Korporasi di Indonesia dinilai perlu terus berinovasi untuk penggunaan big data atau data raksasa dan kecerdasan buatan. Data raksasa dan kecerdasan buatan saat ini telah dimanfaatkan untuk efisiensi bagi para pengguna jasa dan untuk perusahaan besar. Selain itu, sinergi antara perusahaan dan akademisi juga diperlukan dalam pengembangan pemanfaatan data raksasa.
Vice President of Engineering Bukalapak Ibrahim Arief menjelaskan, saat ini perusahaan harus terus berinovasi untuk bisa menangani skala data secara masif. Salah satu contohnya, penggunaan teknologi big data dan kecerdasan buatan untuk mengelola sekitar 18 juta pengguna yang terdaftar di situs Bukalapak.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia Ricky Joseph Pesik saat membuka Konferensi Big Data Indonesia 2018 di Balai Kartini Jakarta, Sabtu (12/5/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Sebagai perusahaan e-dagang, dengan menggunakan teknologi big data, proses pengambilan keputusan untuk perusahaan dengan memanfaatkan data para pengguna. Hal ini yang membantu kami membuat fitur baru yang semakin memudahkan pengguna,” ujarnya dalam Konferensi Big Data 2018 di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (12/5/2018).
KOMPAS/DHANANG DAVID ARITONANG–VP of Engineering Bukalapak Ibrahim Arief
Sejak 2013, perusahaan ini membangun pusat data yang dikelola secara pribadi dengan sistem teknologi yang terus dikembangkan. ”Berbeda dengan perusahaan unicorn lain, yang menggunakan sistem Cloud untuk pengelolaan data. Kami menyimpan data ini sendiri, dan semua data pengguna ada di Indonesia,” ujarnya.
Menurut Ibrahim, hal terpenting adalah bagaimana data berskala masif ini dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan pengguna. ”Dengan kecerdasan buatan, kami bisa memberikan rekomendasi kepada para pengguna Bukalapak untuk menemukan barang yang tepat untuk mereka. Hal ini juga berdasarkan behavior (kebiasaan) para pengguna ketika mencari barang yang mereka butuhkan di situs kami,” katanya.
Ibrahim menjelaskan, dengan kecerdasan buatan, sistem keluhan dari pengguna bisa lebih cepat ditangani pelayan pengguna (customer service). ”Sistem ini membuat kerja para customer service lebih cepat enam kali lipat untuk menangani keluhan para pengguna,” ucapnya.
KOMPAS/DHANANG DAVID ARITONANG–Suasana Konferensi Big Data 2018 di Jakarta, Sabtu (12/5/2018).
Sebelumnya, pemerintah sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani mengatakan, nantinya, undang-undang ini tidak hanya untuk melindungi masyarakat atau konsumen, tetapi juga perusahaan yang mengelola data pribadi masyarakat.
”Kita sudah masuk di era digital, di mana perpindahan data sangat cepat, tidak ada pengaturan yang tegas dan sanksi hukum terkait perlindungan data ini,” kata Semuel (Kompas, 29/3/2018).
Terkait perlindungan data pribadi, Ibrahim mengatakan, sejak awal Bukalapak tidak pernah berencana menjual data para penggunanya. ”Kami selalu memprioritaskan perlindungan data pribadi pengguna kami. Oleh sebab itu, kami mengelolanya sendiri dan hanya untuk kebutuhan perusahaan kami,” ujarnya.
Sinergi
Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Mirna Adriani menjelaskan, diperlukan sinergi antara perusahaan dan para akademisi. ”Saat ini banyak perusahaan yang sebenarnya butuh pola kebiasaan pelanggan, tetapi mereka tidak mengerti caranya. Sementara kami dari akademisi mampu mengelola algoritma untuk mengelola pola kebiasaan orang,” ujarnya.
Namun, saat ini sinergi tersebut belum optimal karena perbedaan kebutuhan antara perusahaan dan akademisi. Menurut Mirna, perusahaan cenderung membutuhkan sistem pengelolaan big data untuk bisa segera menyelesaikan masalah. ”Adapun para akademis memerlukan big data ini untuk riset terlebih dahulu,” katanya.
Mirna menjelaskan, saat ini sudah ada program bagi para mahasiswa di Fakultas Ilmu Komputer UI untuk bisa bekerja sama dengan sejumlah perusahaan. ”Mahasiswa ini melakukan praktik untuk mengelola problem yang diajukan perusahaan sehingga mereka bisa dengan nyata memanfaatkan big data untuk menyelesaikan problem perusahaan tersebut,” katanya.–DHANANG DAVID ARITONANG
Sumber: Kompas, 12 Mei 2018