Burung Purba Seukuran Belalang Hidup di Zaman Dinosaurus

- Editor

Kamis, 8 Maret 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Burung-burung kecil seukuran belalang hidup berdampingan dengan hewan-hewan raksasa dari keluarga dinosaurus, seperti sauropoda atau dinosaurus berleher panjang, pada 127 juta tahun lalu. Ukuran burung itu hanya kurang dari 5 sentimeter dan beratnya tidak lebih dari 8,5 gram. Dengan ukuran itu, burung kecil menjadi salah satu burung terkecil yang hidup di zaman dinosaurus.

Hampir semua kerangka fosil burung kecil itu telah diawetkan dan disimpan di Museum Paleontologi Castilla-La Mancha di Cuenca, Spanyol, yang terletak 170 kilometer timur Madrid, Spanyol. Fosil itu menjadi sumber daya paleontologi yang luar biasa karena memberi wawasan kepada manusia masa kini tentang bagaimana kelompok burung Enantiornithes itu tumbuh setelah menetas dari telurnya.

Enantiornithes adalah subkelas burung yang memiliki gigi dan sejenis cakar di ujung sayapnya. Kelompok burung itu saat ini sudah punah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

LIVESCIENCE.COM/RAÚL MARTÍN–Ilustrasi tentang burung seukuran belalang yang hidup di zaman dinosaurus.

Meski demikian, burung kecil itu belum jelas apakah termasuk dalam spesies baru atau termasuk dalam kelompok spesies burung lain yang sudah teridentifikasi sebelumnya, seperti Concornis lacustris atau Iberomesornis romerali. Kedua spesies burung itu juga masuk dalam kelompok Enantiornithes dan ditemukan di lokasi yang sama dengan burung kecil tersebut, yaitu di Las Hoyas, sekitar 80 kilometer barat Madrid, Spanyol.

Karena ukurannya yang sangat kecil, para peneliti mempelajarinya dengan menggunakan radiasi sinkrotron untuk memotret spesimen kecil itu hingga tingkat submikron atau sepersejuta meter. ”Teknologi baru ini sangat membantu ahli paleontologi menyelidiki fosil-fosil yang provokatif,” kata ahli paleontologi di Pusat Kehidupan Purba Multidisiplin Universitas Manchester, Inggris, yang menjadi peneliti utama fosil burung tersebut seperti dikutip Livescience, Senin (5/3).

Studi terhadap fosil burung kecil yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications, Senin (5/3), itu menunjukkan burung tersebut mati sesaat setelah menetas. Tulang dada burung itu juga masih berupa tulang rawan, belum berkembang menjadi tulang yang keras dan padat. Kondisi itu membuat para ahli meyakini burung yang hidup di zaman Cretaceous (145 juta hingga 66 juta tahun yang lalu) itu belum bisa terbang saat mati.

Selain itu, pola pengerasan tulang burung kecil ini sangat berbeda dengan kelompok burung Enantiornithes lainnya saat masih muda. Temuan itu menunjukkan metode perkembangan burung-burung purba lebih beragam dibandingkan yang diketahui selama ini.

BBC.CO.UK–Sauropoda

Meski burung kecil ini kemungkinan tidak bisa terbang, bukan berarti burung itu hidup bergantung kepada orangtuanya untuk mendapat makanan ataupun perawatan. Kondisi itu berbeda dengan burung-burung yang hidup di era lebih modern yang sangat bergantung kepada induknya.

Burung kecil ini bukanlah satu-satunya makhluk berbulu yang hidup pada 127 juta tahun lalu. Dari berbagai fosil burung yang ditemukan di masa itu, setidaknya ada fosil burung air dan rangka sejumlah fosil burung lain. Kondisi itu menunjukkan banyak kehidupan purba di masa dinosaurus yang belum diketahui manusia.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 7 Maret 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB