Restrukturisasi perguruan tinggi, termasuk penyederhanaan tata kelola organisasi menjadi salah satu upaya dalam menghadapi tantangan di era revolusi industri 4.0. Dalam penerapannya, persoalan administrasi masih menjadi kendala, sehingga dibutuhkan kebijkan lintas kementerian.
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) 2018-2019, Dwia Aries Tina Pulubuhu, di sela-sela Konferensi Forum Rektor Indonesia di kampus Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (25/4/2019) sore, mengatakan, efisiensi dan efektivitas pengelolaan birokrasi telah diarahkan oleh pemerintah.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA-+Suasana pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia dengan tema “Peran Perguruan Tinggi Mewujudkan Pembangunan Berkeadilan dan Restrukturisasi Perguruan Tinggi untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia” di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (25/4/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Misalnya, penggabungan program studi (prodi) atau fakultas yang satu rumpun. “Kita sudah mengarah ke sana. Namun, khususnya bagi PTN (perguruan tinggi negeri), saat terjadi perombakan, harus ada penyesuaian untuk dapat disetujui Kemenpan RB,” ujar Dwia, yang juga Rektor Universitas Hasanuddin.
Ia mencontohkan, apabila hendak mengurangi atau mengganti nama fakultas, prodi, dan lainnya, yang harus didaftarkan ke Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Kemudian, terkait perubahan gelar juga harus meminta ke Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, lalu setelah itu ke Kemenpan RB.
“Harus ada kebijakan yang lintas kementerian yang membuat prosesnya sederhana dan cepat. Dengan demikian setiap perubahan dapat langsung terlaksana. Untuk swasta lebih fleksibel karena oleh yayasan. Sementara PTN masih ada kendala karena terkait pembiayaan oleh APBN,” ujar Dwia.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA-+Anggota Dewan Kehormatan Forum Rektor Indonesia, Rohmat Wahab, Asep Saefudin, Ketua Forum Rektor Indonesia 2018-2019 yang juga Rektor Universitas Hasanuddin Dwia Aries Tina Pulubuhu, dan Ketua Forum Rektor Indonesia terpilih 2019-2010 yang juga Rektor Universitas Diponegoro Yos Johan Utama (kiri ke kanan) berfoto bersama di kampus Undip, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (25/4/2019).
Selama ini, lanjut Dwia, perguruan tinggi pun mengikuti perkembangan, seperti perubahan gelar. Ke depan, ia berharap ada timbal balik yang cepat ketika misalnya dua gelar sarjana digabung. Saat ada satu gelar tertentu diusulkan, diharapkan ada tindaklanjut yang cepat, melalui payung aturan.
Harus ada kebijakan yang lintas kementerian yang membuat prosesnya sederhana dan cepat. Dengan demikian setiap perubahan dapat langsung terlaksana. Untuk swasta lebih fleksibel karena oleh yayasan. Sementara PTN masih ada kendala karena terkait pembiayaan oleh APBN
Selain penyederhanaan birokrasi agar efektif, efisien, dan fleksibel, FRI juga mendorong sistem yang seusai dengan era revolusi industri 4.0. “Di antaranya yakni distance learning (pembelajaran jarak jauh) dan blended learning (kombinasi pembelajaran tatap muka dan daring),” ujarnya.
Sebelumnya, awal April 2019, di Semarang, Menristekdikti Mohamad Nasir, mengatakan, restrukturisasi manajemen di Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH) perlu karena organisasi yang gemuk membuat anggaran banyak tersedot untuk personal. ”Saya bersama Sekjen menyiapkan agar ini bisa disederhanakan,” ujarnya. (Kompas, 2/4)
Delapan rekomendasi
Konferensi FRI di Kota Semarang pada 25-27 April 2019 mengangkat tema “Peran Perguruan Tinggi Mewujudkan Pembangunan Berkeadilan dan Restrukturisasi Perguruan Tinggi untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia”. Acara itu dihadiri 301 pemimpin perguruan tinggi se-Indonesia.
Dalam laporannya, Dwia membacakan delapan rekomendasi FRI kepada pemerintah. Di antaranya yakni Pancasila yang harus selalu hadir menjadi pedoman bangsa, perlunya kepemimpinan nasional yang cerdas dan berkarakter, pentingnya digitalisasi UMKM dan transformasi bisnis UMKM, pemrioritasan ketahanan pangan, serta pemanfaatan energi terbarukan.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA–Konferensi Forum Rektor Indonesia dengan tema “Peran Perguruan Tinggi Mewujudkan Pembangunan Berkeadilan dan Restrukturisasi Perguruan Tinggi untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia” di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, dibuka pada Kamis (25/4/2019). Acara itu dihadiri 301 pemimpin perguruan tinggi se-Indonesia.
“Selain itu, juga pentingnya menjaga kemajemukan, pengedepanan kolaborasi dalam aspek desain, logistik, dan engineering, serta inovasi pendidikan yang harus terus digalakkan,” kata Dwia.
Sekjen Kemristek Dikti, Ainun Na’im, menuturkan, kontribusi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi Indonesia dalam World Competitiveness Index masih relatif rendah. “Dalam keterampilan dan penguasaan iptek serta inovasi, kita masih harus banyak mengejar,” ucapnya.
Rektor Undip, yang juga Ketua FRI 2019-2020 terpilih, Yos Johan Utama, menuturkan, para rektor dan pemimpin perguruan tinggi memiliki tangung jawab untuk turut memajukan bangsa. Konferensi RFI pun diharapkan dapat menghasilkan produk-produk untuk meningkatkan kehebatan negara Indonesia.–ADITYA PUTRA PERDANA
Editor AGNES PANDIA
Sumber: Kompas, 25 April 2019