Persaingan China dan Amerika Serikat di Bulan

- Editor

Selasa, 8 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendaratan Chang’e-4 di Bulan, Kamis (3/1/2019), menjadikan China negara pertama yang mendaratkan wahananya di sisi jauh atau sisi belakang Bulan. Kesuksesan itu juga menjadikan negeri tirai bambu itu yang pertama membawa kehidupan flora dan fauna di Bulan.

Sebelum Chang’e-4, semua wahana pendarat Bulan hanya mengeksplorasi sisi terdekat atau bagian depan Bulan yang menghadap Bumi. Sisi belakang yang tidak pernah dilihat penduduk Bumi belum pernah di eksplorasi karena kerumitan untuk melakukan kontak dengan pengendali misi di Bumi.

CNS VIA REUTERS–Wahana penjejak Bulan milik China, Yutu-2, berjalan meninggalkan wahana pendaratnya Chang’e-4 beberapa saat setelah Chang’e-4 mendarat di sisi jauh atau sisi belakang Bulan, Kamis (3/1/2019). Foto dipublikasikan oleh Badan Antariksa Nasional China (CNSA), Jumat (4 Januari 2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Chang’e-4 juga membawa tabung kecil berisi benih kentang, tumbuhan bunga Arabidopsis thaliana, dan telur ulat sutera. Meski tumbuhan dan binatang itu merupakan materi eksperimen biologi di Bulan, namun itu menjadikan China negara yang membawa kehidupan Bumi ke Bulan.

Tak hanya itu, China juga meluncurkan wahana penjejak Yutu 2 untuk mengeksplorasi struktur kimia dan geologi sisi belakang Bulan. Mereka juga menargetkan membangun teleskop radio disana. Kini, China juga bersiap mengirimkan taikonaut atau antariksawannya ke Bulan.

Itu akan membuat eksplorasi Bulan ke depan makin ramai. Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat NASA menargetkan untuk kembali ke Bulan pada tahun 2020-an. Eksplorasi Bulan itu dianggap penting sebagai transit pengiriman misi berawak ke Mars.

“Meski berisiko, saya bisa membayangkan pendaratan manusia di sisi jauh Bulan itu,” kata Dean Cheng, peneliti senior program antariksa China di The Heritage Foundation di Washington DC, AS dikutip space.com, Sabtu (5/1/2019).

Saat ini, China diduga sedang menyiapkan pembangunan wahana yang akan ditempatkan di Bulan. Misi meniru kehidupan selama setahun di satelit alami Bumi itu juga dirancang. Namun, tertutupnya program antariksa China membuat kepastian misi itu sulit ditebak.

Menurut Cheng, China akan fokus pada rencana lima tahunannya. Rencana pengiriman misi berawak ke Bulan tidak tercantum dalam rencana 2021-2025. Paling cepat, pengiriman misi berawak ke Bulan itu diprediksi antara 2026-2030, meski yang paling realistis antara 2031-2035.

Profesor keamanan nasional di Naval War College, Newport, Rhode Island, AS, Joan Johnson-Freese mengatakan sedikit alasan untuk meragukan kemampuan China mengirimkan misi berawak ke Bulan.

Setelah sukses mendaratkan Chang’e-4, China bersiap mengirimkan Chang’e-5 T1, sebuah kapsul yang akan mengelilingi Bulan selama delapan hari. Kapsul itu akan jadi cikal bakal wahana Chang’e-5 yang akan membawa sampel tanah Bulan ke Bumi.

Hingga kini, belum ada negara yang berhasil membawa sampel tanah Bulan ke Bumi. Pada 1976, misi Luna 24 milik Uni Soviet hanya berhasil membawa pulang debu Bulan.

FL–Citra sekitar Kawah Von Karman di bagian belakang Bulan atau sisi jauh Bulan yang diambil dari wahana Chang’e-4. Citra itu dipublikasikan oleh Badan Antariksa Nasional China (CNSA), Kamis (3/1/2019) usai wahana itu mendarat di permukaan sisi belakang Bulan.

Kemauan politik
Menurut Johnson-Freese, inovasi dan teknologi antariksa AS memang jauh lebih unggul dibanding China. Namun, China memiliki kunci utama yang sulit dipertahankan AS, yaitu kemauan politik.

Kebijakan eksplorasi antariksa NASA sering berubah seiring bergantinya pemerintahan AS. Di era Presiden George W Bush, NASA berencana kembali ke Bulan pada tahun 2020-an. Program itu dihentikan di masa Barack Obama yang lebih fokus mengeksplorasi asteroid dekat Bumi. Di era Donald Trump, misi ke Bulan jadi target utama lagi.

Volatilitas kebijakan antariksa NASA itu tidak terjadi di China yang sejak 1949 dikuasai Partai Komunis China yang otoriter. “AS memang mampu, tapi China punya kegigihan dan itu akan membuahkan hasil,” tambah Johnson-Freese.

Menurut Cheng, China tidak akan terburu-buru mengirimkan misi berawak ke Bulan hanya demi mengalahkan AS. China lebih memilih program jangka panjang daripada hanya sekedar mengirimkan antariksawan ke Bulan lalu pulang.

“China sedang membangun program antariksa berbasis infrastruktur sendiri,” tambah Johnson-Freese.

Associate profesor Ilmu Politik di Universitas Cameron, Lawton, Oklahoma, AS, Wendy Whitman Cobb mengatakan hal yang membedakan China dengan AS dan Uni Soviet (pendahulu Rusia) di awal program antariksanya adalah progres yang lambat namun langkahnya yang pasti.

STR/AFP–Wahana pendarat Bulan milik China Chang’e-4 diluncurkan dari Bandar Antariksa Xichang, Provibnsi Sichuan, barat daya China, Sabtu (8/12/2018) menggunakan roket peluncur Long March 3B. Kamis (3/1/2018) pagi, Chang’e-4 sudah mendarat di bagian belakang Bulan.

Meski saling bersaing, ke depan, tidak menutup kemungkinan bagi AS untuk bekerja sama dengan China dalam berbagai misi penjelajahan antariksa, seperti yang dilakukan AS dengan negara-negara lain termasuk Rusia sebagai penerus kejayaan Uni Soviet.

Di tengah situasi perang dagang, kerja sama antara kedua negara itu sepertinya sulit terwujud. Belum lagi, sejak 2011, ada undang-undang yang melarang NASA dan Kantor Kebijakan Sains dan Teknologi Gedung Putih untuk bekerja sama dengan China, kecuali disetujui kongres.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 8 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB