Pusat peragaan sains harus dipertahankan keberadaannya agar bisa menjadi sarana bagi masyarakat luas untuk lebih mengenal sains atau ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini terutama untuk mendorong generasi muda lebih mencintai sains dan termotivasi membangun budaya iptek pada masa mendatang.
Data dari Asosiasi Science Center Indonesia menyebutkan, saat ini sebanyak 15 dari 24 pusat peragaan sains di beberapa daerah tidak aktif atau ditutup. Hal ini karena kendala anggaran dana, kurangnya tenaga kerja, serta perubahan kebijakan dari pemerintah daerah setempat. Ada pula pusat sains yang “mati suri” dengan tidak mengembangkan alat peraga yang ada di dalamnya karena minimnya anggaran dana.
Beberapa pusat peragaan sains tersebut antara lain Pusat Sains Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Science Center Sawahlunto dan Graha Teknologi Palembang. Beberapa pusat sains yang tidak aktif, seperti di Sulawesi Tenggara dan Cilacap, karena adanya pengalihan pengelolaan akibat restrukturisasi kelembagaan di pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/VINA OKTAVIA–Pelajar mencoba berbagai alat peraga Iptek yang dipamerkan di Pusat Pergaaan Iptek (PPI) Provinsi Lampung, Rabu (21/9/2016), di Kota Bandar Lampung. Berdirinya pusat peragaan Iptek pertama di Lampung itu diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan pelajar terhadap sains serta mendorong budaya kreatif dan inovatif.
Wakil Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto mengatakan, PII menyesalkan sikap pemerintah daerah yang tidak memberikan perhatian pada perkembangan sains dan teknologi bagi masyarakatnya.
“Pemerintah pusat dan daerah seharusnya mengalokasikan dana khusus untuk pengembangan pusat sains dan teknologi di daerahnya. Membangun sebuah pusat sains dan teknologi memang menelan biaya hingga ratusan miliar rupiah. Tidak murah, namun investasi ini bersifat jangka panjang,” katanya, Rabu (20/6/2018), di Jakarta.
Membangun sebuah pusat sains dan teknologi memang menelan biaya hingga ratusan miliar rupiah. Tidak murah, namun investasi ini bersifat jangka panjang.
Selain itu, kata Heru, dibutuhkan pula inovasi dan kreativitas dari dinas atau lembaga pemerintah yang menaungi pusat sains ini untuk menciptakan beragam program dan menambah alat peraga sains yang menarik keingintahuan masyarakat. Idealnya, pusat sains pun perlu bekerja sama dengan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi agar rutin menggelar kunjungan dan kegiatan yang mengundang aliran pengunjung.
“Agar pusat sains dan teknologi bisa memiliki dampak yang besar bagi masyarakat, Heru berpendapat perlu sebuah upaya kerja sama antara pemerintah, perguruan tinggi dan pihak swasta untuk mengelola pusat sains ini. Perguruan tinggi bisa dilibatkan, misalnya dengan memamerkan hasil riset dan karya-karya ilmiah mereka di pusat sains ini. Adapun pihak swasta dapat berperan dengan menampilkan penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri, dan juga mendukung pendanaan,” kata Heru.
Menghambat
Menurut Heru, penonaktifan atau bahkan penutupan pusat peragaan sains dan teknologi ini, akan menghambat lahirnya generasi muda yang meminati iptek untuk kemudian berinovasi. Ketiadaan sarana itu secara tidak langsung akan menghambat inovasi iptek anak bangsa. Penguasaan iptek hingga menghasilkan temuan teknologi dan inovasi merupakan tolok ukur kemajuan dan peradaban bangsa.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN–Pelajar melihat replika binatang purba Tyrannosaurus rex yang dipajang di Museum Pusat Peraga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta, Kamis (20/6). Wahana binatang purba ini dibuat dalam ukuran aslinya dan dapat bergerak serta mengeluarkan suara sehingga mampu mengajak pengunjung belajar sains secara nyata.
Penonaktifan atau bahkan penutupan pusat peragaan sains dan teknologi ini, akan menghambat lahirnya generasi muda yang meminati iptek untuk kemudian berinovasi.
Berdasarkan data PII, saat ini jumlah mahasiswa keteknikan hanya 14 persen dari jumlah seluruh mahasiswa di Indonesia. Hanya 50 persen lulusannya yang bekerja di sektor keinsinyuran. Persatuan Insinyur Indonesia yang menaungi 23 disiplin ilmu keinsinyuran, ujar Heru, prihatin dengan kondisi ini. Karena PII memiliki misi menjadikan insinyur berdaya saing dan memberi nilai tambah yang tinggi bagi kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Science Center Indonesia Mochammad Syachrial Annas yang juga Direktur Pusat Peragaan Iptek (PP Iptek) Taman Mini Indonesia Indah, mengatakan, pihaknya akan membuka wahana baru yaitu Wahana Inovasi di PP Iptek. Di wahana yang baru itu akan ditampilkan semua produk inovasi dari perguruan tinggi yang jumlahnya ribuan dan juga dari industri strategis. Karena relatif banyak, setiap tiga bulan produk yang ditampilkan akan diganti.–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 21 Juni 2018