Google Earth membuka ruang publik untuk saling berbagi cerita. Melalui fitur Voyager, pengguna tak lagi sekadar menjelajah bumi dengan citra satelit. Pengguna kini bisa mengetahui kisah otentik lokasi tujuannya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI–Google mengenalkan fitur Voyager saat lokakarya bertajuk ”Google Earth Story Creation” yang diselenggarakan Google Indonesia di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Sejak 2001, Google Earth menyediakan visualisasi tiga dan dua dimensi suatu wilayah kepada pengguna. Layanan itu berkembang dengan menyisipkan narasi yang ditulis para pengguna melalui fitur Voyager. Fitur ini diluncurkan secara global pada 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Head of Corporate Communications Google Indonesia Jason Tedjasukmana mengatakan, ada sedikitnya 400 narasi yang telah diunggah di Google Earth. Narasi tersebut ditulis oleh para pengguna/mitra profesional Google dari seluruh dunia yang disebut Voyager. Salah satu Voyager di Indonesia menulis tentang hutan konservasi di Aceh dan Sumatera Utara ialah The Leuser Ecosystem.
Fitur Voyager punya akses yang terbatas. Namun, pengguna Google Earth bisa mengunggah narasi layanya Voyager dengan layanan Story Creation. Layanan ini bisa diakses secara gratis.
“Siapa saja bisa mengunggah konten atau cerita mereka di Google Earth (dengan Story Creation). Namun, ada pedoman komunitas yang harus ditaati. Konten yang tidak sesuai pedoman bisa dilaporkan dan dicabut,” kata Jason pada lokakarya terbatas bertajuk Google Earth Story Creation di Jakarta, Senin (2/12/2019).
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI–Head of Corporate Communications Google Indonesia Jason Terjasukmana (tengah) berfoto bersama pembuat narasi dalam Google Earth, Rita Jhon Harsono (kiri) dan Suparman Elmizan, saat lokakarya ”Google Earth Story Creation” di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Menurutnya, fitur ini bukan sekadar inovasi, namun juga upaya meningkatkan keterlibatan pengguna dengan Google Earth. Voyager dan Story Creation ia nilai potensial untuk berkembang di Indonesia. Pasalnya, masing-masing wilayah memiliki kekayaan alam, budaya, dan narasi unik untuk dibagikan ke publik.
Media berbagi
Salah satu pembuat narasi (story creator), Rita Jhon Harsono, mengatakan, ia memanfaatkan Google Earth untuk berbagi pengetahuan tentang batik Nusantara. Narasi tersebut menceritakan antara lain tentang sejarah batik, kota-kota penghasil batik, dan tantangan eksistensi batik di masa depan.
”Hal pertama yang harus dilakukan dalam membuat cerita ini adalah menentukan tema. Pengerjaan dilanjutkan dengan riset, membangun aliran cerita, dan menentukan tata letak desain,” kata Rita.
Narasi itu ia tulis dalam bahasa Inggris untuk memperluas cakupan pembaca. Ia berharap agar kisah tentang batik bisa dinikmati penduduk dari negara-negara lain. ”Sebagai pengajar sekolah internasional, saya jadi bisa berbagi cerita batik kepada sejumlah kolega yang kebanyakan orang asing,” ujarnya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI–Pembuat narasi Google Earth, Rita Jhon Harsono dan Suparman Elmizan, berbagi pengetahuan pada lokakarya ”Google Earth Story Creation” di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Ia memerlukan waktu 3-4 hari untuk membuat narasi berjudul ”Indonesian Batik: A Beauty in Diversity”. Narasi itu dilengkapi dengan peta, gambar, dan video terkait. Pengguna bisa mengunggah grafis dari arsip pribadi atau menggunakan grafis yang tersedia di internet. Sumber grafis harus dicantumkan pada kolom yang tersedia.
Selain Rita, ada pula Suparman Elmizan, pembuat narasi yang berbagi kisah tentang kehidupan di sekitar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi. Narasi ini diharapkan bisa mengajak publik peduli terhadap ketersediaan pendidikan anak-anak Bantargebang.
”Sejumlah komunitas telah bergerak untuk menyediakan pendidikan anak di sana. Cerita-cerita mereka saya himpun dalam Google Earth karena mereka (anak-anak) butuh bantuan,” kata Suparman.
–Tampilan tiga dimensi di Google Earth.
Rita dan Suparman sepakat bahwa fitur ini bisa menjadi media mengajar yang efektif. Hal ini sesuai dengan pesan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk memanfaatkan teknologi dalam kegiatan belajar dan mengajar.
Fitur ini bisa membawa anak didik menjelajah dunia secara virtual. Anak didik pun bisa memanfaatkan fitur ini untuk mempelajari suatu wilayah, menuliskan hasil belajar di Google Earth, lalu membagikannya secara daring.
”Ini termasuk bagian dari creative learning (pembelajaran kreatif) bagi murid dan guru,” kata Suparman.
Oleh SEKAR GANDHAWANGI
Editor ANTONIUS PONCO ANGGORO
Sumber: Kompas, 2 Desember 2019