Ganti Bahan Bakar Solar ke Bensin, Sapu Angin Siap Rebut Kembali Juara

- Editor

Rabu, 14 Februari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tim mobil hemat energi Sapu Angin dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Jawa Timur, beralih dari sumber energi solar menjadi bensin untuk berkompetisi di ajang lomba rancang bangun mobil hemat energi Shell Eco-marathon Asia 2018.

Penggunaan bahan bakar bensin dinilai memberikan peluang lebih besar untuk merebut kembali kemenangan yang sempat terlepas tahun lalu. Padahal, sejak ikut kompetisi pada 2010, tim Sapu Angin selalu mendapat posisi pertama dalam enam kali perlombaan secara terus-menerus.

Shell Eco-marathon (SEM) Asia 2018 akan berlangsung di Changi Exhibition Centre, Singapura, 8-11 Maret. Dalam kompetisi kali ini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengirim dua tim untuk turun dalam kategori urban. Keduanya adalah Sapu Angin XI Evo 2 yang turun dalam kelas urban gasoline kategori internal combustion engine (gabungan dari mobil berbahan bakar diesel, bensin, dan etanol) serta Nogogeni V di kelas urban electric kategori battery electric.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

IQBAL.BASYARI–Mobil hemat energi karya mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Sapu Angin XI Evo 2 dan Nogogeni V akan mengikuti lomba rancang bangun mobil hemat energi Shell Eco-marathon Asia 2018 di Singapura.

Manajer nonteknik Tim Sapuangin Billy Firmansyah di sela-sela peluncuran tim Sapu Angin dan Nogogeni, Senin (12/2) di Surabaya, mengatakan, peralihan dari bahan bakar diesel menjadi bensin dilakukan setelah evaluasi lomba tahun lalu yang membuat posisi timnya menempati peringkat kedua. Padahal, sebelumnya tim Sapu Angin menjadi juara bertahan selama enam kali berturut-turut dari 2010 hingga 2016. Bahkan, selama tiga tahun terakhir mereka menjuarai ajang itu dengan bahan bakar solar.

KOMPAS/IQBAL BASYARI–Mobil hemat energi karya mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Sapu Angin XI Evo 2 (kanan) dan Nogogeni V (kiri), diperkenalkan ke awak media, Senin (12/2/2018). Kedua mobil ini mengikuti lomba rancang bangun mobil hemat energi Shell Eco-marathon Asia 2018 di Singapura.

Menurut dia, aturan baru yang diterapkan panitia sejak 2017 lebih menguntungkan untuk mobil berbahan bakar bensin. Timnya juga telah menemukan formula untuk meningkatkan efisiensi di mobil berbahan bakar bensin meski pada umumnya solar lebih efisien dibanding bensin.

”Faktor konversi untuk bahan bakar solar 0,8; untuk bensin 1; dan etanol 1,2 sehingga meski capaian jarak sama, hasil akhir berbeda,” kata Billy.

Pada ajang yang sama tahun lalu, tim Sapu Angin menggunakan bahan bakar solar dan menempati urutan kedua dengan capaian 336 kilometer (km) per liter, kalah dari tim Sadewa Universitas Indonesia yang menggunakan bahan bakar bensin dan berhasil menempuh jarak 375 km per liter.

Kekalahan itu menjadi bekal penting untuk merakit mobil untuk balapan tahun ini. Pengaturan mesin dan aerodinamika dimaksimalkan untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar agar mampu merebut kembali gelar juara yang sempat hilang.

KOMPAS/IQBAL BASYARI–Mobil hemat energi karya mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Sapu Angin XI Evo 2, akan turun dalam kelas urban gasoline kategori internal combustion engine di ajang lomba rancang bangun mobil hemat energi Shell Eco-marathon Asia 2018.

Dosen pembimbing tim Sapu Angin, Witantyo, mengatakan, mesin yang digunakan tahun ini berbeda dengan tahun lalu karena menyesuaikan penggunaan bahan bakar. Mesin Sapu Angin XI Evo 2 mengambil basis mesin sepeda motor Honda Beat berteknologi injeksi dengan kapasitas 110 cc ditambah dengan penyesuaian engine control unit (ECU) agar lebih hemat bahan bakar. Berat kosong mobil pun turun dari tahun lalu sebesar 114 kg menjadi sekitar 80 kg.

Mobil yang akan dikapalkan ke Singapura pada Kamis (15/2) ini telah melakukan uji coba di ajang Kontes Mobil Hemat Energi pada November 2016 dengan capaian 405 km per liter. Namun, kondisi di Surabaya dengan Singapura bisa berbeda, seperti temperatur udara dan kondisi lapangan, sehingga masih perlu penyesuaian di arena lomba. ”Kami menargetkan merebut kembali podium utama dengan capaian 500 km per liter,” ujar Witantyo.

Bodi sepeda motor tidak memiliki aerodinamika yang baik sehingga tingkat efisiensi tidak maksimal.

Witantyo mengatakan, meski dalam pengujian sepeda motor Honda Beat hanya mampu mencatat rekor efisiensi 105 km per liter, timnya mampu meningkatkan efisiensi di mobilnya hinga empat kali lipat. ”Kuncinya ada di aerodinamika dan pengaturan ECU. Bodi sepeda motor tidak memiliki aerodinamika yang baik sehingga tingkat efisiensi tidak maksimal,” katanya.

Karbon fiber
Untuk Nogogeni V, kata dosen pembimbing tim, Dedy Zulhidayat Noor, perbaikan dilakukan di sektor bodi mobil untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar listrik. Jika tahun lalu bodi mobil dibuat di PT Dirgantara Indonesia menggunakan bahan baku seperti yang digunakan pesawat terbang, kini menggunakan karbon fiber yang melibatkan Departemen Desain Produk Industri. Berat mobil turun 10 kg dari 100 kg menjadi 90 kg.

KOMPAS/IQBAL BASYARI–Mobil hemat energi karya mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Nogogeni V, yang akan turun di kelas urban electric kategori battery electric Shell Eco-marathon Asia 2018.

Mesin yang digunakan untuk ajang tahun ini masih sama dengan tahun lalu dengan motor listrik bertenaga 350 kilowatt dan baterai 48 volt. ”Ada peningkatan aerodinamika untuk peningkatan efisiensi. Gesekan antarkomponen juga diperkecil dengan penggantian bearing yang mampu meningkatkan efisiensi mobil,” kata Dedy.

Pada ajang SEM 2017, tim Nogonegi menempati urutan ketiga dengan capaian 100 km per kWh. Capaian tim Nogogeni kalah dengan LAC Hong University dari Vietnam di urutan pertama dengan 108 km per kWh dan Dagisik U?I dari University of the Philippines Dillman dengan perolehan 107 km per kWh. ”Kami optimistis bisa meraih juara pertama karena pengujian mobil ini bisa mencapai efisiensi 150 km per kWh,” kata Dedy.

Rektor ITS Joni Hermana yakin tim yang berangkat ke Singapura bisa mencapai hasil lebih baik dibanding tahun lalu. Sejumlah perbaikan telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi kedua mobil itu. Dia berharap kedua tim bisa memenangi SEM 2018 sehingga bisa mewakili Indonesia di ajang Drivers’ World Championship (DWC) di London. Kedua mobil akan dikirim ke Singapura pada Kamis (15/2/2018), sedangkan anggota tim akan berangkat pada awal Maret.–IQBAL BASYARI

Sumber: Kompas, 13 Februari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB