Indonesia harus mewaspadai kekeringan dan defisit air karena trennya hujan terus berkurang seiring perubahan iklim. Kajian terbaru menunjukkan, deret hari kering dalam setahun di Indonesia bertambah panjang hingga 20 persen saat suhu global meningkat dua derajat.
Deret hari kering dalam setahun di Indonesia bertambah panjang hingga 20 persen saat suhu global meningkat dua derajat.
?Hasil kajian dari tim gabungan sejumlah negara, termasuk dari peneliti Indonesia, ini dipublikasikan di jurnal Asia-Pasifik Network (APN) for Global Change Research pada 22 Agustus 2018. “Ini kajian terbaru kami yang perlu menjadi perhatian ke depan,” kata Supari, peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang turut dalam publikasi ini, Minggu (26/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
?Supari masih menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Kebangsaan Malaysia. Selain dari BMKG, turut dalam kajian ini adalah ahli iklim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Edvin Aldrian, serta para peneliti dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand, Swedia, Jerman, dan Inggris.
?“Kajian ini memproyeksikan perubahan pola penguapan yang berpengaruh pada pola hujan di Asia Tenggara jika terjadi pemanasan global sebesar 2 derajat celcius,” kata Supari. ?
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO–Petani melintas di dasar Telaga Klumpit yang mengering akibat kemarau di Dusun Gading, Desa Giritirto, Purwosari, Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Rabu (8/8/2018). Warga dusun setempat mencukupi kebutuhan air sehari-hari melalui fasilitas sumur bor dengan iuran pengganti biaya listrik untuk mesin pompa penyedot air sebesar Rp 5.000 per keluarga per bulan. Meski demikian, petani tetap harus membeli air Rp 110.000 per 5.000 liter untuk menyirami tanaman dan air minum ternak.
Dalam sejumlah kajian sebelumnya, misalnya oleh Karmalkar and Bradley (2017), dengan laju pemanasan global seperti saat ini, kenaikan suhu sebesar 2 derajat celcius diperkirakan akan terjadi pada tahun 2041.
?Kajian Supari dan tim menunjukkan, pada tahun 2031- 2051 akan terjadi perubahan pola cuaca, di mana sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami penurunan curah hujan secara signifikan, sebaliknya wilayah Indochina akan mengalami hujan lebih banyak.
?“Ada beberapa spot kecil yang menjadi basah, seperti di dataran tinggi Sumatra bagian utara, sebagian Kalimantan dan Papua. Namun, secara umum Indonesia semakin kering. Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara Timur termasuk yang paling parah mengalami penurunan hujan,” kata Supari.
Penurunan total jumlah hujan tahunan diperkirakan mencapai 10 persen, sedangkan dari deret hari kering akan bertambah panjang hingga 20 persen. “Saat kemarau, deret hari tanpa hujannya akan bertambah panjang sehingga akan lebih kering,” kata dia.
Dengan kenaikan suhu yang diprediksi hingga 2 derajat celcius, pada tahun 2031- 2051 akan terjadi perubahan pola cuaca, di mana sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami penurunan hujan signifikan. Sumber: Supari dkk, 2018
Penurunan intensitas hujan
?Riset terpisah yang dilakukan Suchul Kang dari Center of Environmental Sensing and Modelling Singapura dan tim juga menemukan adanya perubahan pola hujan yang mirip dengan kajian Supari dan tim. Dalam kajian yang dipublikasikan di jurnal Climate-Dynamics-Springer Nature pada Maret 2018 ini disebutkan, pada akhir abad ke-21 akan terjadi penurunan intenstas hujan yang signifikan pada Agustus,September, hingga Oktober.
?“Mereka menggunakan model yang berbeda dengan proyeksi 2071 – 2100, tetapi hasilnya sama-sama menunjukkan penurunan hujan signifikan dengan kajian kami,” kata Supari.
?Sebelumnya, riset oleh peneliti BMKG, Siswanto, yang dipublikasikan di jurnal Royal Meteorological Society, 2015 menemukan bahwa perubahan pola hujan di Jakarta telah berlangsung sejak 1866-2010. Menurut Siswanto, jumlah hari hujan berkurang signifikan, tetapi proporsi curah hujan ekstrem melebihi 50 milimeter per hari terhadap total hujan tahunan naik signifikan. Demikian pula jumlah hari untuk curah hujan di atas 50 milimeter per hari dan 100 milimeter per hari telah terbukti naik signifikan.
?Supari mengingatkan, sejumlah kajian ilmiah ini diharapkan bisa menjadi peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan, selain juga penyediaan air. Apalagi, saat ini sebagian wilayah di Indonesia, khususnya Pulau Jawa sudah mengalami defisit air. Selain faktor curah hujan, pengelolaan lingkungan dan pola pemanfaatan air menjadi faktor penentu dalam penyediaan air.–AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 27 Agustus 2018