien. Selain itu, metode SPR juga bisa dikembangkan untuk mendeteksi penyakit lain, seperti sars, respiratory syncytial virus atau virus yang menyerang saluran penrpasan, dan kanker.
“Penelitian ini bisa dikembangkan melalui pengembangan bersama bidang keilmuan lainnya, seperti dari bidang teknik, kedokteran, dan biomedik. Tujuannya agar nantinya bisa diaplikasikan sehingga bermanfaat secara langsung bagi masyarakat luas,” ujar Agus.
Oleh DEONISIA ARLINTA
Editor: ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 13 Januari 2020