Gempa bumi berkekuatan M 5,3 pada Kamis (28/2/2019) pagi di Solok Selatan, Sumatera Barat, bersumber dari percabangan Sesar Besar Sumatera yang belum terpetakan. Sekalipun kekuatannya relatif kecil, kerusakan bangunan mencapai ratusan karena sumber gempa yang dangkal.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), episenter gempa terletak pada koordinat 1,4 Lintang Selatan dan 101,53 Bujur Timur, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 36 kilometer arah timur laut kota Padang Aro, Kabupaten Solok Selatan, pada kedalaman 10 kilometer.
”Gempa Solok Selatan ini merupakan jenis gempa tektonik kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu oleh aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan dan belum diketahui namanya,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Gempa Solok Selatan ini merupakan jenis gempa tektonik kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu oleh aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan.
Menurut Daryono, pemicu gempa ini diduga berasal dari percabangan (splay) dari Sesar Besar Sumatera (The Great Sumatera Fault Zone) mengingat lokasi episenter gempa ini terletak sejauh 49 kilometer di sebelah timur jalur Sesar Besar Sumatera tepatnya dari segmen Suliti.
”Jika memperhatikan peta geologi di lokasi episenter, tampak adanya pola kelurusan yang berarah barat laut-tenggara. Mengacu pada orientasi ini, dapat dikatakan bahwa mekanisme gempa Solok Selatan ini berupa sesar mendatar dengan arah pergeseran menganan (dextral-strike slip fault),” ujarnya.
Peneliti Pusat Studi Gempa Bumi Nasional, Rahma Hanifa, mengatakan, segmen Suliti sudah dipetakan dalam buku Peta Sumber Gempa Bumi Nasional 2017. ”Namun, mekanisme gempa kali ini yang strike slip (mendatar) tidak searah dengan sesar Suliti. Kemungkinan ini percabangan sesar minornya,” ujarnya.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan, gempa kali ini menyebabkan 343 rumah rusak dan 48 orang luka-luka. Daerah yang terdampak mencakup tiga kecamatan, yaitu Sangir Balal Janggo (Nagari Sungai kunyit, Sungai Kunyit Barat, Talunan Maju), Sangir Batang hari (Nagari Ranah Pantai Cermin), dan Sangir Jujuan (Nagari Lubuk Malako).
Rahma menambahkan, banyaknya kerusakan bangunan karena pusat gempa dangkal sehingga intensitas guncangannya tinggi, mencapai skala V-VI MMI.
Sejarah gempa
Daryono mengatakan, data sejarah gempa besar di segmen Suliti tidak banyak. Namun, pada bagian selatan segmen ini yang berdekatan dengan segmen Siulak, pernah terjadi dua kali gempa dahsyat, yaitu M 7,6 pada 1909 dan M 7 tahun 1995.
Menurut dia, gempa pada 4 Juni 1909 berpusat di perbatasan Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi. Jumlah korban jiwa meninggal akibat gempa Kerinci ini sangat banyak, lebih dari 230 orang, sementara korban luka ringan dan berat dilaporkan juga sangat banyak.
Gempa ini kembali berulang pada 1995 dengan kekuatan M 7,0, terjadi pada 7 Oktober. Dampaknya mengakibatkan kerusakan parah di Sungaipenuh, Kabupaten Kerinci. Gempa ini menyebabkan 84 orang meninggal, 558 orang luka berat, dan 1.310 orang luka ringan. Sementara 7.137 rumah, sarana transportasi, sarana irigasi, tempat ibadah, pasar, dan pertokoan mengalami kerusakan.
Ada pelajaran penting yang dapat kita petik dari peristiwa gempa di Solok Selatan, termasuk catatan gempa Kerinci 1909 dan 1995. Bahwa, keberadaan zona Sesar Besar Sumatera harus selalu kita waspadai. Jika terjadi aktivitas gempa kuat akibat pergeseran sesar ini, efeknya dapat sangat merusak karena karakteristik kedalamannya yang dangkal dan dekat permukiman penduduk.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 1 Maret 2019