Tepuk tangan riuh terdengar dari ruang kontrol SpaceX di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, Selasa (7/8/2018), pukul 01.19 waktu setempat atau pukul 12.19 WIB. Roket Falcon 9 yang membawa satelit Merah Putih milik PT Telkom Indonesia meluncur dengan mulus meninggalkan asap tebal di landasan SLC-40 Cape Canaveral Air Force Station.
Dalam 33 menit setelah peluncuran, SpaceX mengumumkan satelit Merah Putih telah mencapai orbit transfer geostasioner (GTO). Jika seluruh proses berjalan sesuai rencana, satelit Merah Putih akan berada di slot orbit 108 derajat Bujur Timur pada 18 Agustus 2018.
Slot 108 BT pada ketinggian hampir 36.000 kilometer di atas khatulistiwa, sebelumnya ditempati oleh satelit Telkom-1 yang mengalami anomali dan berhenti beroperasi pada Agustus 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
DOKUMEN SPACEX–Satelit Merah Putih siap diluncurkan dengan roket Falcon 9 dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat. Foto diambil Senin (6/8/2018) waktu setempat, beberapa jam menjelang peluncuran.
Peluncuran satelit Merah Putih bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-73 Kemerdekaan RI dan sekaligus menandai 42 tahun kiprah Telkom dalam bisnis dan pengoperasian satelit telekomunikasi.
“Kehadiran satelit Merah Putih diharapkan dapat mendorong pembangunan masyarakat digital Indonesia dan memperkuat peran Telkom sebagai enabler dalam kemajuan ekonomi digital nasional,” kata Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga yang menyaksikan peluncuran satelit Merah Putih dari Operation Support Building Kennedy Space Center, lima kilometer dari SLC-40.
Dengan jangkauan yang luas mencakup seluruh wilayah Indonesia, negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan, Alex berharap kehadiran satelit Merah Putih dapat mengurangi kesenjangan digital (digital divide) di Indonesia. “Sekaligus memperkuat bisnis internasional Telkom Group,” ujarnya.
DOKUMENTASI TELKOM INDONESIA–Satelit Merah Putih milik Telkom Indonesia saat masih dalam proses penyelesaian di pabrik SSL (Space Systems Loral) di Palo Alto, California, Amerika Serikat.
Satelit Merah Putih dibangun di Palo Alto, California, oleh perusahaan pembuat satelit komersial dan peragkat antariksa Space Systems Loral (SSL), sejak awal tahun 2016. Peluncurannya menggunakan jasa SpaceX, perusahaan manufaktur dan layanan transportasi ruang angkasa yang didirikan oleh Elon Musk, juga berbasis di California.
Satelit ke-10 milik Telkom tersebut membawa 60 transponder aktif, yang terdiri dari 24 transponder C-Band dan 12 transponder Extended C-Band yang akan mencakup wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, serta 24 transponder C-Band yang akan menjangkau kawasan Asia Selatan. Satelit tersebut mengandalkan platform SSL-1300 buatan Space Systems Loral dengan usia pakai minimal 16 tahun.
Sejak tahun 1976, Telkom telah mengoperasikan sembilan satelit, diawali dengan peluncuran satelit Palapa-A1 yang beroperasi hingga tahun 1983. Kemudian disusul Palapa-A2 (1977-1987), Palapa-B1 (1983-1990), Palapa-B2P (1987-1996), Palapa-B2R (1990-2000), Palapa-B4 (1992-2005), Telkom-1 (1999-2017), Telkom-2 (2005-2020), dan Telkom-3S (2017-2032). Adapun satelit Merah Putih yang sebelumnya dinamai Telkom-4 diperkirakan mulai efektif pada pekan ketiga September dan diharapkan akan beroperasi hingga tahun 2033.
Satelit Merah Putih akan melengkapi dua satelit milik Telkom yang masih aktif, yakni Telkom-2 di slot orbit 157 BT dan Telkom-3S di 118 BT. Dengan demikian kapasitas yang sebelumnya hanya 73 TPE (transponder equivalent) menjadi 133 TPE. “Jumlah tersebut belum memenuhi kebutuhan nasional sebanyak 188 TPE,” ujar Direktur Network & IT Solution Telkom Zulhelfi Abidin.
“Flight-proven”
Satelit Merah Putih diluncurkan menggunakan Falcon 9 Block 5. Roket yang sama meluncurkan satelit Bangabandhu 1 milik Bangladesh pada Mei lalu. Penggunaan roket guna ulang atau yang disebut flight-proven memungkinkan biaya peluncuran lebih efisian.
DOKUMEN SPACEX–Roket Falcon 9 Block 5 mendarat kembali di Bumi setelah membawa satelit Bangabandhu 1 milik Bangladesh, 11 Mei 2018. Roket mendarat pada posisi vertikal di landasan apung (drone ship) di Samudera Atlantik).
Roket pendorong bagian bawah atau roket pertama itu biaya pembuatannya 70 persen dari total roket. “Jadi, Telkom menggunakan roket yang harganya memang sudah lebih murah,” ungkap Kepala Proyek Satelit Telkom Group Tonda Priyanto.
Roket pertama memisahkan diri dari roket kedua dalam tiga menit setelah peluncuran. Lima menit kemudian, roket yang dapat digunakan hingga sepuluh kali itu mendarat secara vertikal di landasan apung (drone ship) di Samudera Atlantik, sekitar 500 kilometer sebelah timur SLC-40.–NASRU ALAM AZIZ DARI FLORIDA, AMERIKA SERIKAT
Sumber: Kompas, 8 Agustus 2018