Stasiun luar angkasa pertama China Tiangong-1 diperkirakan jatuh pada Senin (2/4/2018) antara pagi hingga sore. Indonesia diprediksi aman dari jatuhan wahana itu karena berdasar perhitungan, serpihan Tiangong-1 akan jatuh di selatan Samudera Pasifik.
Perhitungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada Minggu (1/4/2018) pukul 20.50 WIB memperkirakan Tiangong-1 akan jatuh atau memasuki atmosfer Bumi di ketinggian 120 kilometer (km) pada Senin (2/4/2018) pukul 7.47 WIB dengan rentang ketidakpastian waktu lebih kurang 3 jam.
“Penurunan ketinggian Tiangong-1 makin cepat,” kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin di Jakarta. Minggu pukul 22.00 WIB, ketinggian Tiangong sudah mencapai 153 km dan kecepatan turunnya capai 24 km per hari. Dengan kondisi itu, Tiangong diprediksi jatuh Senin pagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kejatuhan Tiangong itu menjadi perhatian global. Berbagai lembaga berusaha memprediksi waktu dan lokasi kejatuhannya ditengah terbatasnya informasi dari pemerintah China sebagai pemilik stasiun luar angkasa itu.
US Strategic Command, lembaga di bawah Kementerian Pertahanan Amerika Serikat memprediksi Tiangong jatuh Senin pukul 7.15 WIB, plus minus 6 jam. Sedangkan Badan Antariksa Eropa (ESA) memperkirakan Tiangong jatuh Senin pukul 11.00 WIB, plus minum 4 jam.
Sementara prediksi organisasi pemantau dan studi masuknya benda luar angkasa Aerospace Corporation di California AS memprediksi Tiangong jatuh Senin pukul 9.00 WIB dengan ketidakpastian lebih kurang 7 jam.
Jika berbagai lembaga internasional sudah memprediksi waktu jatuhnya Tiangong hingga tingkatan jam, situs Badan Antariksa Berawak China (CMSA) pada Minggu pagi hanya menyebut jatuhnya Tiangong pada Senin waktu Beijing, China.
Lokasi jatuh
Sebuah benda luar angkasa dinyatakan jatuh ke Bumi atau memasuki kembali atmosfer Bumi jika ketinggiannya terus turun hingga mencapai 120 km. Setelah itu, sembari jatuh, benda akan bergesekan dengan atmosfer Bumi hingga pecah dan terbakar.
Dampak jatuhnya Tiangong bagi manusia sangat kecil karena sebagian besar wilayah Bumi berupa laut dan daratan tak berpenghuni. Hal yang pasti, lokasi jatuhnya Tiangong adalah antara 43 derajat lintang utara hingga 43 derajat lintang selatan, sesuai kemiringan orbit Tiangong-1.
EUROPEAN SPACE AGENCY–Lokasi jatuhnya Tiangong-1 berada antara 43 derajat lintang utara dan 43 derajat lintang selatan.
Namun, berbagai lembaga di seluruh dunia terus memantaunya karena kemungkinan jatuhan benda tersebut merugikan manusia tetap ada, khususnya jika jatuh di wilayah Bumi yang berpopulasi padat.
Ted Muelhaupt dari Aerospace Corporation dikutip space.com Sabtu (31/32018) mengatakan Tiangong akan memasuki atmosfer Bumi di atas angkasa Malaysia. Selanjutnya, sembari terpecah dan terbakarnya wahana, Tiangong akan bergerak ke belahan Bumi selatan hingga akhirnya serpihannya jatuh di selatan Samudera Pasifik.
Serpihan Tiangong tersebut diperkirakan jatuh di wilayah permukaan Bumi yang luas, yaitu panjang 2.000 km dan lebar 70 km. Wilayah terdampak yang panjang itu terbentuk karena saat terbakar, Tiangong tetap bergerak mengikuti lintasan awal orbitnya.
“Masyarakat di sekitar Malaysia kemungkinan dapat menyaksikan bola api dengan kecerlangan mirip dengan saat wahana kargo Eropa ATV-1 Jules Verne kembali dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada 2008 lalu,” katanya.
Masyarakat di sekitar Malaysia kemungkinan dapat menyaksikan bola api dengan kecerlangan mirip dengan saat wahana kargo Eropa ATV-1 Jules Verne kembali dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada 2008 lalu
Automated Transfer Vehicle 1 (ATV-1) Jules Verne adalah wahana kargo milik ESA yang memasok bahan bakar, air, udara dan kargo kering untuk ISS. Saat kembali memasuki atmosfer Bumi pada 29 September 2008, ATV-1 terbakar di atas Samudera Pasifik.
Pada Minggu siang, Lapan juga memperkirakan lokasi masuk kembalinya Tiangong di atas Samudera Pasifik. Makin turun hingga di ketinggian 10 km dari Bumi, posisi Tiangong ada di selatan Samudera Pasifik. Namun Minggu malam, Lapan mengoreksinya yaitu pada ketinggian 10 km, Tiangong berada di selatan Samudera Atlantik.
“Lintasan terakhir Tiangong diprakirakan tidak melewati Indonesia sehingga diperkirakan tidak jatuh di wilayah Indonesia,” tambah Thomas. Lintasan terakhir Tiangong sebelum masuk atmosfer Bumi adalah Samudera Pasifik, Amerika Selatan, Atlantik, Afrika, dan Asia Tengah. “Titik jatuh masih belum bisa ditentukan,” tambahnya.
HTTP://ORBIT.SAINS.LAPAN.GO.ID/INDEX.PHP/BERITA/157-PENGAMATAN-RE-ENTRY-TIANGONG-2–Lintasan Tiangong-1 pada 2 April 2018 pukul 07:47 WIB, dengan rentang waktu lebih kurang 3 jam. Tanda panah menunjukkan perkiraan lokasi benda saat ketinggiannya 10 kilometer dari permukaan Bumi. Posisi itu berdasarkan perhitungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang dipublikasikan Minggu (1/4/2018) pukul 20.50 WIB.
Digdaya China
Tiangong-1 adalah stasiun luar angkasa pertama milik China. Di saat negara-negara adidaya yang lebih dulu menguasai penjelajahan antariksa patungan membangun dan mengelola ISS, China dengan percaya diri mengembangkan stasiun luar angkasa secara mandiri.
Tiangong-1 diluncurkan dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan, Gurun Gobi, pada 29 September 2011 menggunakan roket peluncur Long March (Chang Zheng) 2F. Stasiun luar angkasa berbobot 8,5 ton dan mengorbit pada ketinggian 349 km itu difungsikan untuk penelitian dan penguasaan teknologi docking atau sandar di stasiun luar angkasa.
Wahana dengan panjang 10,5 meter dan diameter 3,4 meter itu dirancang hanya memiliki waktu operasi selama dua tahun. Selama masa itu, sejumlah antariksawan China yang populer disebut taikonaut sempat tinggal dan meneliti di sana.
Pada 21 Maret 2016, Pemerintah China mengumumkan berhentinya data telemetri Tiangong-1. Meski tidak ada penjelasan lebih lanjut, komunitas antariksa internasional menilai kondisi itu menunjukkan hilangnya kendali atas Tiangong.
SPACE.COM/CHINA MANNED SPACE ENGINEERING OFFICE–Ilustrasi artis tentang Tiangong-1
Hilangnya kendali akan membuat Tiangong yang artinya Istana Kayangan itu akan jatuh atau masuk kembali atmosfer Bumi. Namun, karena pusat kendali di Bumi tidak bisa berkomunikasi dengan wahana itu, maka jatuhnya Tiangong tidak akan bisa dikendalikan.
Kondisi itulah yang menimbulkan kewaspadaan. Dari ukurannya yang besar dan strukturnya, dipastikan akan ada bagian Tiangong yang tidak habis terbakar di atmosfer atau bisa jatuh di daerah berpenduduk. Bahan bakar hidrazin yang masih tersisa maupun paparan radisi yang tinggi di Tiangong selama di orbit bisa membahayakan manusia.–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 2 April 2018