Hasil uji genetika yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengungkapkan keenam komodo anakan yang diselundupkan dan digagalkan di Surabaya, Jawa Timur, berasal dari pesisir utara daratan Pulau Flores. Komodo bukan ditangkap dari pulau-pulau di dalam Taman Nasional Komodo.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA–Petugas memeriksa Komodo yang ditipkan di Ruang Transit Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timu, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (28/3/2019). Komodo tersebut merupakan satu dari enam ekor anak komodo yang ditangani BBKSDA JATIM setelah berhasil diselamatkan dari perdagangan ilegal. Kasus perdagangan satwa dilindungi tersebut kini ditangani oleh tim penyidik Direktorat Reserse Kriminil Khusus Polda Jatim.
Karena sudah diketahui lokasi asalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kini mengupayakan pelepasliaran komodo (Varanus komodoensis) tersebut. Lokasi yang menjadi pilihan adalah Cagar Alam Riung dan Taman Wisata Alam Laut 17 Pulau di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur yang berada di sebelah utara daratan Pulau Flores.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami masih minta izin dari kejaksaan, apakah boleh proses hukum berjalan tetapi komodo kami lepasliarkan,” kata Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK, Senin (20/5/2019) di Jakarta.
Ia mengatakan lokasi pelepasliaran direncanakan di Cagar Alam Riung atau Taman Wisata Alam 17 Pulau karena diduga keenam biawak purba tersebut berasal dari daerah sekitar situ. Di bagian utara, komodo juga ditemukan di Tanjung Torong Padang dan Cagar Alam Wolo Tadho serta juga ditemukan di area penggunaan lain yang berada di luar kawasan hutan.
Selain di pesisir Flores bagian utara, komodo di daratan Flores juga ditemukan di pesisir Flores bagian barat yaitu Cagar Alam Wae Wuul dan sekitarnya. Menurut Achmad Ariefiandy dari Komodo Survival Program yang dihubungi terpisah beberapa waktu lalu, warna tubuh komodo di Flores bagian utara lebih terang dibandingkan komodo di Flores bagian barat.
DITJEN KONSERVASI DAN SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KLHK–Komodo tak hanya ada di kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat, NTT. Di daratan besar Pulau Flores bagian utara pun dihuni spesies komodo yang berukuran lebih kecil. Tampak sebaran komodo di Flores dari Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Masih agresif
Saat ini komodo-komodo sitaan yang seluruhnya betina itu dalam perawatan dan pengawasan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Wiratno memperlihatkan video laporan dari jajarannya bahwa komodo tersebut meski di dalam kandang sangat liar dan agresif bila bertemu manusia.
Saat dihubungi terpisah, peneliti herpetofauna LIPI Evy Arida menjelaskan, ada 88 persen kesamaan haplotype (penanda genetika) komodo sitaan dengan haplotype sampel pada penelitian LIPI sebelumnya. Ini menjadi dasar pihaknya mengambil kesimpulan komodo tersebut berasal dari daratan Flores.
“Haplotype yang ditemukan pada hewan sitaan adalah haplotype khas dari Pulau Flores yang tidak ditemukan di pulau lainnya,” kata dia yang juga penguji genetika keenam komodo sitaan. Ia pun meyakinkan satwa sitaan tersebut bukan berasal dari Flores bagian barat karena penemuan haplotype hanya kurang dari 2,5 persen pada sampel penelitian sebelumnya.
PRESENTASI DITJEN KSDAE KLHK–Presentasi Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno, Selasa (2/4/2019) berisi peta genetik komodo di NTT.
Kehilangan habitat
Evy Arida mengatakan keterancaman biawak komodo di Pulau Flores adalah kehilangan habitat dan rusaknya habitat biawak langka ini. Kompetisi dengan manusia atas mangsa, yaitu rusa timor juga mengancam keberadaan biawak ini di Pulau Flores.
Mengutip paper Evy Arida dan kawan-kawan berjudul Pola Persebaran Hapoltipe Biawak Komodo, Varanus Komodoensis, Ouwens, 1912, Wiratno menyebutkan Flores Utara dan Gili Motang merupakan wilayah yang perlu mendapat perhatian khusus karena populasinya relatif kecil dengan tingkat keanekaragaman genetik yang minimal. Sementara itu, populasi di pulau Rinca, Nusa Kode dan Flores Barat menunjukan kemampuan untuk mempertahankan tingkat keanekaragaman genetik yang tinggi.
Masih menurut paper itu, tingkat keterancaman populasi di Rinca dan Flores Barat amat berbeda. Rinca yang berada dalam Taman Nasional Komodo terlindungi dengan baik. Sebaliknya, habitat biawak komodo di Flores Barat terfragmentasi dan memicu ancaman kepunahan terhadap jenis biawak ini.
Wiratno menambahkan, kerja sama dengan pemerintah daerah, misalnya dengan membentuk Kawasan Ekosistem Esensial pada habitat komodo di luar kawasan hutan bisa jadi pilihan. Itu dapat jadi solusi perlindungan komodo sekaligus membuka wisata komodo di luar TN Komodo. Langkah itu pun bisa mengurangi tekanan jumlah kunjungan wisatawan amat tinggi di TN Komodo.–ICHWAN SUSANTO
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 21 Mei 2019