Gerhana Bulan total 28 Juli 2018 adalah gerhana Bulan total kedua di tahun ini yang bisa disaksikan di Indonesia setelah gerhana Bulan total 31 Januari lalu. Jika gerhana Bulan sebelumnya dinamai Bulan super darah biru (super blue blood moon), maka gerhana kali ini dijuluki Bulan mini merah gelap (mini red blood moon).
Rangkaian peristiwa gerhana Bulan total pada Sabtu, 28 Juli 2018, itu akan mulai berlangsung sejak pukul 00.15 hingga berakhir pukul 06.29 WIB. Namun, fase totalitas gerhana saat seluruh permukaan Bulan berubah warna berlangsung dari pukul 02.30 sampai 04.13.
”Puncak gerhana Bulan total akan terjadi pukul 03.22,” kata dosen Astronomi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto, Rabu (11/7/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Gerhana sentral
Gerhana Bulan selalu terjadi ketika Bulan purnama. Pada saat itu, Matahari, Bumi dan Bulan berada dalam satu garis lurus. Namun, tidak setiap Bulan purnama akan terjadi gerhana karena bidang edar atau orbit Bulan miring 5 derajat terhadap bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari.
Proses gerhana akan dimulai saat Bulan memasuki wilayah bayang-bayang Bumi. Bulan yang sebelumnya bersinar terang karena sedang purnama akan meredup cahayanya dan berubah warna. Perubahan kecerlangan cahaya Bulan itu terjadi karena cahaya Matahari yang menuju Bulan terhalang piringan Bumi.
Jika Bulan masuk ke wilayah bayang-bayang luar Bumi atau penumbra, maka akan terjadi gerhana Bulan penumbra yang perubahan warna permukaan Bulannya sulit diamati. Selanjutnya, saat Bulan memasuki daerah bayang-bayang inti Bumi atau umbra, maka akan terjadi gerhana Bulan sebagian. Ketika semua bagian Bulan ada di umbra Bumi, maka gerhana Bulan total terjadi.
”Gerhana Bulan total 28 Juli bukan gerhana Bulan sentral,” kata Moedji. Sebuah gerhana Bulan disebut gerhana Bulan sentral jika ada bagian dari piringan Bulan yang melewati titik pusat bayang-bayang Bumi. Konsekuensi dari terjadinya gerhana Bulan sentral adalah Bulan akan tampak lebih gelap dibandingkan gerhana Bulan biasanya.
Perhitungan yang diunggah di calsky.com menunjukkan, saat puncak gerhana Bulan total nanti terjadi, magnitudo Bulan sebesar 0,6. Makin besar nilai magnitudo sebuah benda langit menunjukkan benda tersebut makin redup dilihat oleh pengamat di Bumi.
Sementara itu, menurut skala Danjon, standar yang digunakan untuk mengukur kegelapan gerhana, gerhana Bulan total 28 Juli 2018 memiliki skala 1,3. Dalam skala Danjon, kegelapan gerhana Bulan dinilai dari 0-4. Skala Danjon 0 untuk menyebut gerhana yang sangat gelap, nyaris tak tampak dan skala 4 untuk gerhana Bulan paling terang, Bulan terlihat berwarna merah tembaga cerah.
Dengan skala Danjon 1,3, Bulan pada puncak gerhana nanti diperkirakan akan berwarna merah gelap kecoklatan. Pada tepi lingkaran piringan Bulan, warnanya akan sedikit lebih cerah.
”Di piringan Bulan yang dekat dengan penumbra Bumi tentu masih akan ada sedikit cahaya yang lolos hingga warnanya lebih terang dibandingkan yang ada di pusat piringan Bulan,” katanya.
Moedji mengatakan, warna Bulan saat gerhana juga ditentukan kondisi atmosfer Bumi. Atmosfer yang kotor atau banyak debu akan membuat Bulan terlihat lebih merah gelap. Debu itu akan menyerap banyak sinar Matahari dan hanya meneruskan sinar dengan panjang gelombang lebih panjang hingga permukaan Bulan menjadi merah gelap.
Pengaruh debu terhadap warna gerhana Bulan itu pernah dialami setelah letusan Gunung Pinatubo di Filipina tahun 1991. Meski sebagian besar abu padat hasil letusan jatuh ke tanah, sejumlah senyawa belerang oksida dan uap air terlempar sampai stratosfer di ketinggian 10-50 kilometer di permukaan Bumi.
Reaksi antara senyawa belerang oksida dan uap air membentuk senyawa asam sulfat yang menghalangi perjalanan sinar Matahari menuju umbra Bumi. Akibatnya, pada gerhana Bulan total 9 Desember 1992, piringan Bulan terlihat kelabu kusam yang sulit diamati dengan mata telanjang.
Apogee
Selain gelap karena termasuk gerhana sentral, gerhana Bulan 28 Juli juga akan terlihat lebih kecil dan lebih redup dari biasanya, apalagi jika dibandingkan dengan gerhana Bulan 31 Januari lalu.
Ukuran yang lebih kecil itu terjadi karena saat gerhana terjadi, Bulan baru beberapa jam melewati titik terjauhnya dari Bumi atau di apogee. Data timeanddate.com menyebut Bulan mencapai titik terjauhnya dari Bumi pada Jumat, 27 Juli 2018 pukul 12.43 pada jarak 406.223 kilometer. Itu berarti gerhana terjadi 11,5 jam setelah Bulan di apogee.
”Meski piringan Bulan berukuran lebih kecil dibandingkan biasanya, perbedaan ukuran Bulan itu akan sulit diamati,” kata komunikator astronomi dan pengelola situs astronomi populer langitselatan.com, Avivah Yamani.
Kondisi ini berkebalikan dengan gerhana Bulan total 31 Januari lalu. Saat itu, gerhana terjadi sekitar 24 jam setelah Bulan berada di titik terdekatnya dengan Bumi atau perigee. Ketika itu, Bulan berada ada jarak 358.993 kilometer atau 88 persen dari jarak Bulan pada gerhana Bulan 28 Juli mendatang.
Jarak yang lebih jauh membuat ukuran diamater Bulan terlihat lebih kecil. Kecerlangan Bulan pun berkurang hingga Bulan lebih redup. Ukuran piringan Bulan saat di apogee lebih kecil 12-14 persen dibandingkan saat Bulan di perigee atau 6-7 persen ketimbang ukuran Bulan pada jarak rata-rata. Sementara kecerlangan Bulan di apogee lebih redup 30 persen dibanding kecerlangan Bulan saat di perigee.
Ukurannya yang kecil membuat gerhana Bulan kali ini disebut Bulan mini alias minimoon. Namun, itu adalah istilah astrologi. Dalam astronomi, Bulan mini lebih dikenal sebagai Bulan purnama apogee yang mengacu pada peristiwa yang memicu gerhana Bulan yaitu Bulan purnama yang terjadi saat Bulan berada di titik terjauhnya dari Bumi.
Terlama
Bukan hanya lebih gelap dan lebih kecil, gerhana Bulan 28 Juli 2018 juga menjadi gerhana Bulan terlama sepanjang abad ke-21. ”Rentang waktu gerhana yang panjang itu terjadi karena Bulan sedang berada di titik terjauhnya,” kata Avivah.
Seluruh proses gerhana, mulai dari terjadinya gerhana penumbra, gerhana sebagian, gerhana total hingga diakhiri dengan gerhana sebagian dan gerhana penumbra lagi memakan waktu 6 jam 13 menit 48 detik. Namun, jika diukur dari fase totalitasnya, gerhana Bulan total kali ini akan berlangsung selama 1 jam 42 menit 57 detik.
Sepanjang abad ke-21 atau antara tahun 2001 dan 2100, terdapat lima gerhana Bulan total dengan fase totalitas lebih dari 100 menit atau 1 jam 40 menit. Kondisi itu membuat kesempatan untuk mengamati gerhana menjadi lebih panjang.
Meski terlama di abad ke-21, rentang waktu gerhana Bulan total 28 Juli 2018 masih kalah dibanding gerhana Bulan total terlama di abad ke-20 yaitu gerhana Bulan 16 Juli 2000. Ketika itu, fase totalitas gerhana berlangsung selama 106,4 menit atau 1 jam 46 menit 24 detik. Selanjutnya, gerhana Bulan terlama di abad ke-22 akan terjadi pada 9 Juni 2123 yang fase totalitasnya mencapai 1 jam 46 menit 6 detik atau 106,1 menit.
Dengan berbagai karakter uniknya, maka gerhana Bulan total 28 Juli 2018 wajar jika dijuluki sebagai Bulan mini merah gelap terlama. Berbagai keunikan gerhana Bulan total itu juga sayang jika dilewatkan meski terjadi dinihari menjelang subuh. Jika terlewat, setidaknya Anda harus menunggu 105 tahun kemudian untuk menyaksikan gerhana Bulan terlama berikutnya.–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 12 Juli 2018