Laurent Simons, Bocah Genius dengan Otak “Spons”

- Editor

Sabtu, 16 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berambut pirang dan bermata hijau dengan senyum manis, Laurent Simons yang berusia sembilan tahun sekilas terlihat seperti anak umumnya. Namun, dia bukan bocah biasa. Dia bocah genius ber-IQ 145 yang sedang jadi pembicaraan global lantaran sebentar lagi memecahkan rekor sebagai sarjana termuda di dunia.

Rekor sarjana termuda di dunia kini masih dipegang oleh Michael Kearney sejak 1994. Kearney lulus dari University of Alabama pada usia 10 tahun. Laurent akan lulus sebagai sarjana teknik listrik di Eindhoven University of Technology (TUE), Belanda, pada Desember 2019. Jadi, tinggal sebulan lagi rekor itu akan berpindah ke tangan Laurent.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Pelajaran favorit saya adalah teknik elektronika. Saya juga akan belajar sedikit tentang kedokteran,” kata Laurent seperti dikutip dari artikel berjudul “Nine Years Old Child Genius to Graduate University” yang dipublikasikan CNN, Kamis (14/11/2019).

Sejak kecil, kakek dan nenek Laurent telah melihat kegeniusan bocah campuran Belgia dan Belanda ini. Namun, orangtua Laurent, Alexander dan Lydia, justru beranggapan klaim genius itu hanya melebih-lebihkan bakat Laurent. Belakangan, kedua orangtuanya mulai percaya ketika guru-guru Laurent mengatakan hal yang sama.

Untuk mengetahui sejauh mana bakat Laurent, ia diberikan berbagai tes. Dari tes itu diperoleh kesimpulan, Laurent ibarat sepotong spons yang bisa menyerap begitu banyak informasi. Dia juga memiliki ingatan yang bersifat fotografis.

Laurent diketahui memiliki IQ pada level 145. Lebih tinggi dari level 130 yang sudah termasuk kategori berbakat. Meskipun begitu, hasil tes itu belum bisa diverifikasi pada usia Laurent yang begitu muda. Kebenaran tes baru bias diketahui keakuratannya ketika ia berusia 14-15 tahun.

Laurent memulai sekolah dasar pada usia empat tahun. Dalam waktu singkat, ia menamatkan sekolah dasar. Mulai saat itu, Laurent sudah biasa jadi murid termuda di kelasnya. Pada usia enam tahun, ia masuk sekolah menengah di Bruges, Belgia. Setahun kemudian, agar tidak bosan, ia diizinkan memulai proyek penelitian di Academic Medical Centre (AMO) di Amsterdam, Belanda.

Salah satu mentor Laurent adalah John Wilkes, seorang profesor matematika di American University. Bersama Wilkes, Laurent belajar statistik, geometri, dan aljabar. Di usia enam tahun, ia mempelajari pelajaran siswa level 16 tahun. “Memulai SMA tidak mudah. Siswa lain mengganggu saya. Mereka memprotes karena saya tahu semua jawaban dari pertanyaan,” ujar Laurent menceritakan pengalamannya.

Laurent menyelesaikan sekolah menengah pada usia delapan tahun. Ia mampu menyelesaikan pendidikan yang seharusnya enam tahun hanya dalam waktu satu setengah tahun. Kedua orangtuanya sudah biasa mencari-cari sosok kecil putri mereka di antara anak SMA lainnya ketika wisuda kelulusan.

Selama berkuliah di TUE, Profesor Peter Baltus sempat menyebutkan, Laurent tiga kali lipat lebih pintar dari mahasiswa terpintar yang dimilikinya. Laurent mampu menemukan solusi yang tidak pernah dipecahkan mahasiswa dewasa.

Hingga kini, orangtua Laurent belum memiliki penjelasan mengenai bakat putra mereka sehingga bisa belajar dengan cepat. Memang, keluarga mereka banyak yang berprofesi sebagai dokter. Ibunya pun berkelakar bahwa bakat Laurent adalah hasil dari memakan banyak ikan ketika hamil.

Meskipun pintar, Laurent tetap berperilaku layaknya anak-anak. Ia senang menghabiskan waktu dengan Joe dan Sam, anjingnya, dan bermain telepon pintar. Gim favoritnya adalah Fortnite dan Minecraft. Ia pun senang bermain gokar dan menonton balap Formula One. Pembalap favoritnya adalah Sebastian Vettel dari Ferrari.

Orangtua Laurent pun memastikan ia akan mendapatkan masa kanak-kanak yang menyenangkan. Mereka ingin Laurent dapat menemukan keseimbangan antara menjadi seorang anak dan seorang berbakat.

Menariknya, meskipun hasrat Laurent untuk belajar besar, terutama mengenai matematika dan sains, ia “lemah” dalam literatur sastra roman. Tulisan Shakespeare masih bisa dinikmati karena ada sedikit aksi.

Ada kalanya, orangtua Laurent kembali diingatkan bahwa Laurent masih seorang anak. Tidak jarang, Laurent sangat keras kepala jika makan malam tidak sesuai dengan keinginannya.

Diperebutkan
Sebagai anak genius, Laurent memiliki kemampuan untuk menyerap pelajaran dalam waktu yang cepat. Menjelang kelulusan, bakatnya membuat berbagai universitas ternama dunia berlomba merayunya agar mendaftar masuk.

Sejumlah profesor dari Amerika Serikat telah mendekati Laurent dengan tawaran pendidikan master dan bahkan program PhD. Beberapa bahkan sudah memberinya pekerjaan rumah setelah wawancara melalui Skype secara informal. “Saya sangat ingin pergi ke California. Cuaca di sana sangat bagus,” ujar Laurent.

Namun, ayahnya membocorkan, University of Oxford dan University of Cambridge bisa menjadi opsi utama karena faktor kemudahan. Apalagi, Laurent kemungkinan besar akan tergoda untuk melihat Oxford yang terkenal akan arsitekturnya.

Laurent belum memutuskan ke mana ia akan melanjutkan perjalanannya yang luar biasa. Namun, satu hal yang pasti, bocah ini telah memiliki rencana besar dalam hidupnya, yaitu ilmuwan yang menciptakan organ buatan. “Untuk memperpanjang hidup, membuat seluruh tubuh robot dan menghubungkan manusia sambil mempertahankan kesadaran. Jantung buatan dan ginjal buatan, hal semacam itu,” katanya.

Mengapa ia ingin membuat organ buatan? “Karena kakek dan nenek saya adalah pasien jantung,” jawabnya.

Seperti bocah lainnya, Laurent menyisakan sisinya yang lucu dan lugu. (THE GUARDIAN)

Elsa Emiria Leba

Sumber: Kompas, Sabtu, 16 November 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB