Memiliki beragam jenis buah, Indonesia ironisnya masih tergantung produk impor. Untuk mengatasinya, dicanangkan Revolusi Oranye dengan menerapkan inovasi teknologi untuk menghasilkan produk unggulan yang bersaing di pasar dalam negeri dan dunia.
Sebagai negeri tropis, Indonesia memiliki 329 jenis buah, di antaranya 12 buah lokal asli yang masuk pasar dunia, yakni jeruk bali keprok, durian, mangga, manggis, avokad, nanas, rambutan, salak, pisang, pepaya, melon, dan semangka.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, total produksi buah di Indonesia 19,8 juta ton, di antaranya yang diekspor bernilai 324 juta dollar AS. Ekspor Indonesia tersaingi kompetitor, yaitu Thailand, Malaysia, Vietnam, India, Pakistan, dan Australia. Dilihat dari neraca perdagangan buah, Indonesia defisit hingga 524 juta dollar AS, atau sekitar Rp 6,8 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Melihat kondisi ini, pemerintah mendorong agar produksi ditingkatkan sehingga kebutuhan domestik terpenuhi. Beragam masalah dihadapi Indonesia dalam industri dan perdagangan buah, terutama menyangkut logistik. Dari produksi hingga ke pasar, kerusakan buah mencapai lebih dari 40 persen. Ini karena sistem penyimpanan yang masih sederhana. Hasil budidaya hortikultura ini pun tak tersedia setiap saat dan perdagangannya terbatas volume dan distribusinya.
Revolusi Oranye
Pemerintah mencanangkan Revolusi Oranye sebagai upaya membangun kemandirian buah nasional dan menargetkan Indonesia menjadi eksportir buah tropis di Asia Tenggara pada 2025 dan dunia pada 2045. Revolusi ini dijabarkan dalam Program Nasional Peningkatan Daya Saing Buah Nusantara.
Revolusi Oranye diinisiasi oleh penggiat buah Nusantara pada 2013, lalu diangkat menjadi Program Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 2015. Salah satu upaya meningkatkan daya saing itu adalah membangun Pusat Bibit Buah Nusantara di Subang, Jawa Barat.
Institut Pertanian Bogor didukung Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan membangun Pusat Bibit Buah Nusantara di Subang, yang diresmikan 12 Desember 2017 oleh Menristekdikti Mohamad Nasir.
Pusat pembibitan itu berdiri di lahan seluas 5 hektar yang memiliki rumah kaca berukuran 1.120 meter persegi, rumah jaring 4.500 meter persegi, dan irigasi lengkap dengan sistem siram mekanis. Pengelolaannya didukung Kebun Percobaan IPB Tajur dan mitra di berbagai sentra produksi.
Di pusat bibit ini dibentuk sistem produksi pembibitan buah yang terstandardisasi dan jadi percontohan nasional. Selain itu, dibentuk pula sistem jaringan produksi dan pemasaran bibit buah nasional. Di tempat ini juga diproduksi bibit varietas unggul dan tinggi potensi pasarnya.
Bibit unggul itu antara lain durian, avokad, lengkeng, dan jeruk. Perbanyakannya menggunakan teknik okulasi atau ”mata tempel”, yaitu cara menempelkan bagian kulit pohon yang bermata tunas di batang atas pada suatu irisan kulit pohon lain sebagai batang bawah. Penyatuan ini menghasilkan tanaman baru yang bersifat unggul.
Dari teknik tersebut dihasilkan durian varietas pelangi, matahari, dan montong total sebanyak 45.000 bibit, avokad varietas wina dan kendil 25.000 bibit, jeruk varietas siam madu dan keprok batu 55 sebanyak 40.000 bibit, dan lengkeng varietas kateki dan itoh sebanyak 40.000 bibit serta bibit unggul lainnya.
Tahun ini pusat bibit bermitra dengan penangkar memproduksi buah unggulan lain, seperti manggis, salak, dan mangga, secara terstandardisasi. Selain itu, juga turut membangun Kawasan Kebun Buah Nusantara bekerja sama dengan sejumlah kementerian dan dunia usaha, ujar Jumain Appe, Dirjen Penguatan Inovasi Kemristek dan Dikti.
Lokasi pusat pembibitan ini juga dikembangkan sebagai lokasi program teaching industry dan berbagai bentuk pelatihan. Pengelolaannya melibatkan PT Botani Seed Indonesia, IPB.
Pusat jeruk
Upaya penyediaan bibit jeruk dilakukan Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Kementerian Pertanian. Balai ini ditetapkan Kemristek dan Dikti sebagai Pusat Unggulan Iptek Jeruk pada 2017.
Sejuta bibit jeruk dilepas Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Kebun Percobaan Punten (KPP), Kota Batu, 17 Juli 2018. Benih ini akan diberikan secara gratis kepada petani untuk meningkatkan populasi tanaman dan produksi jeruk Nusantara.
Jeruk merupakan buah yang banyak dikonsumsi masyarakat, mencapai 3,6 kilogram per kapita per tahun. Volume ekspornya pun tinggi, antara lain ke Perancis (43.016 ton), Saudi Arabia (26.510 ton), Belanda (8.107 ton), Singapura (1.501 ton), dan Malaysia (1.017,67 ton). Pasar ekspor terbesar produk jeruk olahan adalah Papua Niugini sebesar 417.497 dollar AS dan Singapura dengan nilai 23.644 dollar AS.
Kepala Balitjestro Muhammad Taufiq Ratule mengatakan, bibit ini sebagian besar atau 50 persen merupakan varietas jeruk keprok batu 55 yang paling diminati petani dan konsumen. ”Jeruk keprok dari Indonesia tidak kalah dengan jeruk impor, seperti jeruk ponkam dari China. Bahkan, rasanya lebih enak dan lebih segar. Tampilan warna jingga serta dagingnya lembut dan kupasannya mudah,” tuturnya.
Selain jeruk batu 55, varietas jeruk yang disediakan adalah siam pontianak, keprok banjar, keprok madu, dan jeruk bali pamelo. Dengan menanam sejuta pohon jeruk, diharapkan dapat menekan impor hingga 25 persen.
Selain okulasi, perbanyakan bibit jeruk dilakukan dengan kultur jaringan dan mutasi gen oleh Dita Agisimanto pemulia jeruk di Balitjestro. Teknik kultur jaringan dapat mempercepat perbanyakan bibit dengan sifat dan tingkat pertumbuhan seragam.
Sementara Adi Cahyono, Kepala KP Banaran, menerapkan teknik bujangseta atau berbuah sepanjang tahun. Hal itu dilakukan dengan pemupukan kontinu berupa pupuk padat yang dikombinasikan dengan pupuk NPK cair, serta setiap tahun diberi pupuk kandang.–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 30 Juli 2018