Ancaman Menakutkan dari Gas Buang Kendaraan Bermotor

- Editor

Selasa, 23 April 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BELUM lama ini pihak Polda Metro Jaya mewajibkan semua anggota Polantas (polisi lalu lintas) yang menjalankan tugas di jalan raya untuk mengenakan penutup hidung atau masker Peraturan ini konon dikeluarkan sebagai reaksi terhadap timbulnya gangguan stres dan pening di antara petugas Polantas karena terus-menerus menghirup debu yang beterbangan bercampur hitamnya asap yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor.

SEBERAPA jauhkah sesungguhnya dampak polusi udara dan asap kendaraan bermotor terhadap kesehatan masyarakat di kota metropolitan ini?

Dilihat dari Sumbernya, pencemaran udara terbesar memang berasal dari asap buangan kendaraan bermotor, khususnya di Jakarta. Kontribusi pencemaran dari transportasi ini mencapai 66,34 persen dari total pencemaran, sementara kegiatan industri menyumbang 18,90 persen, pemukiman 11,21 persen dan kegiatan persampahan 3,68 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kalau dipilah-pilahkan berdasara kan jenis polutannya, maka menurut hasil survai Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) tahun 1992, emisi gas buang kendaraan bermotor mengkontribusikan 44 persen dari TSP (Total Suspended Particulate) atau jumlah parikel di udara, 87,56 persen dari hidrokarbon (HC), 97,40 persen timah (Pb), 73,21 persen polutan NOx dan 97,68 persen CO.

Dengan jumlah kendaraan bermotor 1.649.037 buah di Jakarta pada tahun 1990, maka total TSP yang bergentayangan di Jakarta menurut Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP), tercatat mencapai 99.416.000 kilogram. Sementara total NOx yang bertebaran diperkirakan mencapai 47.406 000 kg.

Dengan demikian, jumlah kendaraan di Jakarta yang meningkat menjadi 1.920.941 buah pada 1992, serta 2.560.752 tahun 1995, otomatis juga makin meninggikan kadar pencemaran udara di Jakarta.

Kondisi ini pun semakin diperburuk dengan diproduksinya kendaraan-kendaraan baru yang tak bersih lingkungan. Banyak kendaraan model baru bahkan kelas mewah yang justru emisi gas buangnya termasuk tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tabloid Otomotif, mobil keluaran 1992 seperti New Great Corolla mempunyai kadar gas buang CO 9,35 persen, Suzuki Jimny 7,88 persen, Mercedes Benz 200E 6,73 persen dan Mazda 626 5,5 persen. Kadar ini jauh melebihi ambang batas yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar 4 persen.

FENOMENA ini bukan saja memprihatinkan, akan tetapi juga sangat membahayakan kesehatan umat manusia. Timbulnya berbagai penyakit di saluran pernafasan, jantung, mata dan tekanan darah tinggi, bisa jadi disebabkan oleh polusi kendaraan bermotor.

Bahkan lebih mengerikan, menurut Prof dr Umar Fahmi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI seorang anak yang tubuhnya telah terkontaminasi timah hitam (Pb) sampai 10 mikrogram bisa menurun tingkat kecerdasannya atau menjadi idiot.

Sementara itu jika orang dewasa yang terkuntaminasi Pb dapat mengakibatkan berkurangnya kesuburan, bahkan kemandulan. Sedang bila yang terkontaminasi ibu-ibu hamil, bisa menyebabkan keguguran. Atau, kalau tidak, sel otak jabang bayi tak bakalan bisa berkembang.

Efek inilah sesungguhnya yang telah memaksa masyarakat Jakarta untuk menyisihkan anggaran belanjanya Rp 500 milyar per tahun untuk biaya pengobatan. Sementara itu pada skala lebih luas, partikel-pamkel pencemar atau polutan di udara di bawah kondisi angin dan kelembaban tertentu dapat mempengaruhi pola cuaca dan iklim, mengakibatkan berkurangnya jarak pandang (visibility) dengan timbulnya kabut (haze), pemanasan global serta hujan asam.

Maka jelaslah, bahwa pencemaran udara tidak hanya menimbulkan masalah lokal di sekitar sumber polutan, akan tetapi dibawah pengaruh pergerakan masa udara dan dinamika sirkulasi udara global, maka masalah ini juga menjadi kepentingan negara tetangga bahkan seluruh dunia.

Pada skala waktu berkaitan dengan panjangnya periode (lifetime) dan aktifnya polutan di udara, efek-efek global yang ditimbulkannya seperti berkurangnya lahan pemukiman serta meningkatnya temperatur permukaan bumi dapat dirasakan juga oleh generasi yang akan datang.

Debu dan asap hitam yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor pada umumnya berasal dari proses pembakaran yang tidak sempurna. Maka gas buang mengeluarkan senyawa yang tidak stabil, seperti CO, CO2, NOx dan hidrokarbon (HC) yang merupakan jenis polutan yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan lingkungan, seperti diuraikan di atas.

ADA berbagai cara mengatasi polusi yang semakin tinggi. Selain melakukan tune up secara periodik, penggunaan bahan bakar Super TT (bensin tanpa timah) merupakan cara paling baik. Karena, gas sisa pembakaran pada mobil yang menggunakan bensin Super TT jauh lebili bersih dan tak merusak lingkungan.

Namun perlu diingat, bensin Super TT ini hanya direkomendasi untuk mobil-mobil baru, sedangkan untuk ‘mobil lama’ yang lahir sebelum 1992, tak dianjurkan memakai bahan bakar jenis ini. Pasalnya, kendaraan lawas (tua) biasanya malah membutuhkan bahan bakar yang mengandung timah yang berfungsi sebagai pelumas pada dudukan katup agar tak lekas aus (valve sear recession).

Bahan bakar lain yang juga menjadi pengganti bahan bakar minyak adalah bahan bakar gas (BBG). Dengan BBG, polusi yang disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor akan lebih rendah.

Menurut sumber Radian Corporation, AS, EPA Report tahun 1990, secara kumulatif bensin menghasilkan kadar CO paling besar bila dibandingkan dengan solar maupun BBG. Untuk setiap giga joule energi yang dihasilkan, bensin/premium mengandung CO 10.400 gram, sedangkan solar 340 gram dan BBG hanya sebesar 4 gram.

Sedangkan kadar NO, yang dihasilkan bensin untuk setiap giga joule adalah sebesar 400 gram, solar 300 gram, dan BBG hanya 140 gram. Sementara itu, hidrokarbon (HC) yang dihasilkannya pun juga lebih rendah dibandingkan bensin dan solar.

Menurut Sulzer Technical Review No. 2 tahun 1987, dalam setiap kilometer jarak tempuh, bensin menghasilkan timah hitam (Pb) sebesar 0,09 gram dan hidrokarbon (HC) tak terbakar sebesar 2,2. gram. Sementara itu, BBG tak akan menghasilkan timah hitam, karena memang BBG tak mengandung polutan tersebut. Untuk setiap kilometer jarak tempuhnya, kendaraan berbahan gas hanya menghasilkan 1,6 gram HC atau 0,6 gram lebih rendah dibandingkan dengan bensin.

Dengan sejumlah fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa pemakaian BBG pada kendaraan bermotor ternyata jauh lebih ramah dan bersahabat dengan lingkungan. Oleh sebab itu, langkah yang ditempuh pemerintah –dalam hal ini Instruksi Gubernur DKI No. 28/1990 yang mewajibkan semua bus PPD dan taksi di Jakarta menggunakan BBG– kiranya perlu didukung.

ALTERNATIF lain untuk mencegah polusi, adalah dengan menggunakan katalis konverter, yakni sebuah alat berupa kotak tertutup yang terdiri dari penyangga dan inti logam aktif yang dipasang pada saluran gas buang, sehingga gas buang yang mengalir di dalamnya akan dibuat menjadi aman terhadap lingkungan.

Biasanya, katalis ini mempunyai dua bentuk, yakni berupa butiran-butiran (pelet) dan berupa tabung-tabung (muffler) yang berlubang-lubang menyerupai sarang tawon.

Adapun bahan katalis yang terdapat di dalamnya adalah inti logam aktif Platinum (Pt) dan Palladium (Pd) yang bertugas untuk menurunkan jumlah CO dan HC, serta Rhodium dan kristal monolith yang berfungsi untuk menurunkan kadar NOx. Unsur logam ini sangat sensitif terhadap timah (Pb) hingga bahan bakar yang digunakan harus benar-benar bebas timah. Sedangkan logam alumina, biasanya dipakai sebagai bahan penyangga.

Dalam dunia otomotif, saat ini te lah dikenal adanya tiga jenis sistem katalis konverter, yaitu single bed, dual bed dan three way catalic converter. Pada sistem single bed, atau sistem satu jalur, digunakan oksidasi dengan Pt dan Pd untuk menurunkan jumlah HC dan CO terhadap gas buang dari pembakaran campuran kaya yang menghasilkan kadar NOx rendah.

Untuk campuran miskin yang menghasilkan jumlah CO dan HC rendah namun NOx tinggi, digunakan katalis Rd untuk menurunkan jumlah NOx. Penggunaan jenis katalisnya hanya sesuai dengan campuran bahan bakar dan udara yang digunakan dalam mesin.

Pada sistem dual bed, NOx, dioksidasikan terlebih dulu dengan katalis Rd dalam bed pertama dan menghasilkan gas amoniak (NH3). Kemudian dalam jalur kedua, CO clan HC dioksidasikan sampai habis dengan katalis Pt dan Pd, tetapi gas NH3-nya ikut terbakar sebagian sehingga menghasilkan NO.

Hal ini mengakibatkan efisiensi penghapusan jumlah NOx berkisar antara 65-80 persen karena ada NO yang terbentuk kembali dalam jalur kedua. Konsumsi bahan bakarnya juga tinggi, karena diperlukan campuran kaya agar jumlah NOx awalnya rendah.

PADA sistem tiga jalur, proses oksidasi dan reduksi berlangsung secara simultan. Dinamakan tiga jalur, karena katalis bertugas mengubah tiga macam gas berbahaya/beracun yang dikandung dalam gas buang.

Di dalam katalis ini, gas HC dan CO diubah menjadi gas yang tidak beracun seperti CO2 serta uap air. Sedangkan NOx menjadi nitrogen. Untuk mengubah gas-gas beracun itu, di dalam katalis digunakan logam aktif Platinum (Pt), Rhodium (Rh), dan Palladium (Pd). Rangkaian Pt, Pd dan Rh itu terpasang pada tabung (muffler) yang berlubang-lubang menyerupai sarang lebah (honeycomb design).

Penggunaan katalis konverter ini tak diperbolehkan memakai bahan bakar yang menggunakan timah hitam (Pb). Jika masih mengandung timah, maka katalis tidak akan berfungsi dan logam-logam yang terdapat pada konverter tersebut bakalan rusak. Timah hitam akan menyumbat lapisan logam-logam aktif tersebut. Dan yang lebih berbahaya, muffler akan rontok.

Pada dasarnya, kerja katalis konverter ini sebenarnya hampir 24 jam. Walau mobil ini tidak dipergunakan lagi, tetapi dalam muffler akan terus diubah menjadi gas yang tidak beracun. Jika mobil itu tidak dijalankan beberapa hari, maka gas yang berupa arang atau karbon yang menempel pada logam-logam pengubah racun gas buang akan tetap bekerja, serta akan tetap mendapat energi panas dari sinar inframerah dengan bantuan sensor lambda yang terpasang pada alat tersebut.

Mengingat pantingnya lingkungan yang sehat dan bersih bagi setiap manusia, maka masalah pencemaran udara ini sepantasnya mendapat perhatian serius dari aparat hukum terkait. Terlebih lagi, hal ini telah dikuatkan pelaksanaannya oleh pasal 5 UU No. 4/1982 dan UULAJ No. 14/1992 yang tertuang dalam butir kewajiban memelihara lingkungan hidup dari pencemaran dan polusi serta butir kelaikan jalan suatu kendaraan bermotor.

Tampaknya, sudah saatnya pula UULAJ menuangkan pasalnya yang menyatakan semua kendaraan memakai bahan bakar tanpa timah, dan menggunakan katalis konverter. Dalam hal ini, tentu saja, harus didukung peraturan-peraturan lain dari pihak-pihak terkait seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang memasyarakatkan semua produk kendaraan diharuskan menggunakan katalis’ konverter.

Amien Nugroho, pengamat otomotif tinggal di Yogyakarta

Sumber: KOMPAS, Kamis, 30 Mei 1996

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 30 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB