Budaya Inovasi Belum Kuat

- Editor

Kamis, 29 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indonesia harus bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan inovasi. Salah satu caranya dengan memperbaiki kualitas pendidikan di perguruan tinggi.

Kemajuan suatu negara saat ini didasari oleh penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan inovasi. Namun, kemampuan inovasi Indonesia masih kalah dibanding negara-negara ASEAN lainnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam peringatan puncak Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) di Denpasar, Bali, Rabu (28/8/2019) mengingatkan makna penting dari Hakteknas adalah kemampuan bangsa menghasilkan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa, bukan peringatan harinya semata.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA–Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla (kiri) yang didampingi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir (kanan), meninjau stan peserta pameran Ritech Expo 2019 di Lapangan Puputan Margarana, Niti Mandala Renon, Denpasar, Bali, Rabu (28/8/2019). Pameran Ritech Expo 2019 digelar serangkaian peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24 di Denpasar.

“Inovasi harus mampu meningkatkan nilai tambah, efisiensi, biaya yang lebih murah, waktu yang lebih cepat, hingga peningkatan produktivitas,” katanya.

Inovasi juga harus berkembang tiap hari. Karena itu, Kalla mengritik lembaga riset yang selalu menampilkan karya inovasi yang sama selama empat kali perayaan Hakteknas yang dihadirinya dalam lima tahun terakhir. Kondisi itu membuat kemampuan inovasi Indonesia makin tertinggal dibanding negara-negara lain, khususnya di Asia Tenggara.

Indeks Inovasi Global (GII) 2018 menempatkan Indonesia pada rangking 85 dari 126 negara yang disurvei. Di ASEAN, peringkat Indonesia kalah dibanding SIngapura yang ada di peringkat 5, Malaysia (35), Thailand (44), Vietnam (45), Brunei Darussalam (67), Filipina (73) dan hanya unggul dari Kamboja (98).

Kemampuan inovasi Indonesia juga kalah dibanding negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, seperti Korea Selatan (12), China (17), Turki (50), India (57) dan Arab Saudi (61).

“Itu berarti, Indonesia masih harus bekerja keras,” katanya.

Kunci kemajuan China, lanjut Kalla, adalah kemampuannya menirukan dan menambahi produk inovasi berbasis iptek yang sudah ada hingga akhirnya melahirkan inovasi baru. Cara itu juga dilakukan sejumlah negara lain sebab untuk melakukan inovasi memang tidak harus selalu dimulai dari nol karena akan membutuhkan waktu lama.

Perguruan tinggi
Langkah awal untuk memperbaiki kemampuan inovasi, lanjut Kalla, salah satunya adalah dengan memperbaiki kualitas pendidikan di perguruan tinggi.

Pada 2017, China memiliki sekitar 2.900an akademi dan universitas negeri dan jumlah universitas swasta yang tidak banyak. Sejak ekonomi China tumbuh tinggi pada 1990an, negara itu merestrukturisasi perguruan tingginya dengan menggabungkan sejumlah akademi dan universitas agar lebih efisien.

Sementara Indonesia saat ini memiliki sekitar 4.600 perguruan tinggi dalam berbagai bentuk dengan lebih separuhnya berupa sekolah tinggi. Namun, besarnya jumlah perguruan tinggi Indonesia itu nyatanya tak mendongkrak peringkat inovasi.

“Artinya, jumlah perguruan tinggi Indonesia yang banyak itu tidak relevan dengan hasilnya,” tambah Kalla.

Bangsa Indonesia juga perlu serius memikirkan masa depan, sama seperti cara yang dilakukan perusahaan untuk terus maju dan berkembang. Ke depan, Indonesia butuh lebih banyak inovasi yang menyangkut banyak hal yang tidak selalu terkait dengan teknologi informasi, tetapi bisa juga inovasi di bidang manufaktur atau layanan dan sistem.

“Indonesia masih impor beras atau sapi, artinya inovasi sangat dibutuhkan,” tambahnya.

Perguruan tinggi memiliki kesempatan besar untuk melakukan inovasi. Namun, tujuan akhir dari inovasi adalah produk-produk atau layanan yang bisa dikomersialisasikan, bukan sekedar berakhir dalam publikasi di jurnal ilmiah semata.

Budaya ilmiah juga perlu ditumbuhkan di masyarakat, mulai dari budaya membaca hingga melakukan riset. Terbangunnya budaya maju akan meningkatkan mutu dan kemajuan bangsa.

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir sependapat dengan pernyataan Wakil Presiden. Untuk itu, Kemristekdikti mendorong agar hasil riset perguruan tinggi dan lembaga penelitian tidak berhenti hanya sampai tahap pengembangan purwarupa semata. Hasil riset harus dapat dimanfaatkan dan digunakan masyarakat, termasuk industri.

“Inovasi dari hasil riset harus dilakukan hilirisasi dan komersialisasi. Artinya, secara ekonomi, pengembangan hasil riset harus menghasilkan profit dan menguntungkan pengembangnya,” katanya.

Pemerintah juga mendorong agar perguruan tinggi membangun inkubasi bisnis sebagai bagian ekosistem bagi pengembangan perusahaan pemula (start up) di daerah. Indonesia memiliki potensi besar untuk tumbuhnya perusahaan pemula menjadi komersial.

“Dalam kurun lima tahun sejak 2014, Kemristekdikti sudah mengembangkan 1.330 start up yang dikomersialisasikan. Ini sangat tinggi,” tambahnya.–M ZAID WAHYUDI / COKORDA YUDISTIRA

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 29 Agustus 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB