Terinspirasi Greta Thunberg, Pemuda Indonesia Desak Pemerintah Tangani Isu Lingkungan

- Editor

Sabtu, 21 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Swedish environment activist Greta Thunberg speaks at a climate protest outside the White House in Washington, DC on September 13, 2019. - Thunberg, 16, has spurred teenagers and students around the world to strike from school every Friday under the rallying cry

Swedish environment activist Greta Thunberg speaks at a climate protest outside the White House in Washington, DC on September 13, 2019. - Thunberg, 16, has spurred teenagers and students around the world to strike from school every Friday under the rallying cry "Fridays for future" to call on adults to act now to save the planet. (Photo by Alastair Pike / AFP)

Perjuangan Greta Thunberg, aktivis asal Swedia, terhadap isu lingkungan hidup bergema hingga Indonesia. Gadis, yang baru berusia 16 tahun, itu, menginspirasi anak muda Indonesia untuk mendesak pemerintah agar lebih peduli terhadap kerusakan alam akibat aktivitas manusia.

Pada Jumat (20/9/2019) ini merupakan hari dimulainya aksi protes perubahan iklim global. Kampanye yang juga dikenal sebagai “Global Climate Strike” digelar di 150 negara hingga 27 September, seperti dijelaskan dalam situsnya. Kegiatan itu ramai diunggah di media sosial dengan tagar #ClimateStrike.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI–Peserta aksi membentangkan spanduk saat mengikuti kampanye perubahan lingkungan yang mengusung tema “Climate Strike” di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Kampanye diawali long march dari Masjid Cut Meutia menuju Balai Kota Jakarta dan berakhir di Taman Inspirasi kawasan Monas. Aksi tersebut menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran mengenai dampak perubahan ikilm terhadap lingkungan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Unjuk rasa juga digelar di Jakarta pada Jumat siang dengan jalan bersama dari Taman Cut Mutia, Jakarta Pusat, hingga Balai Kota Jakarta dan Istana Merdeka. Anak-anak muda usia sekolah hingga aktivis dari komunitas yang peduli isu lingkungan dan energi terbarukan hadir membawa spanduk dan poster dengan pesan tentang pentingnya peduli terhadap isu lingkungan, yang disebabkan pemanasan global, polusi udara, atau pun sampah.

“Unjuk rasa ini terinspirasi dari aksi Greta yang sebelumnya berdiri sendiri di depan gedung parlemen setiap Jumat hingga bolos sekolah. Ia menyuarakan agar anggota parlemen bergerak mengatasi masalah iklim. Sekarang, anak muda di Indonesia juga ikut tergerak dengan aksi Greta,” kata Satrio Swandiko Prillianto (29), Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, ketika ditemui di depan Balai Kota Jakarta, Jumat.

AFP–Aktivis lingkungan Swedia, Greta Thunberg (16), berorasi dalam aksi protes menuntut upaya serius dalam pencegahan perubahan iklim di depan Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Jumat (13/9/2019). Aksi Greta telah mendorong unjuk rasa di seluruh dunia untuk mendesak pemerintah bekerja lebih serius mencegah kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Tidak hanya di Indonesia, perjuangan Gretta juga telah menggerakkan anak muda di negara lain untuk turut peduli masalah lingkungan. Seperti diberitakan Kompas, pada Maret 2019, Nymag.com melaporkan, ada 1,4 juta pelajar di seluruh dunia yang bolos sekolah untuk berdemonstrasi di jalan mengenai perubahan iklim seperti dilakukan Greta. Mereka tersebar di sejumlah kota di Amerika Serikat, Eropa, hingga Asia.

Bagi Satrio, pesan-pesan yang disampaikan Greta sangat kuat dan mengingatkan kita semua bahwa masa depan generasi muda yang terancam, apabila isu lingkungan tidak diatasi secara serius dari sekarang. “Inti pesan dari gerakan itu adalah buat apa sekolah kalau tidak punya masa depan? Bagi saya, ini sangat kuat dan menjadi tamparan keras bagi pemerintah,” tambah Satrio.

Media sosial
Beberapa anak muda Indonesia, seperti Reza (19) dan Amar (19), kenal dengan sosok Greta melalui konten yang tersebar di media sosial. Kedua pemuda beserta dua teman lainnya, beberapa bulan lalu, sempat berunjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta. Setelah itu, mereka menghubungi Greenpeace untuk menyebarkan informasi mengenai kampanye mereka kepada masyarakat luas.

KOMPAS/AYU PRATIWI–Aksi unjuk rasa mengenai perubahan iklim global di depan Balai Kota Jakarta, Jumat (20/9/2019). Kegiatan itu dihadiri ratusan hingga ribuan peserta dari berbagai kalangan, dari yang berusia sekolah hingga profesional.

Pada Jumat ini, aksi yang berawal dari empat orang dari salah satu SMK di Jakarta Timur, itu, meluas dengan melibatkan hingga ribuan orang dari berbagai kalangan. Beberapa hal yang mereka serukan kepada pemerintah adalah mendeklarasikan darurat iklim, serta memasukkan pelajaran mengenai krisis ekologi dalam kurikulum sekolah.

“Perubahan iklim sudah kelihatan. Dari polusi akibat kendaraan, hingga perilaku manusia yang menghasilkan banyak sampah. Aksi bersih-bersih saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (di Jakarta) saja bisa menghasilkan satu truk penuh sampah,” kata Reza.

Dari unjuk rasa pada Jumat di Jakarta, Reza dan Amar senang bahwa ternyata banyak orang yang peduli dengan lingkungan. “Kita semua terpukul dengan apa yang dilakukan Greta. Tetapi, kalau pemerintah tidak peduli, kita tidak senang,” tambah Amar.

Kehilangan habitat
Dalam laporan yang dipublikasikan pada 2018 oleh Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim (IPCC), asosiasi ilmuwan dari seluruh dunia yang didirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), aktivitas manusia mengakibatkan kenaikan suhu bumi sebanyak 1 derajat celcius secara rata-rata. Pada 2030-2052, angka itu diperkirakan naik menjadi 1,5 derajat celcius.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI–Anak-anak muda bergabung bersama para aktivis lingkungan dan komunitas peduli lingkungan mengikuti kampanye perubahan lingkungan yang mengusung tema “Climate Strike” di Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Kenaikan suhu itu berdampak pada keanekaragaman hayati, serta ekosistem tanah dan laut. Apabila suhu bumi naik 1,5 derajat selsius, diproyeksikan sebanyak 6 persen serangga, 8 persen tanaman, dan 4 persen vertebrata dari total 105.000 spesies yang dipelajari bakal kehilangan lebih dari setengah lingkungan habitatnya.–AYU PRATIWI

Editor HAMZIRWAN HAM

Sumber: Kompas, 20 September 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB